6. Satu Sama

150 36 30
                                    

Di kafe miliknya, di salah satu kursi, Gihan tergelak saat menanggapi cerita Nila tentang Alfa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di kafe miliknya, di salah satu kursi, Gihan tergelak saat menanggapi cerita Nila tentang Alfa. Pria itu justru menganggap keanehan Between Us yang Nila ceritakan sebagai candaan.

“Jangan-jangan kamu cenayang,” ujar Gihan sambil terkekeh geli.

“Jadi horor nggak, sih?” Nila menanggapi serius.

Tawa Gihan kembali pecah. “Kalau kamu beneran cenayang, aku bisa minta diramal, dong.”

“Giii ...,” erang Nila karena lelaki itu sama sekali tak menanggapi serius kata-katanya.

“Kebetulan aja kali.” Gihan menenangkan seraya mengacak rambut Nila. “Udah, jangan terlalu dipikirin.”

Nila mendecak sambil merapikan rambutnya. “Gimana nggak overthinking, kalau setelah 26 tahun aku hidup tiba-tiba jadi cenayang?”

Lagi, Gihan tertawa, sebelum akhirnya ia beranjak karena salah satu pegawai memanggil untuk membicarakan urusan internal kafe.

Paper ‘n Cup Cafe.

Sesuai namanya, “kertas dan cangkir”. Kafe yang sudah Gihan rintis sejak masih kuliah itu mengusung tema library cafe.

Paper ‘n Cup tak hanya menyediakan secangkir minuman sebagai sajiannya, tapi juga berbagai buku bacaan yang tertata rapi memenuhi rak-rak tinggi yang menutupi hampir seluruh sisi dinding, menjadikan tempat itu punya daya tarik tersendiri dibanding kafe lainnya.

Nila mengambil gelas vanilla latte-nya, menyesap isinya sambil mengedarkan pandangan mata pada suasana kafe yang masih lengang di Minggu pagi. Namun, matanya seketika melebar, bahkan nyaris tersedak saat melihat Gistha dan seorang pria berkacamata memasuki kafe itu.

Jika ia menolak terlibat dengan Alfa, maka ia tak seharusnya terlibat dengan Gistha. Terlebih lagi, melihat visual pria yang datang bersama Gistha, Nila yakin seribu persen bahwa itu adalah Aidan Rajendra, membuatnya semakin yakin jika asumsinya tentang Between Us yang berubah jadi nyata memang benar-benar terjadi.

Nila buru-buru memasukkan ponsel ke dalam tas, lalu buru-buru beranjak dari kursi.

“Lho, Nila?”

Nila merutuk dalam hati. Apa gerakannya terlalu lamban hingga dua kali upayanya untuk kabur terus mengalami kegagalan?

Mau tak mau, Nila menoleh pada Gistha. Berpura-pura baru melihatnya. “Eh, Gistha.”

“Sama siapa? Sendiri?” tanya Gistha dengan senyum ramahnya.

Baru akan menjawab, Nila melihat Gihan keluar dari ruangannya. Ia reflek menggerakkan kepalanya ke arah Gihan yang kini berjalan mendekat. “Teman.”

Gistha menoleh ke arah yang Nila tunjuk, membuat senyumnya semakin lebar. “Hai, Gi.”

Mata Nila mengerjap beberapa kali. “Kalian saling kenal?”

Change the WordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang