24°

290 37 2
                                    

pagi ini Asya sudah harus melihat tingkah Hanan yang semakin hari membuatnya mengelus dada.

bos kecilnya itu sedari tadi hanya tersenyum seperti orang gila. pemandangan yang biasa bagi Asya memang, jika didepan orang lain dia akan menjadi orang yang kaku dan membosankan dan jika didepan Sania akan menjadi manja, perhatian dan sedikit nakal tapi berbeda jika didepan Asya pria itu tidak segan-segan menunjukkan karakter yang tidak diketahui orang kebanyakan.

"hari ini apa lagi Hanan?"

"aku memeluknya semalaman"

"bukannya setiap hari kamu melakukan itu"

"kali ini tidak, aku memeluknya dalam keadaan dia tidak tidur dan...

"dan?"

"dia mengizinkanku untuk menciumnya" Hanan kembali tersenyum

Asya memandang Hanan dengan tatapan jijik, jujur Hanan seperti bocah SMA yang baru mengenal cinta, tapi memang benar sih Hanan baru mengenal cinta.

"itu hal wajar yang dilakukan jika sudah menikah"

"tapi aku menyukainya"

"ya karena kamu melakukannya dengan istrimu"

"kenapa mbak tidak paham perasaanku, aku baru mencoba hal baru semalam. Mbak tau? bibir Sania sangat manis aku menyukainya"

Asya jengah jadi dari pagi sampai sekarang waktu sudah menunjukkan hampir jam makan siang hanya untuk mendengarkan celotehan Hanan? bisa-bisa pekerjaannya tidak akan selesai.

"aku harus kembali Hanan"

"dengarkan ceritaku dulu, untuk hari ini mbak Asya dapat dispensasi dariku"

"lalu aku harus apa dengan dispensasi itu?"

"dengarkan ceritaku"

"siap bos" Asya menunduk 90 derajat dengan tangan yang terlipat didepan perut.

"mbak, aku ingin"

"ingin apa?"

"itu"

"itu apa Hanan, bicara yang jelas"

"itu loh mbak, mbak pasti paham"

sial ini lebih sulit dibanding harus menghitung ulang pengeluaran perusahaan. permintaan bosnya ini selalu membuat Asya repot.

"minta saja pada istrimu"

"jelas aku akan meminta pada istriku, tapi bagaimana caranya"

sudah lama Hanan menahan perasaan ini, dia ingin memiliki seorang anak. Hanan menyukai anak kecil sangat setiap karyawan kantor ada yang memiliki momongan dia akan menjenguk bayi itu dan berakhir kegemasan sendiri dengan buntalan lemak yang ia gendong.

"aku takut Sania akan menolak"

"kau bahkan belum mencoba"

"kalau ditolak"

"coba dulu"

"aku takut ditolak"

"COBA DULU HANAN!!" oke kesabaran Asya sudah habis sekarang, kenapa jadi dia ikut mengurusi rumah tangga bosnya ini.

"mbak Asya tolong kasih saran"

"Sania istrimu, pasti kamu yang lebih tau tentang dia, bagaimana caranya, bagaimana mengawalinya, hanya kamu yang tau Hanan"

"terimakasih mbak Asya, karena hari ini mbak Asya udah mau mendengarkan curhatan ku mbak boleh pulang dan bersenang-senang jangan pikirkan pekerjaanmu dulu untuk hari ini"

"terimakasih Hanan" Asya tersenyum paksa dan keluar dari ruangan itu.

saat Asya hendak keluar dari gedung itu Asya melihat ada seseorang yang dia kenal sedang duduk di basement.

"Felix?"

°•°

sepulang dari kantor Hanan langsung pulang dan membersihkan tubuhnya, selesai mandi dengan handuk yang masih diatas kepalanya Hanan berjalan menuju dapur tapi tidak ada Sania disana.

Hanan bingung dan mencari Sania ke penjuru rumah tapi dia tidak menemukan Sania.

"Nia!!" tidak ada sahutan dari teriakan Hanan.

"kamu dimana Nia?!" tetap tidak ada sahutan dari Sania.

saat melihat kekamar ponselnya tergeletak diatas kasur dan tidak ada Sania disana.

Hanan hendak keluar untuk mencari Sania tapi bertepatan juga Sania yang baru memasuki rumah.

"kamu dari mana?"

"aku dari warung yang diujung jalan beli gemrose, kenapa?"

"aku kira kamu hilang"

"aku bukan anak kecil"

"lain kali jangan tiba-tiba menghilang seperti ini"

"iya iya maaf ya"

"Nia"

"iya?"

Hanan menunduk dengan wajah memerah yang membuat Sania bingung.

"kenapa?"

Hanan memberikan diri untuk menatap Sania dan menggenggam tangan Sania.

"boleh aku meminta sesuatu?"

"boleh saja"

"aku tau ini terlalu cepat untuk kamu tapi aku sudah menahannya cukup lama. aku menginginkan hakku"

Sania tertegun tubuhnya membeku bahkan telapak tangannya sudah basah karena keringat bahkan tanpa Sania sadari air matanya turun

"Nia, kalau kamu belum siap aku tidak papa asal jangan menangis seperti ini aku merasa bersalah" Hanan menghapus air mata Sania dengan jempolnya.

"maaf ya aku tidak bermaksud membuatmu menangis, aku minta maaf" Hanan menarik Sania ke dalam pelukannya.

"maaf ya" Hanan terus mencoba untuk menenangkan Sania yang masih menangis.

"aku minta maaf" lirih Sania ditengah tangisnya.

"tidak papa Nia ini salahku, aku bisa menunggu sampai kamu siap"

"bukan itu"

"lalu?"

"aku minta maaf membuat mas Hanan menunggu, aku sudah siap kapanpun mas mau"

Hanan yang awalnya memasang wajah muram karena mengira Sania akan menolaknya mendadak sumringah dan mengeratkan pelukannya. untuk Sania tidak melihat wajah Hanan yang tersenyum kegirangan.

"terimakasih istriku" bisik Hanan.

°•°

07/03/2023

Terpikat • Lee HeeseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang