Vanisha sedikit lega, ia bisa mengirimkan data yang diminta oleh bapak Jumadi sebelum berangkat, namun ada keraguan yang diterimanya mengenai Lova. 'Kenapa Lova memilih mengerjakan duluan?'
Eve menyadari Vanisha yang melamun itu menyenggol lengan sahabatnya. "Apa yang kamu pikirkan, Sha?" tanyanya membuat orang yang ditanya tersadar.
"Tidak ada ... mungkin memikirkan barang atau tempat tinggal disana nantinya." Vanisha mengatakan dengan sedikit cuek. Sam tertawa kecil mendengar interaksi di belakang seperti berbanding terbalik.
Jun makin overthinking dengan ucapan Gio saat di kampus. Ia terus berpikir apakah kakak tingkatnya pernah kesana dan mengalami kejadian buruk. Jika tidak, kenapa raut wajahnya ketakutan sekali.
"Tempat tersebut memanglah pusat wisata banyak orang, tetap begitu bahaya jika mulai turun hujan, entah itu siang atau malam. Jembatan di sungai Kahayan seperti dunia lain yang bakal membuat kalian merinding."
"Apakah kakak pernah merasakannya sendiri?" tanya Jun yang penasaran dengan kebenaran yang dikatakan oleh Gio.
"Tidak, tapi setiap kali aku melewati jembatan saat hujan ... cukup merinding." Vanisha mendahulukan langkahnya dan meninggalkan yang lain, gadis itu sedikit bosan dengan penjelasan yang terlihat bohong tersebut.
Tatapan Gio sedikit benci ke Sam dan sedikit melirik ke pergelangan tangan lelaki itu. 'Dia pembunuhnya'
****
Saat Sam sedang mengeluarkan tas besarnya, ia melihat Jun merapikan bajunya dengan tenang, tetapi dengan sorot mata yang berbeda dari biasanya. "Jun?" panggil Sam kemudian membuka pintu kamar Jun lebar.
"Jun?" panggilnya sekali lagi karena tidak mendapatkan respon dari Jun yang masih melipat celananya dengan tenang.
Sebuah tangan memegang bahu Sam membuat Jun dan Sam terkejut. "Astaga ... kamu ini, Jun bikin kaget saja ... Eh? Jun?"
"Iya? Ini aku." Suara dan wajah Jun terlihat nyata di depan Sam membuat lelaki itu ketakutan. Ia menjadi tidak berani melirik kearah kamarnya Jun mengingat kejadian yang baru terjadi.
Jun heran melihat Sam yang terkejut kemudian menjadi begitu takut. "Kenapa kamu ketakutan?" tanya Jun lalu membawa tas selempang biasanya, tas besar yang dibawa sudah ditaruh di ruang tengah terlebih dahulu.
"Kamu tidak membawa tas lain?" tanya Sam melihat Jun yang santai memeriksa jam di ponselnya. Jun menunjuk dengan jarinya dimana tasnya berada. Tas Sam dan tas Jun bersebelahan. Melihat posisi itu, Sam tidak menyadari sama sekali kalau ada atas Jun yang terlebih dahulu disana.
Suasana rumah menjadi lebih lembab karena akan ditinggal dalam beberapa bulan kedepan. Sam membuka bagasi mobil dan mulai menaruh tas mereka di sana, tidak lupa menyisakan ruang untuk barang-barang milik Vanisha dan Eve nantinya.
"Halo, anak-anak," sapa seseorang membuat Jun yang baru saja ingin membuka pintu mobil menyapa juga.
"Aduh, ada pak RT, nih, Sam." Sam mendengarnya segera menutup bagasinya, dan menyapa Pak RT yang terlihat baru saja pulang dari Masjid. Sarung berwarna hijau lumut dipadukan baju putih, dengan peci hitam. Wajah keriputnya terlihat indah ketika tersenyum.
"Maaf, pak RT. Tadi saya membelakangi bapak," ucap Sam dengan lembut, sedikit membungkuk hormat. Pak RT menggelengkan kepalanya pelan memberi isyarat 'tidak apa-apa'
Jun menjelaskan mengenai izin meninggalkan rumah selama beberapa bulan kedepan nya, dan tentang penelitian yang harus mereka kerjakan untuk memenuhi tugas kuliah. Pak RT menerimanya dan mendoakan keduanya agar selama di perjalanan lancar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Palangkaraya : The Curse of Kahayan [Segera Terbit]
Terror"Jangan heran jika kalian selalu mendengarku berbicara tentang kota gaib dan membicarakan penghuni disana. Karena mereka sedang bersama-sama dengan kita." Teriakan minta tolong mungkin tidak pernah mereka dengar-suara-suara itu berasal dari bawah je...