"Iara sekarang istirahat aja, ya?" Kata Ainun mengecup dahi Iara sebelum pergi meninggalkannya bersama Adi.
Iara menatap Aira yang terdiam.
"Aira aku—" belum selesai ucapannya Aira keburu pergi tanpa permisi.
Iara bingung, apa dia melakukan sebuah kesalahan?
Aira yang baru saja keluar dari kamar Iara menahan kesal. Kamar Iara terletak di paling ujung, dan ukurannya tak sebesar kamar Aira apalagi sebagus kamarnya.
Masuk ke dalam kamarnya, Aira mencari gunting usai menemukannya ia memandangi dirinya lewat cermin seraya mengangkat gunting.
Memejamkan mata Aira membuat gerakkan akan memotong rambut. Tapi gerakkan itu terhenti di udara. Aira membuka matanya dan memandang dirinya dari cermin.
Jika Aira memotong rambutnya, maka semua kenyataan ini akan sama seperti mimpi. Tidak! Aira harus merubah semuanya. Kenapa harus Aira yang memotong rambut? Kenapa tidak, Iara saja?
Aira menyeringai lebar.
Ya. Kenapa tidak Iara saja?
Aira kembali tergesa-gesa ke kamar Iara. Setelah memastikan Ainun dan Adi sibuk berdiskusi di ruang tamu, Aira masuk ke kamar Iara dan mengunci pintu.
Iara yang sedang mengagumi kamar barunya terkejut begitu melihat Aira mengunci pintu kamar. Dia langsung gugup ketika melihat Aira membawa gunting.
"A-aira?" Panggil Iara.
Aira rasanya ingin mencoret wajah di depannya hingga tidak mirip dengan wajahnya. Aira tidak suka. Rasanya sangat menyebalkan harus melihat wajah yang sama persis dengannya ini.
"Rambut Lo," Aira sudah berdiri di depan Iara. Tangannya terulur memegang ujung rambut Iara. "Lo suka?"
Iara mengangguk semangat, matanya berbinar begitu Aira bertanya.
"Ini harta yang paling berharga bagi aku," balas Iara tersenyum.
Aira tersenyum puas. Jika Iara merebut segalanya dari Aira lewat mimpi, maka Aira akan merebutnya kembali lewat kenyataan. Akan lebih menyakitkan tentu saja.
Mengangkat guntingnya di hadapan Iara, seolah memamerkan benda tajam yang bisa kapan saja menusuk perut Iara dan mengeluarkan isinya.
"Kita kembar kan?" Tanya Aira.
Iara mengangguk namun matanya terfokus pada gunting tersebut dan menelan ludah gugup.
"Gak ada perbedaan diantara kita. Gimana nanti mama sama papa bisa bedain kita?"
"Lewat suara," balas Iara yakin. "Suara aku dan kamu berbeda, loh. Meski samar-samar tapi suara kita berbeda."
"Oh," kata Aira cuek, ia mengambil sejumput rambut Iara lagi.
"Gue ini adalah pemotong yang handal, kata mereka," Aira tersenyum hingga kedua matanya menyipit, terkesan dipaksa.
"Oh, ya?"
"Mau bukti?"
Iara mengangguk.
"Duduklah," Aira memegang kursi di depan meja rias. "Akan gue buktikan."
"Y-ya?" Kata Iara yang mulai mengerti. "Kamu bakal motong rambut aku, Aira?"
"Ya, kenapa gak?" Ujar Aira cuek. "Lagipula gue gak suka kita mirip hampir gak bisa dibedain. Gue gak mau motong rambut gue, ini terlalu berharga."
"Tapi—"
"Iara," potong Aira tenang. Melihat langsung pada mata Iara. Semua memori dalam mimpinya masih Aira ingat dengan jelas, selalu berulang tiap malam bahkan Aira mencatat dalam buku khususnya itu. Jika Iara yang rambutnya di potong, mungkin semua akan berbeda, 'kan?
"Gue yakin Lo bakal lebih cantik lagi," kata Aira meyakinkan. "Lo kurang terawat, Iara. Gue ini kembaran Lo. Gimana kalau ada yang ngejek Lo? Gue gak tega," Aira memasang wajah lesu.
Tiba-tiba Iara bersedih. Itu benar. Bagaimana jika 'orang itu' tau dan mengejeknya lagi?
"Jadi...," Aira memberi jeda dan tersenyum lebar. "Biarin gue mengubah Lo jadi lebih cantik lagi."
Tersenyum ikhlas, Iara mengangguk. Aira adalah kembarannya, Iara harus percaya. Dia akan merelakan rambutnya di potong oleh Aira. Walaupun diam-diam sudut mata Iara sudah berair. Rasanya sedih mengingat ia selalu merawat rambut ini dan tidak mengizinkan ibu panti memotongnya.
Aira tersenyum penuh kemenangan. Di tatapnya helaian panjang rambut Iara. Guntingnya sudah terjulur dan perlahan gerakkan memotong pun dibuat Aira. Helainya yang sudah terlepas berjatuhan ke lantai begitu saja.
Setiap helaian yang jatuh membuat Aira diam-diam merasa sangat puas. Harusnya memang begini. Dasar mimpi payah, Aira tidak akan membiarkan semua mimpinya terkabul.
"Tara!" Aira menjauhkan guntingnya. "Gimana?" Tanyanya menatap Iara lewat cermin.
Iara bergeming, tangannya menyentuh rambutnya yang dulunya panjang berubah menjadi sebahu. Tersenyum paksa, Iara memasang raut ceria menyembunyikan wajah sendunya.
"Bagus banget, Aira. Memnag benar, kamu pemotong yang handal," kata Iara ceria.
Aira tertawa sampai ia mengeluarkan air di sudut matanya. Mengetahui jika sebenarnya Iara sedang bersedih dan tak rela. Seperti dalam mimpi, Iara adalah orang baik.
See you next part~♥️
ListaChoco^^
KAMU SEDANG MEMBACA
My Twins Girl (End)
Teen Fiction#School Hanbashri Series 1 Kehidupan Khaira yang tenang dan damai kini berubah 180 derajat karena kehadiran Khiara, kembarannya yang sudah lama hilang. ... Ini karya terburukku:> dibuat sudah lama, dan aku terlalu malas merombak/mengubahnya sehingga...