16. Muffin

142 6 2
                                    

"Pulang sama siapa, Nil?" Sinta langsung bertanya saat melihat Nila masuk ke rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pulang sama siapa, Nil?" Sinta langsung bertanya saat melihat Nila masuk ke rumah. "Kayaknya tadi bukan Gihan."

Sinta jelas menunjukkan jika wanita itu mengintip kedatangannya dari kaca jendela. Hal yang jelas membuat Nila malas menjawab jujur.

"Taksi online," jawab Nila sambil lalu, malas ditanyai macam-macam. Ia sudah cukup lelah karena harus berdebat dengan Alfa. Apalagi dirinya--lagi-lagi--seakan kalah suara. Setiap Alfa memohon dan merayunya agar mau membantu, Nila selalu kalah mempertahankan keputusannya. Padahal, sejak awal ia sudah memantapkan diri untuk tidak lagi terlibat dengan Alfa dan kisah hidup lelaki itu.

"Oh, mama pikir kamu pulang sama Alfa," seloroh Sinta. "Mobilnya sama soalnya."

"Pabrik ngerakit mobil nggak cuma satu biji, Ma," sahut Nila tanpa minat. Tak mungkin ia menjawab jujur bahwa dirinya nebeng lelaki itu karena Gihan tiba-tiba mengabari harus berada di kafe lebih lama.

"Gimana hubungan kamu sama Alfa?"

Nila benar-benar jengah. "Nggak gimana-gimana. Mama berharap apa?" Ia menatap Sinta dengan malas. "Anak Mama ini nggak berniat menjalin hubungan apa pun, dengan siapa pun. Jadi, berhenti melakukan hal yang nggak berguna."

Usai mengatakan itu, Nila berjalan ke arah tangga, menuju kamarnya di lantai atas.

"Mama cuma mau kamu punya pasangan," ucap Sinta. "Kamu masih 26 tahun, Nil. Masih muda. Kamu seharusnya nggak desperate terus-terusan sama hidup kamu. Kamu bisa cari pasangan yang bisa bikin kamu lebih happy. Senyum dan ketawa kayak dulu lagi."

Nila berhenti di tengah-tengah anak tangga, hidungnya menghela napas kasar, lalu menoleh pada Sinta. "Daniel, Bintang, semua pergi ninggalin aku. Apa itu belum cukup buat jadi alasan aku bersikap kayak gini?" Nila mencecap bibirnya yang terasa kering, sekaligus mengontrol diri agak tak kelewat emosi, karena bertengkar dengan mamanya adalah hal yang paling ia hindari. "Please, Ma." Nila memohon. "Hidup kayak gini adalah hidup paling menenangkan yang bisa aku jalani. Atau Mama lebih suka aku kayak dulu lagi? Kayak orang gila karena kehilangan orang yang aku sayang lagi?"

"Nila!" Sinta membentak, tak suka mendengar apa yang Nila ucapkan.

"Please, Ma." Suara Nila melirih, memohon sekali lagi. "Aku cuma mau aku hidup tenang. Aku udah bahagia sama hidup aku yang sekarang. Itu udah cukup."

🔸🔸🔸

Jam 10 pagi, Alfa yang baru selesai mandi menoleh ke arah mamanya yang masih sibuk di dapur. Jelasnya bukan untuk memasak sarapan karena mereka sudah selesai santap pagi dua jam yang lalu. Namun, dibanding bertanya pada Cemara, Alfa justru berjalan ke ruang tengah, menghampiri Reno yang duduk di lantai, tampak sibuk mengerjakan sesuatu di laptopnya.

Sambil mendudukkan diri di sofa belakang Reno, Alfa bertanya, "Mama ngapain, sih? Sibuk amat dari tadi."

Sekilas, Reno menoleh ke arah dapur. "Lagi bikin muffin."

Change the WordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang