Between Us
Gistha mengeluarkan tiga kotak bekal dari lunch bag untuk makan siangnya bersama Erdan dan Aidan di common area yang ada di rooftop gedung Graha Citra. Meski tidak tiap hari, ada kalanya Gistha menawarkan diri untuk membawakan bekal dengan alasan sedang melatih kemampuan memasaknya.
Aidan membuka thermal lunch box yang Gistha berikan padanya. Kotak empat sekat berisi nasi, tiga buah perkedel, sambal kecap, dan sebuah mangkuk stainless berpenutup yang berisi sop iga.
Gistha menatap kedua teman lelakinya itu dengan tersenyum. "Semoga kalian suka."
Erdan menatap datar kotak makan di hadapannya yang belum juga ia sentuh. Ia tak pernah meragukan kemampuan memasak wanita itu. Hanya saja, dari sekian banyak olahan yang wanita itu kuasai, kenapa harus menu itu?
Gistha tak mungkin lupa jika itu adalah menu favoritnya. Wanita itu sangat hapal apa yang disukai dan tidak disukai oleh dirinya juga Aidan. Namun, mengingat apa yang terjadi tempo hari, aneh rasanya jika Gistha menyuguhkan makanan itu padanya sekarang. Apa ini upaya Gistha untuk memperbaiki hubungan mereka seperti semula, seperti sebelum Erdan menyatakan perasaannya?
Yang benar saja.
"Hmm ... it's quite good." Aidan memuji masakan Gistha seperti yang biasa ia lakukan. "Kayaknya kamu beneran harus buka 'Rumah Makan Madam Gistha'."
Gistha tertawa mendengar cetusan ide yang beberapa kali lelaki itu lontarkan. "Harus banget pakai 'Madam'?"
"Biar ada kesan bule-bulenya. Segala hal tentang Indonesia yang dikerjakan sama orang bule biasanya banyak lakunya," papar Aidan seraya membenarkan letak kacamatanya yang melorot. "Jadi sebutan 'madam' mungkin bisa bikin penjualan meningkat."
"Itu nipu dong namanya. Aku kan bukan bule. Murni pribumi."
Selama beberapa saat, keduanya sibuk menimpali argumen satu sama lain, hingga menyadari jika Erdan tak sedikit pun bersuara.
Gistha menoleh pada Erdan yang duduk di seberang meja, menatap lelaki itu yang hanya memandang tanpa minat masakan yang dibawakannya. "Er, kenapa? Kamu nggak suka?”
Erdan tersentak sebelum balas menatap Gistha. “Kamu yang paling tahu makanan kesukaanku. Jadi, nggak mungkin aku nggak suka.”
"Terus, kamu kenapa?" tanya Gistha lagi. "Ada masalah?"
Kamu masalahnya! Ingin rasanya Erdan menjawab seperti itu. Namun, laki-laki itu hanya mampu menggeleng dan tersenyum. "Cuma kecapekan aja karena ada beberapa proyek yang harus kelar minggu ini." Ia lantas berdiri dan membawa kotak makan siang yang Gistha berikan. "Makasih makanannya. Ini aku makan di ruanganku aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Change the Word
Romance"Erdana Alfarendra." Bagaimana bisa pemilik nama itu berada di hadapannya? Bukan karena tidak suka, bukan karena benci, tapi pemilik nama dengan tampilan fisik yang nyaris sempurna itu, seharusnya tidak ada di dunia nyata. Ia hanyalah tokoh fiksi da...