•Si Pengejar Surga•

35 0 0
                                    

°Ketika kau bahagia kau lupakan, ketika kau sedih kau dekati, ketika kau diterpa masalah besar kau tuduh ia berlaku tak adil, siapa dia?! dialah tuhan yang selalu kau sebut ketika kau memiliki hajat apapun. Ingatlah! bahwa tuhan tak pernah berbuat tak adil pada seluruh hambanya!°

-Rumah yang bercahaya-
Chapter 2

POV: CAHAYA

Jam menunjukkan pukul 03.00, aku sudah terbangun untuk melakukan tahajud. Kupaksakan diriku yang masih mengantuk untuk mengambil air wudhu, kupakai mukenah untuk melakukan sholat tahajud.

Selepas Sholat tahajud ku buka Al-Quran, ku baca ayat-ayat suci itu dengan sepenuh hati hanya berharap pahala dari sang illahi. Tak terasa adzan subuh berkumandang, ku kembali mendirikan sholat subuh

Selepas sholat subuh, ku kembali duduk berdzikir kemudian menonton kajian subuh hingga pukul 06.00 pagi. Ku beranjak bangun dan membereskan kamarku yang sebenarnya tidak terlalu berantakan kemudian aku mandi untuk membersihkan diri.

Setelah mandi, ku memakai baju sekolah putih abu-abu dan ke ruang makan untuk sarapan bersama kedua orang tuaku. Ayahku adalah seorang pemilik toko kelontong dan ibuku adalah seorang guru mata pelajaran matematika di SMA tempatku sekolah.

Selepas sarapan, aku berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki karena sekolah hanya berjarak 250 meter dari rumah. Ku sapa semua tetangga yang berpapasan denganku, berbagi senyuman dengan setiap insan adalah hal yang menenangkan hati.

Kusampai di sekolah, aku sapa teman-temanku di kelas dan mengobrol bersama mereka, berbagi cerita, sharing tentang agama dan berbagai hal positif lainnya. Oh iya, mungkin aku harus memperkenalkan diri ya.

Namaku Cahaya Erviana Zahra, panggil saja Cahaya, aku tak merasa bahwa diriku si paling sholeh, aku sama seperti semua orang di dunia, sama sama sering kali berbuat dosa.

Banyak orang yang nyinyir kepada kami para wanita yang kemana mana bergamis, berjilbab lebar, bercadar dan berpakaian islami. Contohnya saja sering diomongin sok alim, si paling sholeha, bahkan aku pernah diejek dengan berbagai cibiran yang seharusnya tak pernah keluar dari mulut seorang manusia.

Namun dari semua ucapan negatif itu, aku tetap istiqomah menjalani pilihanku ini, aku juga memiliki circle pertemanan yang baik seperti diriku.

Aku bisa membaca hati seseorang dari mata mereka, setiap manusia memiliki aura yang melambangkan mereka seperti merah, kuning, biru dll. Warna aura adalah warna yang indah karena ia murni muncul dari hati seseorang. Aku bisa membaca niat baik dan buruk seseorang hanya dari mata mereka, kemampuan unik yang menjadi anugrah tuhan untukku. Aku begitu bersyukur memiliki kemampuan ini karena aku bisa melihat ketulusan orang terhadap diriku.

Namun, aku mengalami suatu hal yang aneh ketika bertemu dengannya, seorang yang tak pernah kulihat ia melangkahkan kakinya ke masjid, tak pernah kulihat dirinya mengenakan baju koko ataupun sarung, bahkan dari penampilan pun terlihat bahwa ia adalah orang yang acak-acakan, ia terlihat tak teratur tapi aku membaca hatinya dan ia masih memiliki perasaan untuk berubah menjadi lebih baik.

Aku tak pernah melihatnya, baru kali ini aku melihatnya karena aku selalu membatasi diriku dengan laki-laki. Kata bukan mahram seperti itu sudah menjadi senjataku untuk menolak dekat dengan kaum adam.

6 Jam Sebelumnya

"Assalamualaikum, halo semua" sapa Cahaya pada teman-teman.

"Waalaikumsalam bestie, halo" sapa Rika sembari memeluk Cahaya.

"Eh ngapa meluk aku ini?" tanya Cahaya pada Rika.

"Hehe, aku kangen sama kamu ya, kemarin kamu liburan kan" tanya Rika.

Rumah yang bercahaya (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang