Mengabaikan mereka berdua aku memilih untuk melanjutkan makan malamku.
Tapi wanita itu tidak sependapat denganku, dia menyodorkan tangannya
“Hai aku Arthieta” aku menyambut uluran tangannya“Arthieta Darmawangsa, biar lebih akrab panggil Tita aja” lanjutnya.
“Ouhh hai bu Tita, saya Alin staffnya Pak Elzar” Sambutku
“Cukup Tita aja, belum setua bang Elzar kok”
“Iya” Aku memilih untuk menjawab singkat, biar dia juga berhenti mengoceh
“Mbak Alin suka nonton balapan yah ?” Kan kaann dia suka ngoceh
“Engga”
“Yahh sayang banget, baru mau ngajakin…besok ada balapan lagi padahal, ada Adam loh mbak”
“Besok kamu bakal jadi taruhannya lagi?”
Sungguh terlalu bibir ini, kadang dia lupa lagi ngomong sama siapa, tapi terlanjur keucap, gak bisa ditarik lagi.
Dia terkekeh, aku melirik pak Elzar untuk meminta penjelesan atas sikap adiknya tapi si setan itu hanya diam memainkan ponsel setelah menyantap makanannya“Gak mbak yang kemarin itu terpaksa, biar bisa bebas” jelasnya
“Ohhh oke” Aku tidak mengerti tapi kita iyakan, aku sudah tidak ingin menanggapi. Setelah makan aku bergegas pulang setelah memesan ojol.
*Hari ini benar-benar sibuk di kantor, kepala ku nyaris pecah mengerjakan laporan dan revisi tiada akhir. Gak tau lagi ini atasan atau ibu tiri atau jelmaan bawang merah, tapi ya sudahlah sebut saja setan. Tak hanya dicoret tinta merah kebanggaannya tapi juga dibuang di depan kami jika tidak memenuhi ekspektasinya
“Kalian buat laporan keuangan kenapa kayak buat makalah anak SMA?” bentaknya.
Padahal kami sudah mengerjakannya sebaik mungkin, mas Raihan lagi-lagi kena damprat karena typo yang tak henti-hentinya muncul di setiap halaman laporannya. Kalau masalah itu sih mungkin karena faktor U dari mas Raihan. Selalu seperti ini hingga 6 bulan aku bekerja pak Elzar tetap seperti setan. Aku bahkan menamai kontaknya bos setan.
“Oi Saripah, makan yuk..aku laper banget” Ucapku memelas.
“Elo ngajakin di waktu yang tidak tepat, liat noh pak Bos tanduknya keluar mulu”
Sabar yah perut, asupan untukmu ditunda dulu atasan kita agak lain, cukup lain dan sangat lain rupanya. Dengar saja kata demi kata yang menebas mas Raihan dalam ruangan itu. Wanita yang jadi istri si setan patutlah penyabar orangnya. Mas Raihan kita yang baik hati dan syulit dilupakan keluar dengan raut yang tak jauh berbeda dengan kami semua.
“Alin, lo dipanggil bos keruangannya”
“Kok aku mas? Laporan belum ada diminta, kok aku diminta keruangannya ? pasti mas Raihan bilang macem-macem kan? Ngaku gak?” Jujur aku tidak ingin masuk kesana untuk yang kesekian kalinya
“Masuk aja sana, tadi gue cuma satu macem aja di dalam, cuma diem demi keselamatan bersama”
Aku masuk setelah mengetuk tiga kali, melangkah hingga ke depan mejanya dan menanti kata-kata apalagi yang akan dia lontarkan.
“Kenapa gak jawab telepon saya?”
“Hah?”
“Kamu tuli?”
“Engga Pak, kemarin ponselnya saya silent jadi gak tau kalau Bapak ada telepon” Bohong.
Aku memang sengaja tidak mengangkat teleponnya karena aku tahu dia hanya akan menambah daftar pekerjaanku

KAMU SEDANG MEMBACA
Future Perfect
RomanceHanya kisah sederhana tentang "Aku" yang takut menikah Tentang keluargaku yang hancur Tentang "Dia" yang terus meyakinkanku