1. Pacar?

270 116 67
                                    

Kalau menemukan komen yang tidak sesuai, itu karena ini versi revisi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau menemukan komen yang tidak sesuai, itu karena ini versi revisi.

...

“Erdana Alfarendra,” ucap pria tanpa ekspresi yang berada di seberang meja sambil mengulurkan tangan.

For God sake! Nila mengerjap beberapa kali. Dirinya tak salah dengar, kan?

Telinganya mencoba menangkap suara lain untuk memastikan bahwa indera pendengarannya masih berfungsi dengan baik. Hal itu membuatnya untuk beberapa saat bergeming dengan kening berkerut, hingga senggolan siku dari sang mama berhasil mengembalikan fokusnya.

Nila berdeham sejenak, kemudian membalas uluran tangan pria itu. “Danastri Anila Ruby.”

Di malam minggu yang sejuk, di salah satu restoran yang menyajikan menu makanan western, Sinta—mama Nila—mengajak putri semata wayangnya itu untuk makan malam bersama Cemara, sahabat masa sekolahnya dulu, sahabat yang dipertemukan lagi pada acara reuni setelah puluhan tahun terpisah.

Temenin meet up sama teman lama mama.”

Itu yang Sinta katakan untuk menyeret Nila ikut dengannya. Nila tak bodoh untuk memahami jika acara makan malam itu jelas punya maksud lain, terlebih jika melihat sahabat mamanya juga datang bersama sang putra. Namun, sebagai makhluk maha benar dalam rumah, apa kuasa Nila saat sang ratu telah menitahnya untuk ikut?

Nila menghela pasrah, duduk di hadapan pria berwajah manis rupawan dengan tinggi sekitar 180-an, dengan kulit berwarna tan, iris coklat kehitaman, serta rambut legam model dandy yang tertata homey tanpa gel atau semacamnya. Penampilan yang sebenarnya cukup menyegarkan mata.

Sayangnya, dibanding itu semua, ada hal yang mengganggu benak Nila.

“Tadi siapa namanya?” Nila memastikan sekali lagi jika rungunya masih berfungsi dengan sebagaimana mestinya. “Erdana Alfarendra?”

“Alfa.” Jawaban singkat yang terdengar ketus itu terlontar, tanpa ragu menunjukkan ketidakramahan dalam merespon pertanyaannya.

Nila hanya membalas dengan senyum datar. Tak terlalu peduli pada sikap tak bersahabat yang ia dapat. Fokusnya saat ini hanya satu, yaitu nama pria itu.

Kira-kira ada berapa banyak pria di dunia ini yang mempunyai nama “Erdana Alfarendra”?

“Sesama anak muda, duduk terpisah aja. Biar lebih nyambung ngobrolnya,” kata Cemara setelah setelah sempat menyikut lengan Alfa karena jawaban ketusnya.

Nila memasang senyum manis, meski meringis dalam hati. Halus sekali cara main kedua ibu mereka.

Nila akui pria di hadapannya itu memang mempunyai penampilan yang shining, shimmering, goodlooking dengan perpaduan kulit sawo matang dan tubuh tegap atletis idaman kaum hawa. Honestly, Nila tidak menolak ide duduk terpisah yang Cemara usulkan. Bukan karena Nila ingin menikmati his stunning face seorang diri, tapi dengan duduk berdua, ia bisa lebih leluasa memastikan bahwa makhluk di hadapannya itu bukanlah makhluk halus, astral, atau bahkan halusinasinya semata.

Change the WordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang