2

278 43 9
                                    

Betewe, nama emak ayahnya (Name) sama kayak di book BASS. Jangan spoiler, biarin yang gak tau baca sendiri, 🤫

╰(⸝⸝⸝´꒳'⸝⸝⸝)╯































Kami--- aku menerobos masuk ke dalam sekolah tanpa memedulikan abang Leo yang memasang wajah lebay sambil meminta maaf. Bukannya aku nggak menerima maafnya, tapi aku masih ngantuk dan segera pergi ke kelas untuk molor pagi. It's not problem because my friend yang piket pagi dan nggak bakalan kena marah.

And, bang Leo mengikuti ku sampai ke kelas. Ia yang sepertinya sudah menitipkan tasnya ke duo sengklek yang kebetulan ruang OSIS-nya ada di dekat kelas 2, jadi dia dengan santainya duduk di bangkunya Syifa, teman sebangku ku.

"Ayolah (Name), cerita kenapa gitu. Masa diem terus, padahal abangmu baru pulang dari luar negeri lho. Nggak ada sambutan khusus atau spesial gitu?"

Ye.

Abangku ngikut nenek dari ayah yang tinggal di Jepang, kami berempat memiliki kependudukan ganda. Jepang dan Indonesia. Because, kami lahir di negeri sakura itu. Tapi, ayah sama ibu pindah ke Indo pas umurku baru 2 tahun. Abang Leo ikut, tapi pas dia baru masuk SMP malah pindah balik ke Jepang. Paling enggak ya kami sekeluarga yang pulang ke Jepang buat ketemu, nggak lupa bawa nenek sama kakek dari ibu buat mabur ke sana pake motor mabur (pesawat terbang, istilah ngapak daerah authornya).

"Samlekom--- Astaghfirullah, (Name) kamu pagi-pagi udah bikin aku cuci mata aja. Maaf kak, kakak siapa, ya?"

Aku menoleh, Syifa itu anak ustadz yang ada di komplek sebelah. Hijabers, anak gaul tapi baik secara akhlak, walau kadang sama sepupunya-- Naga --bisa ngakak gak ketulungan.

"Abang gue."

"Bukannya abang mu dua doang?!"

"Tiga, emang gue belum cerita?"

"Kalo kamu udah cerita, ngapain juga aku nanya, Maemunah." Dia dengan hati-hati meletakan tas miliknya di dekat bangkunya, sementara ia duduk di bangku milik Naga yang kebetulan berada di depan bangku kami.

Bang Leo menghela napas, lalu menepuk bahu ku sambil berdiri. "Nanti siang cerita, atau ku colok itu mata kau." Ancamnya sambil berlalu. Aku hanya menatapnya sinis sambil mengangkat bahu sendiri.

"Eh, eh..." Syifa segera mendekat dan duduk di bangkunya, ia mulai melontarkan banyak pertanyaan. Ia minta penjelasan soal kakak pertamaku itu.

"Namanya Leonio, aku sama Kai manggilnya bang Leo, tapi kalau Ray manggilnya Bang Nio. Dia itu kakak paling tua, bukan Kai yang jadi anak sulungnya. Sejak SMP dia balik lagi ke Jepang, tapi emang dulu dia jarang keluar komplek juga dulu masih sulit ngomong bahasa sini, jadilah dia nolep. Terus dia baru balik dan mendadak banget, mana udah pindah." Aku menerangkan.

"Cih, (Name) mah enak. Abang-abangnya cogan semua, lah aku punya sepupu malah kayak setan." Tukasnya.

"Ngemeng apa kau bocah?!"

Nagara, sepupunya Syifa segera protes dan menggebrak meja namun segera di tahan sama Syifa. Sambil menarik kerah seragam bagian belakang, Syifa mengomel, "Ini pagi-pagi jangan buat rusuh. Piket pagi kau, giliran ku nanti siang."

"Nanti siang lu mau ekstra, kan? Jadi mendingan lu piket pagi, biar nanti---"

"Berisik sepupu setan, kau alasan biar kabur, kan? Sama anak kelas sebelah terus nongkrong di warungnya Mba Winda. Nggak aku kasih, piket cepet!"
















































Dua anak itu, memang sesat.

Mereka yang masih berdebat menjadi latar belakang suasana yang tidak terlalu mengganggu ku, justru yang menganggu adalah tubuhku sendiri. Saat ku tatap lamat-lamat tangan kiri ku, rasanya masih agak aneh kalau dirasakan benar-benar.

Rasanya tetap saja aneh.

Bukan seperti diriku yang dulu saat masih santai ikut tahun ajaran baru dengan modal akselerasi. Yah, walaupun baru sebentar dan tetiba sudah masuk isekai.

"WOI (SURENAME) (NAME) ANAK SETAN!"

Anjeng.

"APASIH?!"

Balasku kepada Naga yang baru selesai bawa toak masjid ke samping telinga ku, ia melemparkannya sembarang arah. Sambil berkacak pinggang, "Kesambet apaan lu? Ini masih pagi udah kena seret setan ke alam lain aja." Ucapnya.

Aku nyengir, "Gak tau."

Kalaupun aku tau dan ngomong ke kau, nggak bakalan paham atau percaya sama sekali ke ceritaku, wahai naga bangor. Sesat memang.

"Uuu.... Apakah (Name) yang geulis ini lagi mikirin cowok? Ku panggil Geng Wibu mau gak? Katanya kan, Watashi Ingin Bersama U." Oceh Syifa.

"Baco--"

"Afaan tuh manggil kita-kita? Mana bawa nyai (Surename) pula," ah sudahlah, Ipul si leader geng jamet itu langsung datang muncul dari balik pintu kelas, si Naga auto merinding sendiri dan Syifa auto melambai-lambai. "Oh, masalah cowo? Panggil aja namanya satu-satu nanti juga pada muncul cogan paripurna dari prindapan ini."

Dih, najis.

Walaupun mereka cogan-- ku akui-- tapi aku agak jengkel dengan kelakuan mereka yang bau jengkol. Tampangnya aja ganteng sama macho, giliran kelakuan kek bikin ngakak.

Contohnya Ipul yang dulu pernah gelut sama orang dan bikin sekolah hampir mengeluarkannya, aku pun malah yang kena imbas gegara gak sengaja lewat pas mereka lagi tawuran. Auto kena lempar batu padahal kagak salah apa-apa, jadilah ku laporkan.

Tapi eh tapi, aibnya cukup mencengangkan.

Dia....

"Berisik Pul, ini masih pagi. Ku cariin cacing and you mamfus."

"Setan, kau lebih muda janganlah ngancem anjeng!"

Dia auto ketar-ketir ketika aku yang bangun dan mendekati pot bunga di kelas, mengorek-ngorek tanah dan muncul cacing sehingga dia auto ngibrit ke kelasnya di lantai dua.

Aku kembali meletakan cacing tanah itu, sementara itu aku memanggil beberapa anggota geng jamet dari koridor sekolah lantai 1.

"Udin, Jamal, Asep."

Panggilan ku bak mantra bagi mereka, walau nama mereka terdengar biasa saja, tapi itu hanya sekedar panggilan bukan nama asli. Kalau nama asli mah, mereka udah the best. Bahkan beberapa diantaranya adalah anak blasteran, cuma otaknya yang agak miring makanya agak bego sama sesat.

Langsung itu mereka nyahut, tapi tidak turun. Aku pun melanjutkan, "Itu si Ipul jangan sampe kumat, kalo mulai lagi turun kalian ke sini dan ambil cacing--"

"UDAH WOI GUE TRAUMA!!"

Bisa ditebak, itu Ipul yang lagi ngumpet di kelas 11. Dasar laki kok cemen sama yang namanya cacing, walaupun uget-uget geal-geol tetap itu katanya ada manfaat buat penderita tipes.

"Dahlah (Name), kau punya temen kagak ada yang bener sama sekali, sesat semua noh." Komentar Naga sambil menghapus papan tulis dan merapikan meja guru.

"Kau ngatain diri kau sendiri atau gimana?"

"Anj-- Gak gitu!!"

"Mengaku aja dan kau itu sesat." Tutur Syifa yang duduk di bangkunya.

"Emang kau bukan temennya?!" -Naga.

"Gue sahabatnya, jadi beda."

"BEDA DARI MANANYA ANJENG?!" Teriak Naga sambil ngegas, tak lupa penghapus papan tulis yang melayang ke arah Syifa.













































































╰(⸝⸝⸝´꒳'⸝⸝⸝)╯

Ehehehehehehehehehe :)

Maaf belum up kemaren-kemaren, soalnya draf ku udah 10 chapter ilang, Huhuhu.....

Fall 2 [Boku No Hero Academia × Reader] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang