19°

255 39 0
                                    

malamnya Sania sedang telentang merebahkan tubuhnya diatas kasur dengan menatap langit-langit sedangkan Hanan sedang mandi.

"mikirin apa?"

Sania menjatuhkan pandangannya ada Hanan yang sedang mengeringkan rambutnya.

"tidak ada, aku hanya sedikit khawatir pada Cantika"

"dia bilang laki-lakinya baik dan menghargainya"

"tetap saja aku khawatir"

Hanan meletakkan handuknya kembali ke kamar mandi dan menatap Sania.

"apa?"

tanpa aba-aba Hanan langsung menindih tubuh Sania yang membuat Sania memekik pelan.

memeluk Sania dengan erat "aku merindukan ini" gumam Hanan pelan yang membuat leher Sania merasa merinding.

"kamu ngomong apa?"

Hanan menggeleng "aku berat?"

"sedikit" Sania membalas memeluk Hanan yang berada diatasnya.

"tidak ada yang ingin kamu katakan?"

Sania berfikir apa sekarang..

"tidak ada?"

"ada"

Sania yakin harus yakin

"aku mencintaimu"

Hanan mendengar jelas ujaran itu.

"dari awal aku ketemu mas, aku suka mas"

"setelah pertemuan singkat itu aku sering tanya banyak hal pada Mama dan Gio tentang mas, aku jadi makin yakin aku menyukai mas"

"dan saat ayah Arkan bilang ingin kita menikah aku senang sekali tapi aku juga takut pada mas, sepulang dari acara ulang tahun itu aku tidur seharian karena perasaan senang dan ketakutanku beradu jadi satu"

Hanan semakin mengeratkan pelukannya begitu juga Sania.

"itu sering terjadi tapi aku tahan agar tidak tertidur ditempat. Mas ingat saat aku tidur selama lima hari, saat itu aku benar-benar tidak bisa menahan perasaanku aku semakin menyukai mas dan terus memikirkan mas ditambah lagi dengan Gio yang terus membahas mas" Sania terkekeh kecil.

"puncaknya malam itu, aku merasa aku semakin mencintai mas tidak ada orang lain di hati dan pikiranku selain mas. Saat SMA aku masih bisa sadar mungkin karena aku ingin melupakan dia tapi untuk sekarang aku tidak mau melupakan mas aku terjebak di diriku sendiri saat itu"

"dada ku sakit jika aku ingin sembuh aku harus menghilangkan perasaan itu tapi aku tidak mau" Sania menitihkan air matanya merasakan betapa sakit dadanya saat itu

"aku juga ingin bercerita tentang cita-citaku"

"mas tau kan aku selemah itu untuk melakukan sesuatu dengan aku berada dirumah terus-menerus membuat aku merasa tidak berguna tidak kuliah atau bekerja seperti orang seumuran ku pada umumnya membuat beban tersendiri untukku, merasa aku tidak berguna"

"jadi aku punya cita-cita kecil di hatiku, aku ingin menjadi ibu rumah tangga yang baik setidaknya jika aku tidak bisa menjadi sukses dan berpendidikan tinggi aku bisa membentuk keluarga kecil yang bahagia"

Hanan mengangkat sedikit tubuhnya untuk menatap Sania. tangannya mengusap air mata yang mengalir di pipi gadis cantik itu.

"jangan menangis Nia"

"aku lega sekarang, aku bisa mencintai mas tanpa harus kesakitan seperti dulu"

"ada yang ingin disampaikan lagi?"

"untuk sekarang hanya itu yang aku ingat"

"sekarang aku yang akan bercerita"

Hanan kembali menjatuhkan tubuhnya dan berbicara tepat di telinga Sania.

"aku juga mencintaimu sejak pertama kali aku datang ke rumahmu"

"saat aku melihatmu terlintas satu kalimat di otakku aku tertarik padanya, aku menyukainya, aku ingin memilikinya" Hanan mengecup bagian leher Sania.

"aku tidak mau berbicara denganmu karena aku gugup, sepulang dari rumahmu aku meminta pada ayah agar aku bisa menikah dengan mu apapun caranya aku tidak peduli"

"jadi ini semua rencana mas?"

Hanan mengangguk "aku tidak mau apa yang aku sukai direbut orang lain"

"pantas saja kita menikah secepat itu"

"saat acara ulang tahunku, aku meminta pada ayah untuk mempercepat pernikahan kita padahal rencana ayah setidaknya kita bertunangan dulu dan menikah beberapa bulan kemudian tapi aku tidak mau menunggu lama"

"aku terkejut saat kamu langsung mengiyakan ajakan ayah"

"mas bayangkan jika aku tidak menjawab dan malah tertidur disana, dan malah berakhir aku masih dirumah melakukan aktivitas tidak berguna ku itu, secara tidak langsung mas mewujudkan cita-citaku"

"sudah cukup sampai disini, kita lanjut besok untuk ceritanya, mas ingin tidur"

Hanan menyamankan posisi kepalanya di leher Sania dan memilih tidur dengan posisi dirinya tetap menimpah Sania.

°•°

extra part (part 2°)

"mau kapan nikahnya?" Arkana

"kalau secepatnya bisa nggak?" Hanan

"bisa" Arkana

"aku mau secepatnya" Hanan

"kamu tidak sabaran ternyata" Arkana tertawa melihat anak sulungnya.

°•°

26/02/2023

(visualisasi)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(visualisasi)

Terpikat • Lee HeeseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang