My twins Girl (01)

344 8 0
                                    

Disini lah Aira sekarang setelah pemberitahuan dari orang tuanya yang mengejutkan.

Aira menatap jendela mobil yang memperlihatkan rintik-rintik hujan.

Padahal pagi minggu tadi cerah, tapi setelah mereka menaiki mobil rintik-rintik hujan langsung berjatuhan seakan mengetahui kesedihan yang Aira rasakan.

Sedih? Tentu saja. Setelah 16 tahun merasakan kasih sayang yang berlimpah dari orang tuanya. Aira tidak rela harus membaginya untuk Iara yang katanya saudara kembar Aira.

Adi menatap Aira dari kaca mobil, dia bisa menangkap mata putrinya yang sedih. Begitu pun Ainun.

"Aira gak seneng punya adik?" tanya Ainun pelan.

Aira menoleh. Cukup lama terdiam akhirnya Aira menjawab. "Aku masih gak percaya," bisiknya pelan. Ainun melihat mata Aira yang berkaca-kaca meski ia mencoba menyembunyikannya.

"Aira harus bisa percaya karena sebentar lagi kita ketemu kembaran kamu," Adi menoleh pada Aira sekilas dan tersenyum hangat.

Aira hanya diam, tapi tangannya mengepal pelan.

"Kalau pun aku punya kembaran. Ayah sama Mama gak bakal lebih sayang dia kan? Kalian bakal tetap sama ke aku kan?" tanya Aira menyuarakan isi hatinya.

Ainun terkejut, ternyata ini yang ditakutkan putrinya. "Kasih sayang kami gak akan pernah berubah. Baik kamu dan Iara akan merasakan yang sama."

Aira tidak bisa lega. Di mimpinya banyak hal buruk yang terjadi, makanya Aira menyebutnya mimpi buruk dan selalu terbangun dengan nafas tersenggal. Aira selalu menangis ketika bangun dari mimpi. Takut hal itu terjadi dan sekarang mimpinya nyata.

Aira memejamkan matanya, kalau bisa Aira tidak mau memiliki saudara kembar.

Kenapa Iara tidak mati saja?

Aira membuka matanya terkejut, tidak menyangka apa yang hatinya katakan. Padahal Aira belum melihat bagaimana rupa saudara kembarnya dan bagaimana sikapnya. Tapi Aira langsung tidak suka pada Iara. Meskipun begitu tidak seharusnya Aira menginginkan kematian Iara.

"Kita sampai," ucap Adi.

Aira menatap tempat pemberhentian mereka. Di depan sebuah gang kecil yang kumuh, mobil besar mereka tidak akan bisa masuk.

"Kita turun? Tapi masih hujan, Ma, Yah."

Ainun tersenyum. "Cuman gerimis kecil gak akan bisa menghadang mama untuk menemui putri mama, sayang."

Belum apa-apa Aira sudah merasakan cemburu. Dia bisa membayangkan bagaimana Iara nanti merebut kedua orang tuanya. Aira tidak mau.

"Ayah udah bawa payung tadi," Adi menyodorkan payung pada Aira.

Aira menatap payungnya sebentar sebelum mengambilnya. Apa Aira tinggal di mobil aja? Tapi dia penasaran dengan tempat tinggal Iara.

"Aira ayo!" ajak Ainun melihat Aira melamun.

"Sebentar," pada akhirnya Aira melebarkan payungnya dan mengikuti kedua orang tuanya dari belakang memasuki gang kumuh tersebut.

Ketika kaki-kakinya yang terbalut sepatu ber-hak menginjak tanah gang itu. Aira memekik tertahan, lumpurnya lengket pada sol sepatu Aira dan itu menjijikan. Bau gang ini juga hampir membuat Aira muntah.

"Pasti dia miskin," gumam Aira.

Bukannya prihatin pada nasib Iara, Aira malah prihatin pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa gadis seperti Aira memiliki kembaran miskin? Apa kata teman-temannya nanti. Aira tidak sanggup membayangkan.

Mereka sampai pada sebuah rumah di ujung gang. Terhitung ada 15 rumah di dalam gang kecil ini, tapi rumah dihadapan mereka lah yang paling jelek. Pintunya sudah banyak tertambal kayu, kaca jendelanya pecah dan hanya di tutupi kain lusuh. Atapnya juga banyak yang bocor, lebih parahnya rumah ini terbuat dari kayu yang banyak bolongnya. Pencuri pun enggan mencuri disini.

Aira tidak mau masuk ke dalam! Aira bersumpah pasti dalamnya lebih buruk lagi.

Lain dengan Ainun yang sudah menangis kecil dalam pelukan Adi. Membayangkan nasib malang pada putrinya membuat Ainun sangat menyesal. Kenapa mereka baru menemukan Iara sekarang? Putrinya pasti sangat menderita.

Adi mengusap punggung Ainun. "Kamu tenang Ai, kalau Iara liat kamu hancur begini dia pun ikutan hancur."

"Aku sedih liat nasib Iara, mas. Gimana bisa saat Aira kita hujani cinta dan harta belimpah, Iara harus banting tulang demi sesuap nasi?"tanya Ainun parau.

Aira menghembuskan nafas kesal, ia tidak tahan lama-lama disini. Namun hatinya tak bisa berbohong, sesak dia rasakan ketika Ainun menceritakan hidup Iara yang menyedihkan.

Aira menurunkan payungnya, gerimis sudah berhenti walaupun cuaca masih mendung.

Beberapa orang yang lewat menatap mereka penasaran. Sampai ada seorang ibu-ibu berpakaian daster menghampiri mereka.

"Kalian ini siapa ya?"

Mereka menatap wanita itu, Ainun mengusap air matanya dan mengulas senyum. "Kami keluarga Iara yang sudah lama mencarinya."

"Iara? Gadis itu baru saja diusir dari kontrakan ini karena sudah menunggak lima bulan." ucap wanita itu bersamaan dengan petir di langit yang bersuara menyakitkan.

"Apa?!"

Wanita itu tersentak kaget. "I-iya, sayalah yang mengusirnya."

Aira menatap wanita itu sinis. Bagaimana rumah lusuh ini bisa dijadikan kontrakan?! Menjijikan tikus pun pasti tak sudi tinggal disini.

"Dimana sekarang putriku?!"tanya Adi sementara Ainun sudah kembali menangis tersedu-sedu.

Wanita itu mengangkat bahunya acuh. "Terakhir saya melihatnya bersama kakek tua satu hari yang lalu. Mungkin dia tinggal bersamanya."

Ainun merasakan gejola panas di dadanya, emosi. "Bagaimana kamu bisa setega itu mengusir putriku? Dia bahkan baru 16 tahun. Tidak bisa kah kamu memberinya keringan untuk membayar uang bulanan kontrakan?! Sekarang harus kemana lagi aku mencari putriku?!" Ainun kembali menangis.

Adi pun sama emosinya tapi dia tak ingin menunjukannya dan membuat wanita itu memancing keributan.

"Itu bukan salahku, dia saja yang menunggak membayar kost. Aku pun harus memberi anak dan suami makan. Lagian salah kalian juga, bagaimana bisa kalian meninggalkan Iara?!" tanya wanita itu sinis.

Mereka tak menjawab hanya sibuk memirkan spekulasi-spekulasi yang akan terjadi.

"Apa kamu tahu siapa kakek tua itu?" tanya Adi dengan dingin.

"Kakek itu adalah seorang pemulung yang sering mencuri botol-botol plastik disini. Dia selalu datang setiap sore mencuri apapun yang bisa dijual tanpa izin."

"Apa kakek itu jahat?" tanya Ainun dengan cemas.

"Mana ada pencuri yang baik!"

"Dih, ada kok." Gumam Aira menatap wanita berdaster itu geli.

"Baiklah, terimakasih atas infomu."

Setelah kepergian wanita itu, mereka ikut pergi keluar dari gang itu.

"Sekarang apa?" Tanya Aira.

"Kita akan kembali nanti sore," Ainun menghembuskan nafas frustasi. Baru saja dia akan bertemu putrinya, tapi nasib belum mengizinkan ternyata.

"Tenanglah, Ayah bakal mencari rumah kakek itu."

Mereka kembali kerumah dengan perasaan yang berbeda-beda tapi pikiran yang sama;Iara.

See you next part~♥️
ListaChoco^^

My Twins Girl (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang