▫️Bab 11 ▫️

14 7 0
                                    

"Kita tidak mungkin akan ke jembatan sekarang, Sam. Lihatlah cuacanya yang mulai gelap!" Jun benar-benar tidak habis pikir dengan pendapat Sam yang menginginkan agar teror berakhir dengan cepat.

"Aku hanya ingin teror-teror itu berakhir, Jun."

"Bagaimana jika kita tidak menyelesaikannya? Apa yang akan kamu lakukan?"

"Kau gila, Jun!"

"Apa yang kamu katakan!"

"Ya, kamu menggangguku untuk pergi ke sana. Kamu benar-benar gila."

Buk!

Semua terdiam saat Vanisha memukul joknya cukup kuat membuat Sam meringis melihatnya karena mobil itu adalah miliknya. Perdebatan dua anak lelaki tidak akan selesai jika salah satu di antaranya berdebat dengan kepala panas.

"Yang dikatakan Jun memang benar. Risiko akan lebih besar jika kita pergi ke sana." Sam memutar bola matanya malas. Ia tidak menerima penolakan pendapatnya. Eve mencoba menahan tangan Sam yang sudah membuka pintu mobil.

"Apa yang kamu lakukan?"

Sam tidak menggubris pertanyaan Eve dan memilih untuk melepaskan genggaman tangan gadis itu. Suara pintu yang dibanting membuat ketiganya terkejut.

Vanisha ingin menyusul, namun ia mengurungkan ketika melihat air hujan yang perlahan turun semakin deras. Ia menatap Jun bergantian dengan Sam yang mulai menutup kepalanya dengan kerudung jaket. Ada rasa kekhawatiran tersendiri karena Sam tidak mau mendengarkan mereka.

Lelaki itu sudah dianggap adik sendiri oleh Jun. Ia tahu sifat Sam yang sedikit manja, namun melihatnya seperti rasanya ingin menyusul. Tetapi, dirinya juga harus bisa memberikan Sam kesempatan untuk berubah.

"Kurasa kita tidak bisa terus berada di sini. Apa kalian mau pulang?" tawar Jun dengan nada yang gelisah, dirinya sendiri ingin sekali menunggu Sam kembali. Ketiganya mengalami hal yang buruk, akan tambah buruk jika Sam mengalami kecelakaan di atas sana nantinya. Jembatan itu sudah basah karena hujan, dan masih ramai dengan kendaraan yang melintas.

Tanpa disadari ketiganya, waktu sudah berdentang pada pukul 19.04. Situasi yang tidak tepat untuk mereka pulang kembali ke rumah, namun mereka juga harus terpaksa karena mulai tidak nyaman di lingkungan itu.

Rumah-rumah di pinggir sungai, sedikit tertutup oleh bayangan jembatan membuat pemandangan di sana terlihat kumuh dan angker. Tetapi, banyak warga yang tinggal dengan nyaman. Itu yang membuat pemukiman tersebut terlihat mengkhawatirkan

****

Jun mengendarai mobilnya pelan karena melihat kerumunan orang di jalan keluar menuju perumahan. Vanisha sedikit bingung dengan ekspresi beberapa orang yang mencurigakan. Ada yang tersenyum lebar dan suka menyapa. Ada yang datar dan sedikit pucat dengan tangan yang memegang segepok uang.

"Apa memang ramai saat jam segini?" tanya Eve yang mendekatkan badannya di antara jok depan. Vanisha hanya menggelengkan kepalanya, dan menatap Eve sedikit bingung. Sebelumnya, jalanan ini diisi dengan rumah-rumah warga, namun dengan cepat berganti seperti pasar.

Rumah-rumah yang ketiganya lihat tentu ada juga di sana, tetapi tidak menyangka di halaman masing-masing rumah terdapat jualan layaknya pasar malam. "Ada yang jual makanan. Kalian mau?" tanya Eve sontak mendapatkan gelengan kepala dari keduanya.

"Kita masih harus waspada, Ve. Karena aku sempat membaca artikel. Orang-orang yang kita lihat di depan, bukanlah manusia asli melainkan penghuni kota gaib yang ada di bawah jembatan Kahayan. Mereka mungkin saja meninggalkan sesuatu untuk kita jika berbaur dengan mereka."

Palangkaraya : The Curse of Kahayan [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang