Pagi Aira kali ini berbeda dengan pagi biasanya, karena kehadiran Iara. Mereka yang biasanya hanya sarapan bertiga kini harus berempat. Di meja makan, Ainun sangat antusias untuk membeli perlengkapan sekolah Iara nanti. Aira hanya menyimak dan menyimpan rasa kesal dalam hati. Berarti besok Iara akan bersekolah dengannya?
Seperti biasanya, Acha sudah melambaikan tangan begitu Aira sudah menginjak tanah sekolah. Acha merangkulnya di sepanjang perjalanan mereka.
"Muka Lo lesu amat," kata Acha. "Apa gara-gara semalem gak gue tunjukan foto Ares ke elo?"
Aira mendengus. Bukan itu. "Lo berkata seakan cuma Lo aja yang punya foto Ares. Gue juga bisa kali foto dia diam-diam."
"Ngeblur lah, coy!" Imbuh Acha terkekeh. Acha melebarkan senyumnya melihat sekelompok lelaki berjalan ke arah kantin.
"Ai, ada Genta!" Pekiknya memukul tangan gadis itu.
Aira mendelik, tapi ia langsung semangat begitu melihat wajah pacarnya di pagi hari suram ini. "Uh, gantengnya. Cha, ayo lari ke kelas."
Acha tampak bingung tapi mereka lari bareng ke kelas melempar tasnya ke meja begitu saja dan Aira menarik Acha untuk berlari ke kantin bersamanya.
Aira ngos-ngosan, tapi ia mengangkat tangan dan berkata. "Hari ini gue mencoba berani dan mau gabung ke meja Genta!"
Acha menutup mulutnya penuh haru. "Akhirnya Aira gak akan takut lagi dengan kehadiran kak Dirga."
Aira tersenyum songong, mereka berjalan penuh percaya diri ke meja Genta dan teman-temannya. Seharusnya yang terjadi setelahnya adalah Aira dan Acha yang duduk bersama Genta sambil tersenyum malu-malu kucing, tapi begitu melihat ada Arsen tengah duduk sendirian di kursi pojok, Aira langsung narik Acha ke sana.
"Hai, ganteng!"
Acha melongo. Tidak percaya apa yang terjadi. "Ai, katanya mau duduk sama kak Genta."
Aira mengibaskan tangan tidak peduli. "Besok-besok juga bisa, hari ini Arsen dulu," cengirnya berbisik-bisik.
Arsen berdehem, untung dia tidak kaget dan tersedak lagi.
Aira cengengesan. "Kenapa sih asal ngeliat wajah Lo jantung gue serasa mau lompat, ya?" Aira memegang dadanya dengan dramatis.
Sementara Acha sudah menutup wajah malu pada Arsen, dia bergumam. "Punya temen gini amat."
"Aira," panggil Arsen serius.
"Iya, ganteng?"
"Genta ngeliat Lo," kata Arsen sambil beranjak pergi.
Aira dan Acha salik menatap sebelum kompak menoleh ke arah Genta. "Cha, Genta liatin gue gak?"
"Gak tuh," jawab Acha berkedip lambat. "Malah Genta asik ngobrol sama temennya."
"Wah, kurang ajar emang sepupu Lo. Sengaja banget biar bisa kabur dari gue," cibir Aira.
"Lagian Lo nyeremin, Ai. Kalo jadi Arsen gue juga bakal kabur tiap jumpa Lo."
Acha tergelak melihat wajah masam Aira.
"Nah, Ai. Sekarang ke meja Genta, yok!"
Aira mengernyit heran. "Lo kok ngebet banget nyuruh gue ketemu Genta? Jangan-jangan Lo naksir cowok gue, ya?"
"Bukan, nying," bantah Acha kesal. "Gue mau liat kak Selatan. Ganteng banget coy. Gemes dedek."
"Dedek Lesti, masa?" Cibir Aira membuat Acha tertawa-tawa sambil memukuli badannya.
Berikutnya, Aira mencari tempat yang masih kosong di stand bakso sementara Acha bertugas memesan. Beberapa menit kemudian mereka sudah duduk bersama dengan seporsi bakso di depan mereka. Aira tengah menuang saos ke mangkok baksonya.
"Kurang banyak, Ai. Kalo bisa sekaligus tempatnya masukan," sindir Acha sembari mengambil saos yang telah Aira habiskan setengahnya.
"Bakso tapi gak pedes gak enak, Cha. Berasa ada yang kurang gitu," kata Aira sambil menyuapkan baksonya. "Enak banget," gumamnya.
"Enaklah, namanya juga makanan," balas Acha.
Aira mengamati kantin sambil menikmati baksonya, pandangannya mengarah pada meja Genta and the Genk. Sekilas, tatapan Aira dan Genta bertemu. Aira mengedipkan matanya pada Genta yang hanya dibalas anggukan.
Aira agak mengernyit, balasan macam apa itu?
"Lo sadar gak sih ... Dalam kelompoknya kak Dirga itu yang paling jarang berekspresi dan berbicara cuma kak Genta sendiri?"
"Sadar," Aira meminum es jeruknya. "Dan yang paling sering ngebacot itu si Bima. Cuma dia yang slengean, sementara kak Gerald kalem aja kok."
Acha tersedak sampai matanya merah.
"Minum, Cha!" Aira menyodorkan es Acha yang diminum gadis itu hingga tandas.
"Sejak kapan kak Gerald kalem coba?" Tanya Acha nyolot, tak habis pikir dengan ucapan Aira tadi.
Aira mendengus. "Kak Gerald emang kalem kok. Ya, sejauh yang gue liat gitu."
Acha menggeleng keras dengan mata melotot, garpunya menunjuk Gerald seakan lelaki itu adalah sang penjahat. "Heh, dia itu sebelas dua belas sama Bima, Ai! Bisa-bisanya Lo bilang kalem?!"
"Cha, Lo tau kan aturan dalam perghibahan? Jangan tunjuk objek yang Lo ghibahin!" Aira menghempaskan garpu Acha ke mangkoknya. "Nanti dia sadar gimana? Emang Lo gak malu? Apalagi ada kak Dirga disana, tuh."
"Yaelah, Ai. Takut amat Lo sih sama kak Dirga. Dia baik kok! Ramah lagi."
"Ramah apanya coba?!" Aira menatap sinis.
"Ih, ramah loh! Kemarin aja gue ada nanya-nanya tentang lomba 17 Agustus di sekolah kita dijawab kak Dirga dengan senyuman yang membuat gue meleleh!" Acha berteriak alay.
"Emang cuma sama Lo aja sih kak Dirga agak sensi," lanjut Acha berdehem.
Kringg!!!
Suara bel yang menandakan muridnya agar masuk ke dalam kelasnya masing-masing sudah berbunyi. Murid yang berada di kantin berhamburan pergi termasuk Genta and the Genk.
Aira melihat mangkoknya yang masih terisi bakso, sebab ia baru makan satu. "Jam pertama kita apa, Cha?"
"Kalo gak salah bahasa Indonesia sih. Kenapa? Eh, tunggu! Jangan bilang Lo mau ngajak gue bolos?" Acha memberi tatapan horor.
Aira menyengir. "Tau aja Lo. Emang kalo orang kurang waras berteman sama orang kurang waras cocok yah."
"Sialan Lo kampret!"
Aira tergelak.
See you next part~♥️
ListaChoco^^
KAMU SEDANG MEMBACA
My Twins Girl (End)
Novela Juvenil#School Hanbashri Series 1 Kehidupan Khaira yang tenang dan damai kini berubah 180 derajat karena kehadiran Khiara, kembarannya yang sudah lama hilang. ... Ini karya terburukku:> dibuat sudah lama, dan aku terlalu malas merombak/mengubahnya sehingga...