Meski waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, Alfa masih harus merampungkan konsep desain rumah salah satu kliennya. Namun, saat baru menyalakan layanan streaming radio melalui PC untuk menghapus sepi di ruangannya, ia justru menangkap suara Nila yang tengah siaran.
Usai mematikan sepihak teleponnya tempo hari, Nila benar-benar sulit dihubungi. Wanita itu menolak semua panggilan teleponnya, membuat Alfa berpikir, apa Nila sudah tidak mau membantunya lagi? Namun, jika dipikir lagi, siapa juga yang bersedia membantunya bila berada di posisi Nila? Apalagi Nila jelas tidak mendapat keuntungan atau kerugian apa pun bila membantunya.
Lalu, apa Alfa harus menyerah karena hal itu? Bukankah di akhir Between Us, Gistha akhirnya menerima perasaan Aidan? Bukankah itu berarti alasan yang Gistha gunakan untuk menolaknya bisa ia patahkan?
Between Us versi asli sempat menjelaskan jika Gistha sebenarnya punya perasaan pada Erdan. Hanya saja, wanita itu dilanda bimbang karena perasaan yang sama besar juga tercurahkan pada Aidan. Gistha sengaja menggunakan embel-embel “persahabatan” hanya agar dirinya tidak perlu memilih, juga tidak perlu kehilangan salah satunya.
Entah itu tamak atau bukan, tapi seharusnya Alfa tahu kapan dirinya harus berhenti. Katakan saja dirinya memang kelewat tolol, kelewat bucin. Bahkan setelah membaca akhir Between Us, serta tahu alasan utama Gistha lebih memilih Aidan dibanding dirinya, Alfa masih saja tak mau menyerah. Padahal, ia tahu betul bahwa nilai plus yang membuat Aidan terpilih, selamanya tak akan bisa Alfa miliki.
“Dari dulu, gue udah suka sama dia sampai akhirnya bisa jadian. Gue selalu coba untuk jadi yang terbaik buat dia.” Suara Nila kembali terdengar saat Alfa sibuk dengan pikirannya sendiri. “Gue berusaha agar selalu ada buat dia. Tapi, sometimes gue ngerasa kalau gue no one di mata dia.”
That’s it! Alfa bukan no one di mata Gistha. Ada namanya di hati dan pikiran Gistha. Wanita itu hanya sedang bimbang.
Sekali saja, selagi ada kesempatan, Alfa ingin mengubah pikiran Gistha. Ia ingin meyakinkan wanita itu bahwa memilihnya bukanlah kesalahan. Mungkin dirinya memang tak akan bisa menjadi seperti Aidan, tapi Alfa berani berjanji bahwa dirinya akan melakukan yang lebih baik dari Aidan.
...
“Gue nggak tahu harus ngapain lagi.” Nila lanjut membacakan isi pesan yang dikirim pendengarnya. “Gue udah coba mengambil jarak. Berharap dia bakal sadar kalau gue menghilang. Tapi, jangankan sadar, dia bahkan nggak sedikit pun nyariin gue. Rasanya bener-bener capek.”
Sudah jadi agenda mingguan tiap Jumat malam, Nila akan membawakan program di mana ia membacakan curahan hati yang dikirimkan oleh pendengar Amore Radio. Konsep program zaman jadul yang selalu punya tempat di hati pendengarnya.
Nila menarik napas. “Hmm, bingung pasti antara mau stay atau udahan aja. I know the feelings because I’ve been there. Rasanya capek menjadi orang yang excited dan fighting sendirian. Nobody wants to be in love alone, right?” Nila diam sesaat seolah memberi waktu untuk menjawab. “But ... gue rasa, nggak ada salahnya lo coba omongin apa yang lo rasain. Tentang apa yang lo suka dan nggak suka. Tentang apa yang lo mau dan nggak mau. Karena tanpa diomongin, lo nggak akan tahu, apa sebenarnya dia udah lost interest sama lo atau sebenarnya ini cuma masalah komunikasi aja. Masalah perbedaan cara saling mencintai aja.” Lagi, Nila menjeda sejenak. “Trust me. If someone really wants to stay with you, they will. Siapa pun itu bakal berusaha untuk saling mengimbangi. Tapi, kalau pada akhirnya dia memilih pergi, he or she doesn’t deserve you.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Change the Word
Romance"Erdana Alfarendra." Bagaimana bisa pemilik nama itu berada di hadapannya? Bukan karena tidak suka, bukan karena benci, tapi pemilik nama dengan tampilan fisik yang nyaris sempurna itu, seharusnya tidak ada di dunia nyata. Ia hanyalah tokoh fiksi da...