Setelah dimarahi habis-habisan oleh guru BK —Bimbingan konseling— dan mendapatkan surat panggilan orang tua. Aira langsung membolos tanpa membawa tasnya.
Dia pergi berjalan-jalan untuk menjernihkan pikirannya.
Menghabiskan waktu di taman dan memakan banyak jajanan. Sekarang Aira duduk di kursi depan Al*amart sambil menjilati es krim.
Aira sudah lebih tenang dan tersadar oleh perbuatannya tadi. Seketika merasa takut oleh tanggapan Ainun. Sampai-sampai dia merinding sendiri.
Aira melihat telapak tangan yang dia gunakan menampar Iara. Matanya memanas dan tangan itu bergetar pelan. Astaga, bagaimana dia bisa berbuat seperti tadi?
Sedikit menyesal, tapi ada rasa puas dalam hatinya. Aira tadi hanya khilaf sejujurnya, dia sudah menahan emosi saat melihat Iara dan sekarang emosinya langsung tumpah saat Iara bersama Ares. Mana bisa gitu?! Dia dulu yang menemukan Ares dan bagaimana bisa Iara yang dulu bisa lebih dekat dengan Ares? Hell, no! Aira tidak terima.
Kira-kira apa besok hal ini akan menjadi trending topik? Jika mereka mencoba merundung Aira karena hal ini lihat saja, Aira tidak akan tinggal diam.
By the way, sejak tadi ponsel Aira tidak berhenti berdering. Pasti dari Ainun dan Acha.
Melihat hari hampir mau malam, mau tak mau Aira harus pulang tentunya. Jika tidak, Ainun bisa lebih marah lagi.
Ada rasa enggan yang menyelimuti diri Aira saat dirinya sampai di komplek rumah. Menguatkan tekad, Aira membuka pagar rumahnya.
"Mama?" Aira terkejut melihat Ainun ada di depan pintu rumah seakan menanti kedatangannya.
Aira meneguk ludahnya pelan. "Ma?"
"Kamu udah pulang?" Ainun tersenyum, bukan jenis senyuman lembut tapi sinis. "Mama kecewa sama kamu. Kamu terlalu kekanakan."
Aira menunduk melihat sepatunya.
"Kenapa kamu bisa ngelakuin ... Ah sudahlah. Mama capek ngomong ke kamu," Ainun terlihat letih oleh sifat Aira. "Mama bisa hiraukan kalau nakal kamu cuma sekedar bolos, suka buat masalah. Tapi gak sampe harus nyakiti adik kamu sendiri! Gak sampe nampar dia! Gak sampe buat Mama malu! Keterlaluan kamu ini!"
"Aku ngelakuinnya bukan tanpa alasan," Aira mengerutkan kening tidak terima.
"Oh, ada alasan?" Ainun mengangguk-angguk. "Sebutkan? Gara-gara Iara dekat sama Genta? Dia cuma belajar, Aira! Dia gak goda pacar kamu! Kamu iri karena Iara lebih baik dari kamu, hah?!"
"Mah?!" Aira menyentak tidak terima.
"Mama capek," Ainun melempar koper di depan Aira, isinya berhamburan. Menampakkan baju milik Aira, sampai gadis si pemilik baju membelalak.
"Ma, apa ini?" Tanya Aira dengan mata berkaca-kaca.
"Kamu pergi dari sini!" Usir Ainun.
"Mulai sekarang kamu gak Mama anggap anak lagi!"
Deg!
Perkataan itu seolah menampar Aira untuk mundur. Bibirnya bergetar pelan, dan air mata jatuh tanpa di minta. Tidak pernah menyangka Ainun akan mengusir dan bahkan mengatakan hal yang menyakitkan.
"Mama tega?" Tanya Aira pelan.
"Kamu aja tega nyakitin adik kamu! Kenapa Mama enggak?" Ainun memasang wajah dingin, seolah yang ada di hadapannya saat ini bukan anak yang keluar dari rahimnya.
"Oke," Aira menghapus air matanya secara kasar, mengambil baju yang berserak dan menaruh ke koper.
Aira mendongak, dilihatnya Ainun memalingkan wajahnya, seakan enggan melihat Aira lagi. Aira menunduk, air matanya jatuh mengenai baju. Berdiri dengan pelan, dia berbalik dan menyeret koper.
Tapi sebelum pergi, Aira berkata. "Aku gak akan mau balik ke rumah ini lagi!"
...
"Ai, Lo kenapa?" Acha heran melihat Aira ada di depan rumahnya dengan seragam sekolah sambil menyeret koper dan mata bengkak.
Aira menghambur ke pelukan Acha, sampai-sampai sahabatnya itu hendak terjungkal ke belakang.
"Gue diusir, Cha," adu Aira seperti anak kecil. "Mama marahin gue. Dia udah gak sayang gue lagi," tangis Aira pecah saat itu juga.
Acha terkejut. "Yaudah Lo lepas dulu, kita masuk terus Lo cerita."
Aira menurut, mengusap pipinya tapi tidak berhenti menangis. Sambil menarik koper masuk ke rumah Acha dia terus tersedu-sedu, padahal saat Ainun mengusirnya Aira sangat kuat tadi. Tapi saat di jalan dia malah menangis seperti anak kecil kehilangan permennya.
"Loh, Aira kenapa?" Bunda Acha menatap heran. Begitupun Ayah Acha.
Acha meringis dan menjelaskan. "Aira diusir dari rumah, Bun. Boleh gak Aira disini?"
"Boleh," Bunda mengangguk walau masih bingung. "Diusir kenapa?"
Acha menggeleng pelan, Aira masih terus menangis.
Bunda Acha tersenyum tipis, duduk di samping Aira dan mengusap rambutnya. Aira memeluk Bunda Acha. Merasakan hangat seperti Ainun memeluknya.
"Tante boleh 'kan kalau Aira sementara disini dulu?"
"Boleh."
"Om, boleh 'kan?" Aira menatap Ayahnya Acha.
Ayah Acha juga mengangguk. "Boleh, tapi bayar ya," guraunya membuat Aira tertawa.
See you next part~♥️
ListaChoco^^
![](https://img.wattpad.com/cover/332751151-288-k86531.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Twins Girl (End)
Ficção Adolescente➶𝑯𝒂𝒏𝒃𝒂𝒔𝒉𝒓𝒊 𝑺𝒄𝒉𝒐𝒐𝒍 𝐼➴ Kehidupan Khaira yang tenang dan damai kini berubah 180 derajat karena kehadiran Khiara, kembarannya yang sudah lama hilang. ... Ini karya terburukku:> dibuat sudah lama, dan aku terlalu malas merombak/mengubahn...