"Sejin-ssi, apakah para petugas medis sudah kembali?"
"Belum, aku masih menahannya dibawah."
"Bagus. Terimakasih. Aku hanya tidak yakin dia baik-baik saja."
Ya, kamu dan Manager Sejin sudah memutuskan agar para petugas medis tidak meninggalkan lokasi. Kim Seokjin sedang tidak baik-baik saja. Dia sedang butuh pertolongan. Entah apa yang ada dipikirannya hingga menolak bantuan medis.
Kamu belum pernah melihatnya takut dengan rumah sakit sampai seperti ini. Sebelumnya dia tidak masalah dengan bangunan itu. Kamu sedikit berpikir, apakah sudah melewatkan sesuatu?
Setelah sedikit berbincang dengan Manager Sejin, kamu kembali ke kamar dimana Seokjin berada. Ia masih terbaring dengan masker oksigen terpasang. Pernafasannya masih belum membaik, kamu khawatir ini adalah reaksi alergi terparah yang pernah ia alami.
Kamu mendudukkan diri di sebelah Seokjin yang wajahnya masih terlihat pucat. Mengamati wajah dan tubuhnya dengan seksama, memastikan tidak ada reaksi yang lain. Keringat mulai membasahi keningnya di ruangan yang tidak terasa panas sama sekali, ini tidak baik.
Kau memegang tangan Seokjin yang terasa dingin.
"Kim Seokjin-ssi, apa yang kau rasakan sekarang? Rasanya tidak begitu baik kan?" Tanyamu dengan lembut.
Seokjin membuka matanya dengan dadanya yang masih naik turun tidak teratur. Ia hanya menatapmu dan mengedipkan matanya lambat.
"Y/n."
"Hm? Katakan. Kamu boleh mengatakan semuanya padaku. Jangan ada yang ditutupi. Kumohon. Kamu tahu kan aku tidak bisa melihatmu seperti ini. Aku sakit jika kalian sakit." Ucapmu sambil terus mengusap punggung tangannya.
"Sakit." Jawabnya lirih.
Sungguh rasanya kau ingin loncat dari tempat dudukmu sekarang dan berlari menuju petugas medis yang ada di lantai bawah. Tapi kau tahu, Seokjin membenci itu.
Kamu memejamkan mata sesaat, menarik nafas panjang dan menghembuskannya dari mulut. Lalu kembali bertanya padanya, dengan sangat hati-hati.
"Bagian mana yang sakit?"
Ia mengerutkan hidung dan keningnya sesaat, seperti sedang menahan sakit. Lalu terlihat mencoba untuk menelan sesuatu.
"Y/n." Ucapnya dengan sedikit rintihan.
"Seokjin, kita ke rumah sakit ya. Aku tidak bisa menolongmu jika kita tetap disini."
Dia tidak menjawab, hanya menatapmu dengan raut marah tersirat disana.
"Mmh, ugh. Sesak, Y/n." Erangnya sambil berusaha menengadahkan kepala dan memegang dadanya.
Kau berusaha setenang mungkin sambil mengangkat kepala dan menambahkan bantal dipunggungnya.
"Kita ke rumah sakit ya." Ucapmu lagi sambil mengusap peluh di keningnya."Aku janji tidak akan meninggalkanmu sendirian disana. Saat kamu membuka mata, disana pasti ada aku. Aku akan selalu ada didalam jangkauanmu. Aku minta tolong mereka untuk membantuku merawatmu, bukan untuk mengobatimu. Hanya merawat. Ya?"
Terjadi diam sejenak diantara kalian dengan suara nafas beratnya.
"Kau bilang hanya butuh dirawat kan? Kita kerumah sakit. Disana ada alat dan obat yang bisa membantuku untuk merawatmu. Ya?" Pintamu memelas.
"Jan . . . ji!" Ucapnya terbata sambil meremas tanganmu.
Pegangan tangannya bisa berarti dia sedang berusaha mengurangi rasa sakit atau dia percaya padamu saat ini.
"Janji, aku janji. Kamu bisa memegang janjiku. Aku tidak pernah mengingkari janjiku, bukan?"
Seokjin tidak menjawabmu dia hanya terus menggenggam tanganmu erat sambil mencoba meraup oksigen sebanyak yang dia bisa. Karena tak mungkin meninggalkannya sendirian, kamu memilih untuk menelpon Manajer Sejin.
KAMU SEDANG MEMBACA
BTS Staff Aid, Noona (Fanfiction)
Fanfiction100% fiksi Kumpulan cerita fiksi jika kalian jadi salah satu staff kesehatan bujang bangtan. Masih terbuka request yaaaa Tinggalkan jejak jika sudah membaca, vote aja gakpapa kok. Tinggalen komentar juga boleh banget, untuk memperbaiki karya. Selama...