11. Menjadi Kita (2)

35 6 0
                                    

Sherlya Anjani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sherlya Anjani.

Raya hanya diam saja membiarkan ponsel itu terus berdering tanpa berniat untuk mengangkatnya. Kalaupun diangkat lantas dia mau bicara apa?

Memangnya aku ini siapa? begitu pikirnya sampai ketika dering ponsel itu berhenti sendiri dan menampilkan dua buah notifikasi chat dari perempuan itu di layar kunci.

Memangnya aku ini siapa? begitu pikirnya sampai ketika dering ponsel itu berhenti sendiri dan menampilkan dua buah notifikasi chat dari perempuan itu di layar kunci

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jadi kamu pulang terlambat sampai demam kayak gini karena sudah nganterin perempuan itu ya? batin Raya entah mengapa hatinya jadi sedih begini.

Gadis itupun bangkit keluar hendak kembali pulang ke rumahnya tapi lagi-lagi lengannya tertahan oleh genggaman tangan Angkasa yang malah semakin mengerat. Raya menghela nafasnya sebentar kemudian mencoba melepaskan kembali lengannya yang ditahan Angkasa perlahan-lahan, dan berhasil meski pria itu mengerutkan kening dalam tidurnya.

-oOo-

Pagi-pagi sekali Raya sudah berada di depan pintu utama rumah Angkasa, rasanya seperti de javu sebab lagi-lagi mendapati mobil putih milik perempuan kemarin terparkir tepat di sebelah mobil milik mama Diana.

Perempuan itu datang lagi, batinnya sambil menatap ke arah jendela yang menghadap langsung dengan ruang tamu.

Sebenarnya Raya ragu untuk masuk ke dalam, baru saja hendak putar balik, pintu rumah malah tiba-tiba terbuka menampilkan raut terkejut dari bi Inah. Wanita paruh baya itu tersenyum ramah padanya dan melirik sekilas kotak bekal yang ada dalam genggamannya. Lagi-lagi dirinya kedapatan membawa kotak bekal yang kali ini isinya bubur ayam.

“Mbak Raya, kebetulan nih. Baru aja bibi mau mampir ke seberang buat jemput mbak Raya, eh ternyata udah datang aja mbaknya.” ucap bi Inah tersenyum Ramah.

“Hah? Ada apa memangnya bi?” tanya Raya agak bingung juga sebenarnya mendengar penuturan wanita itu.

“Itu loh mbak, mas Angkasa nyari-nyari mbak terus. Sarapannya ndak mau dimakan kalau mbak Raya nya ndak ada.” jawab bi Inah jujur, sebab di dalam sana Angkasa tengah berdebat dengan mamanya. “Mari mbak, masuk dulu.” sambung bi Inah sambil menarik lengannya.

Angkasa RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang