Bagian 38

1.5K 181 17
                                    

Day 7

"Apakah kita tidak seharusnya pergi ke rumah sakit?"

Suara cemas Jisoo mengalun saat sedang melihat alat pengukur suhu di tangannya. Kerutan tipis di dahinya tercipta saat angka yang ditunjukkan oleh alat tersebut melebihi batas normal. Jennie, bagaimanapun, tetap bersikeras meskipun telah dibujuk berulang kali ia tetap tidak mau dibawa ke rumah sakit.

Jisoo sendiri bisa sampai di sini setelah tak mendengar kabar dari Jennie selama beberapa hari. Karena khawatir dia akhirnya menghampiri apartemen Jennie untuk memeriksanya dan betapa terkejutnya dia saat petugas keamanan mengatakan bahwa Jennie sudah tidak keluar dari kamarnya selama berhari-hari. Ia harus meminta pintu dibuka paksa karena tak ada jawaban dari dalam. Rupanya Jennie mengalami demam tinggi dan tak bisa bangun dari tempat tidur.

Jisoo sudah berada di sini sejak pukul sepuluh pagi. Ia membuat makanan, membelikan obat, membantu membersihkan apartemen yang seperti kapal pecah dan mengisi kulkas yang kosong dengan banyak bahan makanan.

Ia tidak ingin sesuatu terjadi pada gadis ini. Selain karena Lisa secara pribadi telah meminta bantuannya di Sungai Han untuk menjaga Jennie dan mengawasinya hingga dia setidaknya baik-baik saja setelah Lisa pergi, ia juga merasa iba melihat betapa hancurnya wanita ini. Ternyata hal ini sangat mempengaruhinya sehingga dia mengalami demam sekarang. Jisoo bahkan tak yakin apakah Jennie sudah makan dalam beberapa hari terakhir karena tidak ada tanda-tanda memasak di tempat ini.

"Kau bisa duduk? Kau harus makan, Jen. Aku sudah membuatkan bubur abalon." Jisoo berkata setelah meletakkan semangkuk bubur di atas nakas.

Tubuh Jennie yang terbungkus selimut bergerak sedikit, kepalanya menggeleng pelan. "Aku tidak lapar."

"Tapi kau sedang sakit."

"Aku baik-baik saja. Kau boleh pulang."

Memutar matanya pada sikap Jennie, Jisoo menghela napas. "Kau sedang menyiksa dirimu sendiri atau bagaimana? Suhu tubuhmu sangat tinggi, bagaimana mungkin kau baik-baik saja? Kau harus makan Jennie, atau kau akan mati."

Napas Jennie yang berat disertai dengan erangan lemah terdengar saat ia menarik selimut yang menutupi wajahnya dan mencoba untuk duduk. Jisoo membantunya saat melihatnya sedikit kesulitan, meletakkan bantal di punggungnya dan membuat posisi duduk Jennie senyaman mungkin.

Wajah Jennie terlihat sangat pucat sehingga Jisoo merasa kasihan padanya. Ia tidak percaya bahwa masalah cinta ternyata bisa membuat seseorang tersiksa luar dalam.

"Aku lebih baik mati."

Tangan Jisoo yang hendak meraih mangkuk bubur terhenti begitu mendengarnya. Ia terdiam sejenak dan kemudian menatap Jennie dengan penuh tanda tanya, mencoba mencari tahu apakah Jennie bersungguh-sungguh dengan perkataannya. Ia melihat mata Jennie gelap seperti kematian, ekspresinya tidak bernyawa dan tatapannya kosong tak bersemangat. Kata-kata barusan sepertinya benar-benar keluar dari hatinya.

"Kau bodoh?"

Jennie tersenyum pahit dan menarik napas dalam-dalam, mengisi paru-paru dan tubuhnya yang lemas dengan sedikit udara. "Ya, karena itulah aku menerima semua ini, karena kebodohanku. Bukan begitu?"

Ia memandangi wajah Jennie yang tampak seperti penghuni panti rehabilitasi. Kondisi wanita ini sangat menyedihkan. Ia kemudian menghela napas muram. "Jennie. Ini bukan akhir dari segalanya, kau tahu?"

Jisoo tahu bahwa meneriakkan rentetan kata-kata penyemangat pada seseorang yang diliputi kesedihan dan dilahap rasa sakit tidak ada gunanya, tapi setidaknya dia harus mencobanya.

"Aku hanya memiliki dia. Tanpa dia, apa yang harus kulakukan?"

"Itu tidak benar. Kau punya teman, keluarga, dan penggemarmu di luar sana."

Stuck In Her Shadow || Jenlisa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang