Part 9

17 9 5
                                        

Aku sontak terbangun dari tempat tidur saat ada yang mengetuk pintu kamar ku. Sejujurnya aku malas membuka pintu mataku seperti digantungi batu bata, sangat berat untuk terbuka.

Terdengar lagi ketukan yang lebih keras

Astaga..ini kalo anak kosan yang mau minta uang kebersihan gak pikir dua kali langsung lempar sendal.

Saat membuka pintu jujur aku berdebar menemukan sosok itu. Aku masih mengingat dengan jelas saat dia memelukku malam itu. Walaupun sempat kaget akan aksinya tapi rasa nyaman yang hadir tak bisa ku elak begitu saja.

Rasa nyaman yang membuatku takut…

Aku masih mengamatinya saat dia mendorongku masuk beserta diriku dan menutup pintu agak keras.
Dia kenapa ? kayak panik gitu pikirku namun mengingat kondisiku saat ini gantian aku yang panik.

Mendorongnya keluar tergesa aku membanting diri dikasur dan membenamkan wajahku dibantal untuk berteriak.

“Duh bego banget sih, gini nih kalo bangun gak ngumpulin nyawa dulu. Bodo ah”

Aku masuk ke toilet untuk membasuh wajah yang saat kutatap di cermin menimbulkan ringisan, gak ada manis-manisnya kayak iklan air mineral

Segera mengenakan celana aku kembali ke depan cermin untuk menyisir rambutku dengan tangan agar lebih rapi. Menghembuskan napas sebelum kembali membuka pintu aku menahannya saat pak Elzar ehmm…saat Elzar ingin masuk.

Aku terus mengamatinya, tidak merespon tanyanya tapi saat dia menawarkan makan aku tidak bisa menolak. Saat kesebutkan apa yang kumau malah dia yang menolak. Lagipula di aini pemaksa, buat apa dia bertanya jika punya keputusan sendiri, dasar.

Saat duduk dalam dalam keheningan seperti ini, aku membenci kepalaku yang terus saja berisik ‘Andai keluargaku begini, andai keluargaku begitu…andai aku bisa lebih normal…’ dan pengandaian lainnya saat dia kembali bersuara disertai alunan musik merdu.

Lelaki ini..

Kamu..kenapa bersikap seperti ini ? kalau kamu terus saja seperti ini, jika aku jatuh siapa yang menolongku ?

Aku memutuskan untuk mandi, seharian ini aku belum mandi dan sedang masa menstruasi aku meringis dalam hati memikirkan diriku yang jorok.

Saat kembali menghadapnya entah kenapa aku justru meliarkan pandanganku asal tidak tertuju padanya. Tidak melihatnya saja aku salah tingkah bagaimana kalau melihatnya, aku tidak ingin membuat diriku malu.

Setelah mandi dan berpakaian langsung dalam toilet aku keluar mengenakan piyama dengan handuk kecil yang menggulung rambut basahku.

Dia menatapku dengan tatapan itu lagi, sambil tersenyum dia mengajakku untuk makan di kamar kosanku yang kecil ini.

Sungguh aku sangat menahan diri agar tidak tersenyum melihat pizza, kentang goreng dan kawan-kawannya yang aku inginkan. Aku masih menahan senyum saat pikiran itu melintas kurang aja dalam kepalaku.

Aku jahat gak sih ? padahal dia sebaik ini..tapi aku cuma gak mau terluka suara hatiku mengganggu.

Gimana jika seandainya aku jatuh cinta dan dia meninggalkanku ? bagaimana jika seandainya aku jatuh cinta dan dia berkhianat ? bagaimana jika aku terjebak rasa cinta seperti yang Ibu alami? Dan darimana pula pikiran ini muncul ? Aku memang sangat sakit jika berpikir atasanku ini memiliki sedikit saja rasa yang berbeda untukku.

Jika boleh aku mengakui Elzar..atasanku ini sangat menawan dan tampan, aku takut jika tidak membatasi diri malah terjerat oleh pesonanya. Sikapnya yang berbeda hanya denganku membuatku merasa istimewa.

Future PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang