"Anda benar-benar berpikir kami tidak bisa menang, Tuan Song? Aku Lee Do-Hyun, kalau-kalau Anda lupa. Aku pernah menang melawan anak menteri yang memiliki koneksi di seluruh penjuru negeri hingga ke rumah Biru, jadi menghadapi Anda bukanlah hal yang sulit kalau aku boleh jujur."
Kepalan tangan Jennie mengendur saat mendengar Pengacara Lee berbicara dengan penuh percaya diri. Pria itu sedang berusaha mempengaruhi lawan menggunakan latar belakangnya, dan Jennie tahu bahwa nada suaranya yang angkuh sengaja dirancang untuk membuat Presdir merasa terintimidasi oleh mereka.
"Ah. Kau terdengar seperti pengawal pribadi Nona Kim, bukan pengacara. Apakah mengancam pihak lain diperbolehkan dalam hukum?"
Lee tersenyum kecut dan menyuruh Jennie untuk duduk lagi. Kemudian dengan postur tubuh yang tegap dan penuh percaya diri, dia menghadap Presdir tanpa sedikitpun rasa gentar di wajahnya. "Berbicara tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, bukankah itu sedikit memalukan? Anda juga telah melakukan banyak hal yang tidak diperbolehkan dengan cara apa pun, jadi mengapa aku harus memilih-milih apa yang harus kukatakan atau lakukan kepada Anda? Percayalah, Tuan Presdir yang terhormat, jika Anda bersikeras membiarkan kami menuntut Anda, maka kami akan melakukannya dan aku yakin 100 persen kami akan menang tanpa syarat. Kurasa Anda tahu bahwa aku tidak pernah mengingkari kata-kataku."
Sorot mata pria itu menunjukkan bahwa dia merasa terancam. Jika itu adalah orang lain, mereka pasti akan menyerah dan mundur karena mereka setidaknya dapat membaca kartu Jennie dan memprediksi kejatuhan mereka. Namun karena Song adalah orang kuat yang narsis dan baru saja mengecap apa itu kekuatan yang sesungguhnya, dia percaya bahwa dirinya dapat menaklukkan dunia. Sayangnya, langkah apapun yang dia ambil selain mundur hanya akan sia-sia, Pengacara Lee dapat menjamin hal itu.
Pengacara Lee dengan tenang duduk kembali. Dia tersenyum penuh kemenangan dan mengulurkan tangan untuk meminta semua orang lebih tenang. Sekarang mereka unggul dalam permainan. Jennie menyipitkan mata dalam kelegaan.
Tidak adanya jawaban dari Presdir membuat Pengacara Lee kehilangan kesabaran. "Jangan membuang waktuku, Presdir Song." Gertaknya.
Presdir Song melihat ke arah orang-orangnya, semua yang di sana terlihat putus asa dan tak ada yang bisa memberikan solusi. Keheningan mereka membuatnya mengepalkan tangan dan menyipitkan matanya dengan putus harapan, dan Jennie berharap itu pertanda bahwa dia tidak perlu tinggal di ruangan ini lebih lama lagi.
Dalam keheningan, sekretaris Presdir tiba-tiba mendekat dengan raut wajah khawatir, sambil membawa telepon genggam dan menyerahkannya kepada Presdir. Dia juga membisikkan sesuatu yang membuat mata Presdir Song terbelalak, namun Jennie tidak bisa menebak apa yang terjadi.
"Permisi sebentar." Kata Presdir Song. Dia berdiri dan berjalan pergi untuk menjawab telepon tersebut.
"YA? Presdir Kang, kau harus memikirkannya. Maksudku--bukan, bukannya kami mempersulit, hanya saja ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Kenapa...kenapa Anda menginginkannya? Ah, maaf. Aku benar-benar tidak tahu kalau dia--ya, kami akan melakukannya selama kerja sama kita berlanjut. Apa tidak apa-apa? Ya, tentu saja kami punya model lain. Baik, aku mengerti... terima kasih. Maaf atas kesalahpahaman ini."
Segera setelah dia menyelesaikan panggilannya, Presdir Song kembali kepada mereka. Wajahnya terlihat lebih tegang dan sedikit takut jika Jennie tidak salah mengartikan. Dia menyerahkan telepon itu kepada sekretarisnya sebelum dengan gerakan lambat kembali duduk di kursi. Sambil menyeka wajah, dia menatap kuasa hukumnya seolah-olah memastikan benar-benar tak ada lagi yang bisa mereka lakukan. Pria tua itu kemudian mengembuskan napas panjang.
"Aku tidak tahu kalau kau memiliki hubungan dengan Madame Company, Jennie."
Mata Jennie membelalak mendengarnya. Ia mengerutkan kening sambil berusaha memahami. "Ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck In Her Shadow || Jenlisa ✔️
FanficSetiap perasaan yang masih tertinggal, membuat Lisa sulit untuk benar-benar pergi. Dia sudah mencoba, namun hatinya selalu memaksanya untuk menuju tempat yang sama, meskipun tempat itu tak lagi sama. (Gxg)