Part 10

14 8 5
                                    

Elzar POV

Aku senang.
Saat bukan tepisan yang ia beri melainkan genggaman

Aku senang
Saat bukan lagi “Saya” tapi “Aku

“Aku dari dulu pengen ngelakuin ini, tapi takut kamu banting. Kalau sekarang meskipun kamu banting seenggaknya cuma kita berdua disini”

Tak perlu waktu lama setelah kalimat itu aku langsung merasai bibirnya. Awalnya hanya menempel, ingin tahu bagaimana reaksinya. Saat tak mendapati tanda-tanda dia akan menghajarku.
Aku melumat bibirnya lembut sambil terus merapatkan tubuh kami. Batinku bersorak senang saat dahaga kian terpuaskan, memagut bibir atas dan bawahnya bergantian. Tak mendapati respon apapun aku menyudahi kegiatan yang menyenangkan itu.

Menatapnya.

“Aku keterlaluan ya?” Tanyaku pelan diiringin rasa khawatir akan amarahnya

“Apa setelah ini aku akan ditinggalkan?” jawabnya sambil menunduk

Aku kembali menemukan sorot itu dimatanya. Kata redup sangat tidak cocok untuk menghiasi indahnya mata wanitaku. Maka aku kembali mendongakkan wajahnya menatapku melebur dalam sorot mata itu.

Menyingkirkan rambut yang menutupi bagian wajahnya, dengan lembut kutekankan padanya “Itu tidak akan pernah terjadi. Bahkan saat kamu memohon untuk dilepaskan sekalipun. Tidak akan”
Lalu mendaratkan satu kecupan sayang di dahinya

Entah apa yang dia lakukan, entah apa yang dia katakana, dan entah kapan itu tapi perasaanku untuknya bisa berkembang sepesat ini bahkan saham perusahaan saja kalah cepat.
Jemariku masih merangkum wajahnya
Mataku masih memaku sorotnya yang tak lagi redup

Indah ..

“Boleh gak yang tadi dilanjutin?”

“Hm?”

Duh suara calon bini merdu banget

“Ciumannya boleh dilanjut gak?”

Dia terkekeh geli tapi kali ini dia yang mengambil langkah untuk mengalungkan lengannya dileherku untuk menyatukan bibirnya yang kenyal seperti jeli itu.

Kembali melumat bibirnya yang kali ini tak hanya aku sendiri yang melakukannya, dia pun demikian. Memiringkan kepala untuk memperdalam ciuman kami, aku menggeram halus dibuatnya.

Gila! Enak banget

Aku ingin mengajak lidahnya bergulat saat suara itu bergema menghentikan pergumulan bibir kami.
Aku menatapnya geli “Laper banget ya?”

“Hm” Katanya dengan kepala tertunduk malu

Kami sama-sama terkekeh tapi tanganku tak ingin tinggal diam, merapikan rambutnya lantas aku kembali menempelkan kartu lift untuk membawa kami ke lobi.

Kami makan mie ayam sesuai permintaannya. Aku mengerjap takjub melihat dia makan. Bagaimana tidak ? Porsi makannya lebih banyak dari Wanita pada umumnya tapi dia masih saja memiliki bodi aduhai seperti itu. Aku berani bertaruh banyak yang iri akan hal itu.

“Mau nambah lagi gak?”
Dia menyengir lucu

“Makanku banyak banget ya?”

“Kamu habis nguli dimana?”

“Di kantor Bapak” Jawabnya sebal yang membuatku tertawa

“Pacar aku kan?”
Dia menatapku dengan tatapan tak terbaca.

“Kita pacaran, kan?” Tanyaku mulai ragu
“Alindra?” Panggilku

“Tapi gak boleh gitu lagi?”

“Apa?”

“Jadiin aku babunya kamu”
Aku terkekeh geli lalu mengusap wajahnya kasar

“Apaan sii doyan banget jadiin muka orang lap”

Future PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang