▫️Bab 10 ▫️

9 6 0
                                    

Jun menarik pelan lengan Eve dan memberi kode ke Sam untuk segera berlari bersama. Sosok yang menjelma menjadi Vanisha berbalik dengan kepalanya memutar terlebih dahulu. Wajah itu bukanlah wajah Vanisha melainkan hancur dengan bola matanya yang kebasahan bercampur dengan darah. Rambutnya kusam dan rontok itu membuat kulit kepala wanita itu terlihat jelas.

Kuku-kuku jari semakin panjang, dan bergesekan dengan semen di bawahnya. Mulut robeknya mulai mengeluarkan sesuatu yang tidak bisa dipahami. Salah satu bola mata hanya bisa menghadap ke atas, sedangkan satunya berputar terus menerus.

Sam hanya bisa menutup matanya sambil lari, ia bisa merasakan wanita di belakangnya juga ikut mengejar. "Apa yang aku lihat sore-sore begini, Ya Tuhan!" teriak Sam menyusul langkah Eve dan Jun yang semakin cepat di depannya.

Ketiganya benar-benar berlari sekencang mungkin mengambil sisi gang yang mungkin sulit dijangkau oleh wanita tadi. Teriakan-teriakan aneh bisa terdengar dari belakang ketiganya. Sam menyuruh berlari ke arah kanan, namun ternyata membuat mereka hanya memutar ke tempat semula.

Hantu wanita tadi tidak terlihat jejaknya lagi. Eve yang tersadar saat melihat satu rumah yang berada di dekat mereka, langsung menyuruh kedua temannya menuju rumah tersebut. Jun ingin bertanya apa maksud Eve itu, tetapi dirinya memutuskan tetap diam karena samar-samar mendengar suara teriakan wanita.

"Ini benar-benar di luar dugaan kita, Jun," bisik Sam membuat Eve memberi kode untuk diam. Rumah yang mereka masuki tidak terkunci sama sekali, struktur rumah itu hampir mirip dengan rumah yang mereka tempati di perumahan. Jun berjalan perlahan untuk menutup gorden.

"J-jun ...." panggil Sam terbata-bata saat menyadari sosok di balik gorden itu. Jun yang menatap ke Sam langsung berbalik dan membuka gorden tersebut. Mereka menemukan sosok Vanisha yang terlihat tertidur dengan kepala mendongak ke atas. Terlihat menyeramkan, namun juga menyedihkan karena pelupuk mata Vanisha terlihat basah seperti orang habis menangis.

Mengingat kejadian sebelumnya, Jun semakin waspada jika yang ia temukan adalah hantu wanita tadi. Lelaki itu berjalan mundur karena takut. Sam yang kesal karena Jun tidak membantu Vanisha bangun mendekat dan mulai menggoyangkan bahu gadis itu.

Vanisha perlahan membuka matanya, dan terkejut dengan kehadiran dua temannya. "Kenapa aku berada di sini?" tanyanya melihat keadaannya yang lusuh dan kotor terduduk di dekat sofa. Ia menyadari matanya yang basah.

"Apa aku menangis?" Pertanyaan Vanisha membuat Jun dan Sam kebingungan.

"Kenapa kamu tidak mengingatnya?" tanya Sam masih menunggu tangan Vanisha menerima tangannya. Sam segera mengangkat badan Vanisha membantu berdiri. Eve kembali ke ruang tengah setelah mendengar suara teriakan wanita tadi.

"Berjaga-jagalah, Ve."

"Sosok itu penghuni rumah ini ...." jawab Eve dengan pelan. Alasan Eve mengatakan itu adalah dirinya melihat satu pigura besar menunjukkan foto seorang wanita dengan gaun yang sama seperti sosok hantu tadi. Vanisha yang mendengar semuanya segera menyuruh ketiga temannya untuk masuk ke ruangan yang tidak bisa dijangkau oleh wanita itu.

Ada sebuah lemari yang cukup besar dan muat untuk empat orang, entah lemari itu berfungsi untuk apa. Vanisha segera masuk, dan diikuti oleh yang lainnya begitu kembali mendengar teriakan wanita. Teriakan itu semakin lama semakin menyeramkan.

Lemari itu memiliki dua celah bergaris yang bisa melihat keluar, Sam menutup mulutnya menyadari sebuah gaun kusut terbang mendekatinya. Teriakan semakin kencang terdengar karena benar-benar dekat dengan lemari. Jari jemari itu merayap menyentuh lemari, kuku panjang masuk ke dalam celah membuat Sam semakin takut.

Kuku itu nyaris mengenai kaki jika ia tidak memindah sedikit. Bahkan kayu lemari itu saja bisa terkelupas karena kuku tersebut. 'Kukunya benar-benar tajam.'

Eve mencoba memahami makna teriakan itu, tetapi semakin lama bukan seperti bahasa dayak saja yang ia dengarkan. Ada bahasa lain yang tercampur ke dalamnya. Vanisha dan Eve saling berpegangan tangan, keduanya tidak bisa menahan rasa ketakutan.

Jun menutup matanya cepat, badannya bergetar dan banjir peluh. Ia dikejutkan dengan wajah wanita tua itu yang melirik ke arah celah, tidak bisa dibayangkan olehnya kalau wanita itu tidak lagi terbang, melainkan kayang dengan posisi kepala yang tidak biasa.

Langkah di luar sana terdengar jelas menghantam lantai kayu itu. Gesekan kuku panjang terdengar jelas mengusik indra pendengaran. Wanita itu bukan lagi teriak melainkan tertawa aneh.

****

Hampir satu jam, keempatnya menunggu. Wanita tadi tidak lagi terlihat keberadaannya. Eve memutuskan untuk keluar duluan, dan membantu Vanisha berdiri. Disusul oleh Sam dan Jun.

Langit sudah menjadi jingga tua dengan awan yang masih sama, yaitu terlihat mendung. Setelah menutup pintu, mereka terkejut dengan kedatangan beberapa warga yang membawa alat pancing, namun tidak ada sama sekali ikan yang tertangkap. Para warga itu menatap keempat mahasiswa dengan tatapan yang membingungkan.

Jun belum bertanya, salah satu warga bertanya ke mereka. Hal yang membuat mereka terkejut adalah pria itu bertanya dengan menggunakan bahasa banjar. Lantas mereka dengan cepat memahami pertanyaan itu. Sam berpikir para warga akan menolak kehadiran mereka, namun kenyataannya warga lebih khawatir karena melihat rumah yang mtadi.

"Buhan pian beapa di situ? Itu rumah kada lagi tepakai."

(Kalian ngapain di situ? Itu rumah tidak lagi terpakai)

"Maafkan buhan kami, pak. Kami dikejar lawan hantu bebinian tadi, makanya kami takajut dan lakas basambunyi di rumah itu ai," jawab Eve refleks karena satu bahasa.

(Maafkan kami, pak. Kami dikejar sama hantu wanita tadi, makanya kami terkejut dan bersembunyi cepat di rumah itu)

"Buhan pian masuk ke dalam rumah pinanya ada alasan." Mendengar perkataan pria itu, sontak keempat mahasiswa tadi menganggukkan kepalanya.

(Kalian masuk ke dalam rumah sepertinya ada alasan)

****

Para warga tadi membawa ke sebuah pos kamling. Pria yang bertanya itu menceritakan kejadian yang cukup memilukan. Namun, yang membuat bingung adalah sosok wanita tadi merupakan teror awal dari semua kejadian.

"Kalu buhan pian tetamu sosok bebinian kaya tadi. Itu buhan pian sudah diteror lawan inya. Jadi, buhan pian berjaga-jaga ja, jangan sampai buhan pian dapat teror nang lainnya. Bebinian tadi mencari anaknya nang hilang beberapa tahun nang lalu."

(Kalau kalian bertemu sosok wanita seperti tadi. Itu kalian sudah diteror sama dia. Jadi, kalian berhati-hati saja, jangan sampai kalian dapat teror yang lainnya. Wanita tadi mencari anaknya yang hilang beberapa tahun yang lalu)

"Apa nang harus buhan kami lakukan agar bisa telepas dari teror ini, mang?" tanya Jun yang sedikit ragu dengan bahasa banjarnya. Sam melihat itu tersenyum dengan logat banjar lelaki jawa itu.

(Apa yang harus kami lakukan agar bisa terlepas dari teror ini, man?)

Pria itu hanya menunjuk ke atas tepatnya ke arah jembatan Kahayan.

****

Palangkaraya : The Curse of Kahayan [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang