7. Marahnya Naresh

75 3 5
                                    

Masha pov

"Engh..." Saya merenggangkan tubuh saya yang rasanya remuk sekali.

Perlahan saya mengumpulkan nyawa dan melihat sekitar. Saya baru sadar ini bukan kasur saya. Saya dimana?

Saya mendudukkan tubuh saya sambil menggaruk pipi saya. Ini kan apartemennya Naresh. Kenapa saya ada disini? Setelah merenung beberapa saat saya baru sadar semua kejadian semalam. Saya hangover dan Naresh menjemput saya.

Saya menutup muka saya dengan kedua tangan karena mengetahui mungkin sebentar lagi saya akan kena omel Naresh lagi.

"Udah bangun." Saya tersentak lalu menoleh ke sumber suara.

Ada Naresh duduk di kursi yang ada di pojok kamarnya menghadap ke ranjang tempat saya berada. Tangannya bersedekap di dada lalu mukanya datar serius. Sumpah, ketika Naresh marah Pak Hendery saja kalah seremnya.

"Nana..."

"Benerin baju kamu." Dia mengedikkan dagunya dan matanya menatap dada saya.

Pandangan saya spontan turun ke bawah, baju saya separuh sudah turun hingga pundak kiri saya terekspos dan menampakkan tali bra hitam saya. Dengan cepat kedua tangan saya membenarkan baju saya yang berantakan.

"Bajuku kok gini?"

"Kamu pikir aku yang lepasin? Gila apa." Dia langsung ngegas menunjukkan kalau bukan dia pelakunya.

Jadi ini ulah saya sendiri? Saya mencoba kembali membongkar ingatan saya semalam. Ah, saya baru ingat semalam saya merengek kalau kegerahan dan nekat mau melepas baju saya. Ya ampun  bisa bisanya saya nuduh Naresh yang melakukan.

"Turun, sarapan." Dia bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju dapur tanpa menatap saya.

Saya hanya mengekor di belakangnya dengan takut takut.

Naresh mengambilkan saya nasi lalu berbalik badan lagi mengambil sesuatu yang masih ada di atas kompor.

"Habisin." Dia meletakkan semangkuk sup ayam di depan saya tak lupa menyerahkan sendok beserta garpunya.

Dia sendiri mengambil posisi duduk di depan saya ikut menikmati sarapan buatannya dengan tenang tanpa melihat ke arah saya. Biasanya dia nggak secuek ini kalau lagi makan sama saya. Dia akan mengoceh atau sesekali menaruh lauk di sendok saya.

"Nana..."

"Kalau makan jangan ngomong, entar keselek."

Saya langsung menekuk bibir saya kedalam. Tuh kan dia marah. Biasanya saja dia kalau makan ngoceh kemana mana kenapa ini nyuruh makan harus diem.

Saya menurut menghabiskan makanan saya dengan tenang. Ketahuilah makan dalam keadaan seperti ini tidak ada nikmat nikmatnya sama sekali. Rasa makanan yang saya kunyah jadi hambar gara gara Nana cuekin saya.

Setelah dia tau piring saya sudah kosong dia lantas membawa piring saya ke washtafel untuk dia cuci.

Kedua tangan saya sudah saling meremas satu sama lain dibawah meja. Bingung, bagaimana saya bisa membuat Nana tidak cuek lagi dengan saya.

Saya memberanikan diri bangkit dari duduk saya, menghampirinya yang lagi sibuk mencuci piring tanpa mengetahui saya sudah berdiri di belakangnya.

Grep

Saya memeluk Naresh dari belakang. Saya dapat melihat dia langsung menghentikan aktifitasnya mencuci piring.

"M-maafin aku." Gumam saya hampir tidak terdengar.

Dia mencuci tangannya lalu malah melepaskan tangan saya yang melingkar di perutnya.

"Sana mandi dulu. "

Kita Usahakan Rumah ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang