Part 11

9 7 0
                                    

Sepertinya belajar untuk membuka hati adalah sesuatu yang tepat untuk kulakukan, aku senang meskipun ada keraguan serta rasa takut yang mengiringinya. Tak apa, aku masih berusaha tekanku pada diri sendiri.
Aku tetap meminta pulang saat kami berada apartemen Elzar, meskipun harus dilalui dengan perdebatan dulu agar dia mau mengantarku kembali ke kosan. Aku tidak menolak tawarannya, aku setuju.

Hanya saja saat dia membujukku dengan alunan kata yang sangat indah masuk hingga ke relung yang tak pernah tersentuh kian membuatku bingung.

Sebentar terasa benar sebentar terasa salah.

Aku egois, aku tahu itu. Saat tahu Elzar menunjukkan sikap berbeda hanya padaku aku mengatainya ‘aneh’ kemudian raut khawatir yang seringkali ia tujukan padaku membawa ku pada putusan ‘membuka hati’ yang jelas saja itu hanya kata tak berdasar untuk menyelamatku dari rasa takut akan cinta.

Aku jahat dengan menjadikannya ajang laraku. Setiap kali dia mengumbar kata cinta maka setiap saat itu juga aku seperti disiram air es membuatku membeku seketika.
Itulah mengapa sering kali saat dia menunjukkan rasa yang ia miliki untukku aku senantiasa diam mencoba untuk meraba perasaanku.

Kupikir tak akan sulit, mengingat rasanya sangat nyaman ketika bersama, debarnya begitu indah menggema saat saling menggenggam dan semakin menyenangkan saat lebih dari sekadar genggaman.

Tapi rasa takut itu selalu menyambangi saat-saat aku menikmati rasa indah yang tercipta.

Apakah ketika dia sudah bosan mencecap rasa lantas akan mencari rasa baru  yang lebih menarik ? Apakah yang dia rasakan akan terus bertahta disana ? Bagaimana denganku ? Darah seorang pengkhianat sangat deras dalam tubuh ini.

Bagaimana jika aku menyakitinya ? Bahkan saat inipun rasa takut kian kuat merajai karena secara sadar aku telah menyakitinya.

Sebenarnya lelaki itu membenci ini, tapi aku butuh mematikan ponsel agar benar-benar menemukan ketenangan yang kuinginkan. Tanpa siapapun dan tanpa apapun. Hanya ketenangan.
Pagi ini semakin sibuk untuk acara yang akan digelar besok. Semua orang ingin segera menyelesaikan tanggungjawab hari ini.

Itu dia, dia datang

“Lunch bareng, yuk”
Ucapnya mengulurkan tangan untuk menggapaiku

Aku tersenyum menerimanya, uluran tangan saja bisa menularkan senyum sehangat ini tapi aku mengaku belum mencinta

Tak perlu menjawab, aku berdiri mengikuti tiap langkahnya.
Setelah makan siang aku kembali ke divisiku sedangkan Elzar langsung menuju ruang direktur untuk bertemu Bos besar.

“Iyadeh yang pacarana mulu, kita dilupain” mas Raihan ini cocok sekali diberi julukan lelaki tukang julid

“Tapi lo seneng kan Mas karena bos udah jarang marah sejak jadian?” ledek mbak Arumi

“Lo udah ngapain aja sama bos, Lin ? gak mungkin cuma pegangan tangan kan ?”

“Saripah mending kamu tutup mulu”

Eh ?

Aku mengarahkan seluruhnya atensiku pada Sari tentang apa yang baru saja terlintas dikepalaku

“Sar, kok kamu punya asumsi kek gitu ?”

“Ha? Kek mana apanya?”

“Gak cuma pegangan tangan”

“Makanya Lin, gabung sama kita join grup gosipnya kantor” kekeh mas Raihan

“Jijik banget sih lo jadi laki” Mbak Arumi memandang jijik pada mas Raihan yang masih saja terkekeh

“Jadi banyak yang bilang kalo pak Elzar tuh cassanova banget, deketin banyak cewe gak tau dipacarin apa engga. Mereka bilang paling lo salah satu dari cewe-cewe yang kesemsem rayuan maut” Aku tertegun mendengar penjelasan Sari

Future PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang