KEBENCIAN

32 31 13
                                    

Saat di perjalanan pulang. Stella terus saja mengusap perutnya. Belum apa-apa gadis itu sudah mengkhawatirkan apa yang akan terjadi kepada perutnya nanti.

"Bim" panggil Stella pada Bima.

"Kenapa sayang?" tanya Bima.

Belum memiliki hubungan apa-apa. Bima sudah duluan memanggil Stella dengan sebutan 'sayang'. Sedangkan gadis itu tidak merasakan ilfeel kepadanya.

"Gapapa. Aku ga jadi bicara sama kamu"

Bima mengangguk sebagai jawaban. Ia mengenggam tangan Stella, sekali ia mencium dengan begitu lama dengan tatapan yang hanya menatap kedepan takutnya akan hal terjadi sesuatu nanti.

Cukup lama mencium tangan Stella. Ia melirik sekilas ke Stella.

"Stella"

"Iya?"

"Kalau boleh jujur. Gua lakuin itu karena gua sayang sama lo"

Stella terdiam mendengar ucapan Bima. Sayang? Kalau sayang kenapa dia lakuin itu kepadanya. Setidaknya ia bisa menahan nafsunya atau tidak ia bisa melamar Stella.

Cara laki-laki itu salah. Bima mengakuinya itu salah tapi disisi lain ia juga mencinta gadis itu.

Dan Bima akan memegang janjinya untuk pertanggung jawab. Jika Stella melahirkan anaknya.

"Aku takut kalau satu sekolah tahu, Bim" rasa takut itu masih ada di hati Stella.

Saat setelah melakukan itu hatinya mulai khawatir. Bagaimana satu sekolah akan tahu. Terutama sahabat-sahabatnya itu, ia tidak mau kalau sahabatnya akan membenci.

Setetes air mata mulai berjatuhan membasahi pipi mungil Stella.

"Kamu tenang aja. Selagi perut kamu belum membesar" ucap Bima tersenyum smirk.

Tangisan Stella semakin menjadi-jadi. Sedangkan Bima tidak peduli.

...

Berry yang daritadi menghubungi Stella. Ia ingin mendapatkan kabar dari sahabatnya itu. Tapi sambungan itu tidak tersambung. Bisa dikatakan kalau handphone milik Stella tidak aktif semenjak di rumah Bima.

Bima memang sengaja mematikan handphone Stella. Agar tidak ada satupun panggilan masuk di handphone Stella.

"Udah blueberry, berapa kali lo nelepon Stella" ujar Celyn kesal.

Berry tidak peduli dengan ucapan Celyn.

"Apa benar ucapan Pak Ahok, kalau Stella bolos?" tanya Alice pada sahabatnya itu.

"Ga mungkin. Kalau ia bolos kenapa Stella ga bawa tasnya?" tanya Zewfa balik. Ia melirik sekilas kearah tas Stella. Yang kini dibawa oleh Berry.

Saat Berry memeriksa tas milik Stella. Tidak ada satupun kejanggalan disana. Dan tidak ada satupun sepucuk surat ditinggalkan oleh sahabat tercintanya itu.

Berry menghela nafas, ia sudah menyerah untuk menghubungi Stella.

Ia mendudukkan bokongnya di kursi sofa dan berdekatan dengan Ziva. Yang dari tadi hanya sibuk dengan pacarnya.

Kini mereka hanya diam dalam pemikiran mereka.

...

Sesampainya di depan rumah Stella. Bima membukakan pintu mobil untuk Stella. Gadis itu pun langsung keluar.

Ia menghentikan langkahnya saat sudah sampai di depan gerbang rumahnya. Ia menatap dalam halaman rumah itu.

AKU, DIA, DAN KAMU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang