"Sayang, aku tadi ada buatin sesuatu setelah kelas ramuan, kamu minum nanti ya." Zean baru saja masuk ke kamar asrama Zelena, dan sudah disuguhi perkataan manis tadi.
Senyum tipis terulas diwajah Zean, dia meletakan tas dan melepaskan rompinya.
Lalu melepaskan sepatu, kaus kaki dan dasi yang melekat pada tubuhnya. Zean mencari keberadaan Zelena, tampaknya gadis itu ada di dapur.
Segera Zean berjalan menuju dapur, dia merindukan gadisnya itu.
"Sayang." suara berat Zean mengalun jelas ditelinga Zelena.
Perlahan Zean melingkarkan kedua tangannya kepinggang Zelena dari belakang, dia menelusupkan wajahnya ke ceruk leher Zelena.
"Kamu masak apa?" tanya Zean lembut.
"Use your eye's babe." celetuk Zelena santai.
Zean terkekeh pelan mendengarnya, dia tau apa yang Zelena masak, tadi itu hanya pancingan saja agar Zelena bicara padanya.
"Sana minum dulu, aku tadi gak tau itu buat apaan, tapi aman."
"Kamu jadiin aku percobaan?"
"Gak boleh?"
"Boleh sayang, apapun buat kamu cintaku." sejak Zelena kembali dari pemulihannya paska kejadian Zrock menyerang academy, kini Zean semakin lengket dengannya.
Dan juga hubungan mereka sudah resmi, bukan menikah, hanya saja mereka resmi bersama dan akan menikah tak tau kapan.
Mungkin 2 tahun lagi.
"Yang dibotol kecil ini kan?" tanya Zean saat melihat ada botol kecil yang diletakan di meja makan.
"Iya itu."
Zean ragu, cairan itu berwarna kebiruan, tapi aroma nya manis seperti vanilla, tak ada salahnya untuk mencoba.
Dengan sekali tegukan Zean menghabiskan cairan itu, memang sangat manis seperti susu, cuma agak asam seperti blueberry.
Tak ada yang aneh, dan Zean tak merasakan apapun selain rasa ingin makan kuaci yang sangat besar.
"Kita ada kuaci gak?" tanya Zean sembari membuka lemari.
"Kuaci? Mana ada."
"Aku mau kuaci."
"Tumben, bukannya kamu gak suka?"
"Aku mau kuaciii, ihhh Elen aku mau kuaciiiii." Zelena makin heran, tumbenan ini pacarnya ngerengek lagi.
Zean jarang merengek sih sekarang.
Zelena berbalik setelah mematikan kompornya, dia melepas apron dan berjalan menuju tempat Zean.
"Ya sudah nanti kita beli—ya ampun Zean!? Itu ditelinga kamu apaan!?"
Zean yang tadinya sedang berguling-guling dilantai sontak terdiam, dia mendongak menatap Zelena, tangannya dibawa kekepala guna memeriksa sesuatu.
Hm, ada benda berbulu, kecil dan bergerak pelan.
"Lucu.." gumam Zelena seraya mengelus telinga tersebut.
Zean terlena dengan sentuhan itu, dia memejamkan matanya dan menggesekan kepalanya ke paha Zelena.
"Hamster, ini telinga hamster kan?"
"Ya ndak tau, Elen, main yuk."
"Main?"
"Heem."
"Ini masih sore."
Bibir Zean sontak melengkung kebawah, dia menatap Zelena dengan tatapan penuh melas, kenapa Zelena gak mau diajak main.
"Kenapa?" lirih Zean sedih.
"Ini masih sore."
"Aku jelek ya?"
"Bukan, ini masih so-"
"Kamu gak sayang aku lagi." Zean menidurkan dirinya dan meringkuk seperti bayi.
Sedih dia itu mulai merengek dan meracaukan hal-hal tidak jelas, pipinya menggembung dan kembali merajuk.
"Lucu..persis hamster.."
Tawaran yang Zean tawarkan menarik, bermain saat wujud Zean masih seperti itu, tak ada salahnya.
"Oke, ayo main."
Zean langsung bangun, dia menatap Zelena penuh binar, dia memberikan tatapan menggoda dan sengaja menggigit bibirnya.
"Ayo nodai aku, aku sudah rela dinodai." ujarnya sembari memeluk satu kaki Zelena dan mendusel dipahanya.
Dasar, kalau main saja dia cepat, coba kalau yang lain, pasti ada saja alasannya.
☁️Bersambung☁️
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Potion [Selesai]
FantasyKeteledoran Zean yang malah memberikan ramuan cinta pada Zelena, membuatnya dalam masalah besar. Zean Tharioda, remaja 19 tahun yang termasuk ke jajaran murid pintar dalam urusan ramuan di Academi Balerion, Academi yang mengumpulkan murid-murid tela...