Masha pov
Saya mematut matutkan sepatu saya beberapa kali dengan senyum yang mengembang. Hari ini saya senang sekali karena akhirnya saya bisa ikut kelas memasak bersama Naresh. Saya sangat antusias mengikuti kelas memasak ini. Bahkan saya juga menyiapkan hadiah kecil untuk Naresh.
Saya membuka paper bag yang saya bawa. Itu berisi sebuah apron pasangan untuk saya kenakan dengan Naresh nanti saat kami ikut kelas memasak. Pasti akan terlihat manis. Apalagi Naresh, pasti dia akan kelihatan sangat tampan mengenakan apron ini. Saya pernah bilang kan kalau dia itu sangat tampan ketika di dapur mengenakan apron. Ah saya tidak sabar melihatnya.
Saya juga mengambil cermin kecil yang selalu ada di dalam tas saya. Melihat pantulan wajah saya di cermin itu untuk memastikan bahwa penampilan saya mengesankan di depan Naresh. Saya bahkan memakai jelly tint baru khusus untuk acara ini.
Sengaja kami janjian di tempat acara karena saya dan Naresh memiliki pekerjaan sebelumnya. Tidak masalah, saya malah lebih senang jadi saya bisa mempersiapkan banyak hal agar dia terkejut saat sampai disini.
Saya melirik jam di pergelangan tangan saya. Sebentar lagi akan dimulai. Apa mungkin Naresh kejebak macet ya?
"Kak Masha!"
Saya menoleh dan mendapati Ajisaka berdiri tak jauh dari saya dengam seorang wanita paruh baya. Dia berlari menghampiri saya.
"Kak Masha kok disini?"
Saya mengangguk, "Iya, saya mau ikut kelas masak dengan pacar saya Ji. Kamu sendiri, kenapa ada disini?"
"Aku juga mau ikutan kelas memasak, sama Mama. Tuh." Ajisaka menunjuk Mamanya yang kini tersenyum pada saya. Saya pun tersenyum menundukkan kepala saya sebagai isyarat menyapa Mama Ajisaka.
"Pacar Kakak mana?"
"Belum datang, mungkin kena macet."
Ajisaka menghela nafas, "Tuh acaranya mau dimulai, kok dia belum dateng."
Saya menggigit bibir saya lalu tak lama ponsel saya berdering menampakkan nama Naresh di layar.
"Halo Na."
"Sayaaang"
"Kamu sampai mana Na? Acaranya udah mau dimulai."
"Maaf... maaf banget sayang, aku nggak bisa datang. Ada pekerjaan mendadak dan nggak bisa aku tinggalin. Kamu udah disana?"
Saya mengulum senyum getir, padahal saya sudah mempersiapkan banyak hal.
"Udah."
"Aku pesenin taksi ya biar anter kamu pulang."
Saya menunduk lesu, "Nggak usah Na."
"Kamu marah ya sama aku?"
"Enggak kok, lagian kerjaan kamu nggak bisa ditinggal gitu aja hanya untuk nemenin aku kelas masak. Kita bisa ikut kelas masak lain kali kok, nggak usah kamu pikirin sekarang kamu fokus aja sama kerjaan kamu, aku bisa pulang sendiri." Kata saya mencoba bersikap dewasa. Nggak mungkin juga saya memaksa Naresh meninggalkan pekerjaannya hanya untuk masak bersama saya disini. Kekanakan sekali.
"Sayaaang maaf."
"Udah nggak papa lagi. Kamu kerjanya yang semangat ya. Udah aku tutup telfonnya."
Saya memutuskan sambungan telepon dengan Naresh lalu menatap paper bag berisi hadiah untuknya.
"Kak..."
Saya mengangkat kepala saya menatap Ajisaka.
"Dia nggak dateng lagi?"