"Bila aku diberi kesempatan untuk terlahir kembali ke dunia, aku ingin kembali mencintaimu di kehidupan itu, aku hanya ingin kembali merasakannya, manisnya kasih sayang yang kau beri padaku setiap hari"
-Rumah yang bercahaya-
Chapter 10
Hari ini Riyan berencana untuk bertemu dengan Cahaya, namun Cahaya tak membalas pesan Riyan."Aneh, Cahaya belum membalas pesanku" Guman Riyan sambil memandangi layar HP nya.
Tiba-tiba sebuah notif masuk dari Cahaya.
Ting!!!
Ting!!!
Ting!!!"Riyan"
"Temui aku abis ashar di taman, tempat pertama kita bertemu"
"Ini penting, kumohon datanglah"
Riyan langsung dingin memikirkan hal penting apa yang akan Cahaya katakan.
Selepas Sholat Ashar di masjid, Riyan langsung pergi berjalan kaki ke taman tempat ia dan Cahaya pertama bertemu.
Sesampainya di taman, Cahaya sudah menunggu Riyan, Cahaya terlihat anggun menggunakan gamis biru muda dengan cadar yang menutupi wajahnya dengan warna selaras.
"Assalamualaikum ya ukhti" Salam Riyan pada Cahaya.
"Waalaikumsalam ya akhi, duduk lah jaga jarak denganku" ujar Cahaya, Riyan duduk di ujung kursi tempat Cahaya duduk.
"Cahaya, kenapa kau menyuruhku datang?" tanya Riyan heran.
"Riyan, sudah lima tahun sejak kita bertemu di taman ini, tapi aku ingin mengatakan sesuatu sekarang" ucap Cahaya serius.
"Mengatakan apa, Cahaya?" tanya Riyan.
"Aku ingin kamu jangan pernah mencariku lagi, mulai hari ini" ucap Cahaya, Riyan seketika terkejut mendengar ucapan Cahaya.
"Tidak, aku gak mau, kamu penting bagiku Cahaya" kata Riyan tegas.
"Kita harus berpisah Riyan, aku gak mau kamu gak bahagia denganku" ujar Cahaya menegaskan.
"Aku pasti bahagia denganmu, gak mungkin aku gak bahagia Cahaya, kamu sangat penting untukku" tegas Riyan.
"Kamu gak bakal bahagia dengan aku, aku gak mau kamu sedih, tolong mengerti aku Riyan, sekali ini saja" mohon Cahaya.
Tak terasa air mata Riyan mulai jatuh, hatinya, perasaannya, jantungnya terobek rusak oleh kenyataan, rasa cinta Riyan pada Cahaya sudah mendarah daging sehingga menimbulkan rasa sakit yang begitu pedih.
"Kau, serius mengatakan ini Cahaya?" tanya Riyan.
"Iya, aku serius, tolong lupakan aku dan semua hal tentang aku, Riyan aku tau sebegitu sayangnya kamu denganku, aku juga begitu tapi aku gak mau kamu sedih karena itu aku memintamu pergi sebelum hal yang tak diinginkan terjadi, kumohon" mohon Cahaya pada Riyan.
Cahaya tak enak mengatakannya karena Cahaya bisa melihat emosi, Cahaya melihat betapa hancurnya perasaan Riyan sekarang, aura Riyan berubah menjadi hitam pekat tanda kesedihan. Riyan hanya terdiam mendengar semua perkataan Cahaya.
"Kalau kau ingin marah, aku akan menerimanya, itu hak kamu" jawab Cahaya.
Riyan tetap termenung diam, sambil meneteskan air matanya, air matanya sudah cukup mengekspresikan isi hatinya.
"Riyan? kamu marah kan denganku?" tanya Cahaya
"Gak, aku gak marah, aku cuma gabisa nerimanya" jawab Riyan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah yang bercahaya (Tamat)
RomansaKetika si pendosa mencintai si pengejar surga.