JENNIE menyeringai saat Solar menggebrak meja dan mengacungkan jari telunjuk ke arahnya. Kemarahan wanita itu terlihat jelas dari wajahnya yang memerah, tubuhnya yang tegang dan suara nafasnya yang terengah-engah yang memenuhi setiap sudut ruangan. Untungnya Jennie telah mempersiapkan diri untuk hal ini, jadi ia tak ragu-ragu untuk membalas tatapan Solar dan menunjukkan bahwa ia sama sekali tidak takut.
"Kau tak bisa melakukan ini!" Solar membentaknya.
"Atas dasar apa? Aku punya hak."
"Hak katamu? Jen, jangan main-main! Apa kau menyadari bahwa keputusanmu akan menyulitkan semua orang?"
"Semua orang yang kau maksud adalah KAU, bukan?" Seringai Jennie menajam saat ia berhasil masuk ke dalam kepala Solar. "Kau takut kepergianku akan mempengaruhi pekerjaan dan keuanganmu, karena presiden pasti tidak akan mempercayakan artis-artisnya padamu dalam waktu dekat. Sangat egois, masih memikirkan dirimu sendiri dan mengorbankanku demi kepentinganmu." desisnya.
Sekali lagi Solar menggebrak meja dengan wajah kusut dan tegang. "Apa kau tidak menyadari posisimu? Hukuman yang akan kau bayar tidaklah kecil. Selain itu, jika kau berhasil meninggalkan agensi, kau tidak berpikir akan mudah bagi Ketua Song untuk memasukkanmu ke dalam daftar hitam sehingga-"
"Tidak bisakah kau lihat bahwa aku tidak peduli? Daftar hitam atau apa pun itu, aku sungguh tidak keberatan, karena setelah ini aku akan menjalani kehidupan normal yang kuinginkan."
Jennie menyilangkan tangannya, bersandar di kursi sambil menatap Solar yang tampak terkejut dengan kata-katanya. Hatinya dipenuhi kepuasan karena telah mengirimkan surat pemutusan kontrak ke departemen terkait, serta langsung ke Presdir dua hari yang lalu, maka dia tidak peduli dengan amukan Solar yang membuatnya terkurung selama tiga puluh menit di ruang rapat, atau bagaimana wanita itu mencoba mengubah pikirannya dengan berbagai cara. Itu tidak akan berhasil lagi.
Sesuai instruksi pengacaranya, Jennie telah menyerahkan surat pemutusan kontrak secara diam-diam tanpa diketahui manajernya sendiri. Lalu pagi ini dia mendapat telepon dari departemen terkait yang memberitahunya bahwa mereka mengadakan rapat hari ini, dan Jennie diminta untuk datang. Sebelum meninggalkan apartemennya, dia menyempatkan diri untuk menelepon pengacara Lee, yang memberitahukan apa yang mungkin terjadi dan meminta Jennie untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin.
Kemudian kedatangannya di perusahaan disambut dengan amukan Solar yang menyeretnya ke ruang rapat dan mengungkapkan ketidaksetujuannya.
"Kau--"
"JENNIE KIM!"
Kalimat Solar terpotong oleh suara pintu dibanting dan beberapa orang memasuki ruang rapat. Jennie berbalik, hanya untuk menemukan Presdir Song berdiri di hadapannya dengan wajah memerah dan tatapan marah. Orang-orang di belakangnya adalah tim terkait yang tadi dibicarakan Jennie.
Jennie berdiri dari tempat duduknya, lalu membungkuk dengan sopan untuk menyapa sang Presdir. Jantungnya berdegup kencang memikirkan apa yang akan dihadapinya, tapi ia berusaha untuk tidak menunjukkan kegugupan apapun.
"Anda sudah datang, Presdir." Sapanya.
Tatapan pria paruh baya itu sama sekali tidak bersahabat, tekstur wajahnya yang tegas mendukung tatapan marahnya sehingga menjadi lebih kental dan membuat suasana di ruangan ini terasa lebih menyesakkan daripada sebelumnya. Masih dengan ekspresi yang sama, dia kemudian mendekat dan duduk di kursi istimewanya, melemparkan kertas yang sejak tadi berada digenggamannya ke atas meja.
"Apa ini?" Dia menunjuk kertas itu dengan sikap angkuh.
Sambil menelan ludah, Jennie mengumpulkan keberanian. "Surat pemutusan kontrak, Presdir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck In Her Shadow || Jenlisa ✔️
FanficSetiap perasaan yang masih tertinggal, membuat Lisa sulit untuk benar-benar pergi. Dia sudah mencoba, namun hatinya selalu memaksanya untuk menuju tempat yang sama, meskipun tempat itu tak lagi sama. (Gxg)