[11]

306 36 4
                                    

draco tidak pernah menduga hal seperti ini akan menghampiri hidupnya.

bertahun-tahun menyatakan permusuhan pada harry potter, menjelekkan lelaki itu di depan semua anak-anak slytherin seangkatannya, mencari masalah apa saja yang dapat memancing amarah lelaki itu. tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa ia pada akhirnya akan memihak harry potter.

tentu, harry potter ada di menara itu. draco tidak bodoh untuk mengetahui harry ada disana dan bersembunyi di dekat tangga menuju menara astronomi, mendengar semua percakapannya dengan albus dumbledore.                 

mendengar suara putus asanya, mendengar suara lelaki menyedihkan yang tidak pernah punya pilihan.

anehnya, semua rasa ego dan harga diri yang tinggi untuk membanggakan diri di depan harry potter lenyap begitu saja.

seakan draco tak mengapa lelaki itu tahu bahwa draco memang lemah, ia tidaklah lebih dari seorang budak voldemort akibat hukuman yang diterima ayahnya yang telah mendekam di azkaban.       
                              
memangnya apa yang lebih menyedihkan daripada itu? draco terkekeh miris dalam hati. harry membawanya ke ruang kebutuhan yang pernah ia laporkan pada dolores umbridge di tahun kelimanya. membiarkannya duduk sementara lelaku berkacamata itu sibuk menjelaskan ini dan itu pada anggotanya yang meletup-letup karena ada musuh mereka disini, draco malfoy.
                                                                
draco tidak berniat membantu, bukannya dia ingin bersikap kurang ajar dengan membiarkan harry kelimpungan—hanya saja, ia tahu itu hanya akan menjadi hal yang sia-sia, mereka tidak akan pernah mendengarkannya.                 
                        
"dumbledore yang memintanya, astaga merlin. mengapa kalian susah sekali untuk mengerti?" harry mengerang frustasi, "apakah dikeadaan seperti ini, aku punya waktu untuk bercanda?"
                         
semua terdiam.

sayup-sayup suara yang menentang si anak bertahan hidup itu redup sepenuhnya, termasuk mulut menyebalkan—menurut draco—milik si rambut merah, ron weasley.
                       
"kau tidak perlu menghabiskan suaramu begitu potter." draco akhirnya membuka suara, mencibir. "mereka akan patuh jika dumbledore yang berbicara, bukan begitu?"

harry meliriknya, mengangguk enggan. mendapat beberapa pelototan dari teman-temannya membuat draco jadi terkekeh lagi di dalam hati, kali ini ia terhibur dan bukan terkekeh miris.
        
hermione maju selangkah, ia menghela nafas berat. "dimana dumbledore?"

melihat harry yang kesulitan menjawab, draco mengendus tidak senang dan mengambil alih. ia cukup mengerti betapa seorang harry potter terguncang dengan fakta lapangan yang terjadi beberapa jam lalu.  
             
"bersama profesor snape." jawab draco, "dia... tengah sekarat, pelahap maut lainnya tau bahwa snape muncul dengan maksud menggantikanku untuk—" ia menelan ludah susah payah, "—untuk melaksanakan tugas pang—maksudku, kau-tau-siapa. dengan terpaksa, profesor snape mengayunkan mantra non-verbal yang aku sendiri tidak tau mantra apa yang diluncurkannya, tapi itu jelas mengelabui para pelahap maut yang ada disekitar kami untuk masing-masing dari mereka meyakini bahwa dumbledore sudah mati."                  

sunyi senyap kembali, tidak ada yang berbicara.

lima menit lamanya sampai kemudian gadis keturunan asia selatan yang draco tahu adalah pasangan dansa yule ball harry potter, bangkit dari duduknya, "aku menerima dia.. maksudku, kita tidak bisa menghakimi siapa saja yang berhak dan tidak untuk mendapat kesempatan kedua, kan?" 

disebelahnya, hannah abbot tertawa geli. tidak terlihat tegang seperti tadi, "oh ayolah, sejak kapan dirimu menjadi bijak seperti ini?" candanya.

parvati tertawa saja menanggapinya.

fall over ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang