"Jennie, maafkan aku. Apapun yang membuatmu marah, maafkan-ah, sial."
Lisa mengusap wajahnya dengan telapak tangan ketika merasa kalimat itu lagi-lagi terasa tidak pas. Ia sudah duduk di lobi hotel selama satu jam lebih sambil merangkai kata-kata untuk meminta maaf pada Jennie, tapi selalu berakhir dengan kegagalan. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, dan ia takut Jennie akan semakin kesal dengan perkataannya.
Membuat Jennie tidak nyaman saat berada di sini adalah sesuatu yang tidak ingin dia lakukan. Namun, ia akhirnya membuat itu terjadi dengan pertanyaan yang seharusnya tidak ia tanyakan secepat itu.
Sebuah buket bunga tulip putih menemani kegelisahan Lisa bersama dengan rangkaian kata-kata di kepalanya yang sedang ia coba susun. Ia memandangi bunga-bunga itu, menghembuskan napas pelan, lalu memejamkan mata untuk fokus. Sebelum kalimat yang sempurna dan pas tersusun, ia sama sekali tidak akan bisa menghampiri Jennie di kamarnya.
Untuk itu, ia berakhir menghabiskan waktu satu jam lagi sampai akhirnya memiliki keberanian untuk meninggalkan lobi dan sekarang berdiri di depan pintu kamar Jennie. Setelah menekan bel sekali dan mendengar suara Jennie dari dalam, Lisa membetulkan postur berdirinya dan menyunggingkan senyum di bibirnya.
Dalam hitungan detik, pintu pun terbuka. Jennie muncul dengan hanya mengenakan jubah mandi dan rambut setengah basah, tampaknya baru saja selesai mandi. Napas Lisa tercekat saat mereka saling menatap dalam diam, Jennie dengan tatapan tajam yang membunuhnya.
"Hai," Lisa dengan bodohnya mengangkat tangan dan tersenyum lebar, membuat Jennie mengangkat sebelah alisnya. "M-maksudku, hei. Apa aku... uhm... mengganggumu?"
Jennie menatapnya datar, lalu memutar mata. "Apa yang kau lakukan di sini?"
"Eh... ini..." Menelan ludah, Lisa kemudian menatap matanya dan menyodorkan bunga di tangannya tepat di depan wajah Jennie. "Aku ingin meminta maaf. Aku tidak tahu apa kesalahanku—ah tidak..tidak, maksudku, aku salah telah membuatmu kesal dan maafkan aku. Jika kau ingin aku melakukan sesuatu untuk membuatmu merasa lebih baik, katakan saja, aku akan lakukan apapun. Bukan berati aku memaksamu untuk memaafkanku, hanya saja...maafkan aku, Jennie." Ucapnya dengan kecepatan yang melebihi kecepatan cahaya.
Kepalanya tertunduk saat ia melihat ekspresi yang ditunjukkan Jennie, menyadari bahwa kekakuan dan keterbatasannya dalam menuturkan apa yang seharusnya menjadi kalimat sederhana membuat Jennie semakin jengkel. Terlihat jelas dari wajah wanita itu bahwa dia sama sekali tidak tersentuh atau semacamnya, ekspresinya masih masam dan datar.
Kegagalan terlihat jelas di depan mata Lisa, sampai Jennie berkata, "Masuklah." Sambil mundur sedikit, memberinya jalan.
Lisa tahu dia tidak boleh terlalu senang, jadi setelah beberapa saat terdiam, dia mengangguk tersenyum dan masuk ke kamar Jennie. Rasanya canggung, auranya aneh dan tidak bisa dijelaskan. Ruangan itu terasa jauh lebih dingin saat ia mengikuti punggung Jennie yang berjalan di depannya.
"Sial." Lisa berbisik pelan, menyadari situasi seperti apa ini.
"Kenapa?" Jennie rupanya mendengar dan menoleh ke arahnya.
"Ya? Ah, bukan apa-apa. Aku hanya gugup."
Menelan ludah, Lisa memalingkan wajahnya, menatap apa saja asal tidak pada Jennie atau lehernya yang indah dan terekspos. Tidak pantas untuk merasa seperti ini saat situasinya seserius ini, tapi jangan salahkan Lisa karena jubah mandi yang menempel di tubuh Jennie memamerkan lekuk tubuhnya yang sempurna. Butiran air yang jatuh dari rambutnya dan mengalir ke lehernya juga tidak membantu.
"Apakah kau akan terus berdiri di sana atau bagaimana?"
Tanpa disadari, Jennie sudah duduk dengan tangan bersilang di tempat tidur. Seolah-olah itu adalah perintah, Lisa mengesampingkan pikiran lain dan duduk di sofa di seberang Jennie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck In Her Shadow || Jenlisa ✔️
FanficSetiap perasaan yang masih tertinggal, membuat Lisa sulit untuk benar-benar pergi. Dia sudah mencoba, namun hatinya selalu memaksanya untuk menuju tempat yang sama, meskipun tempat itu tak lagi sama. (Gxg)