Halo, selamat pagi
Hariku bersinar terang seperti senyumanmu
Setelah aku bertemu denganmu
Semuanya berubah-Kisum & Lim Seul Ong-
-----###*****###-----
"Ra"
Panggil Eza pelan. Tapi telinga Nara yang tersumbat pentolan busa bernada itu tak mampu mendengar suara pelan Eza.
"Raa."
Kali ini ia sedikit mengeraskan suaranya. Dan masih tetap dalam situasi yang sama, Nara tak meresponnya
"RAA!"
Ia berteriak hingga membuat Nara mengangkat wajahnya dan merasa keheranan.
"Apa lagi?!"
"Ya lo sih! di panggil diem aja!"
"Kan lo yang ngasih gue ini, astaga!, Lo juga kan yang nambahin volume nya?!"
Sambil menunjuk telinganya yang tersumpal headphone, rasanya Nara ingin mengunyah Eza saat itu juga.
"Mck. Gajadi!"
Kalimat yang memenuhi kepalanya beberapa saat lalu, sudah menguap entah kemana. Ia sudah lupa dengan apa yang ingin di ucapkannya tadi. Lantas ia mengambil potongan kertas manila berwarna emas, dan menempelkannya dengan rapi di atas kanvas.
Amarah Nara yang sedari tadi terus meluap karena Eza, tiba-tiba saja berubah menjadi perasaan gelisah. Entah mengapa, rasanya ada yang terus mengganjal di hati Nara sejak ia mengisi formulir pengajuan asrama.
"Lo--, ga mau nanya soal formulir asrama itu?"
Eza tak menjawabnya. Namun rasa terkejut anak lelaki itu tak dapat di sembunyikan, kala tangannya tergantung di udara- saat hendak memberikan lem pada kepingan kulit telur berwarna sage green. Tapi kemudian ia melanjutkan pekerjaannya.
"Gue tanya juga, lo pasti ga bakalan jawab."
Nara mematung dengan apa yang baru saja lolos dari mulut Eza. Kalimat itu seperti anak panah yang jatuh tepat di tengah print target. Jika saja cupid ada disana, bayi dengan panah cinta itu pasti sudah memanah Nara tepat di jantungnya. Tapi sialnya, panah yang di tembakkan itu bukan panah asmara, melainkan panah sarkasme frasa. Lantas ia mencoba mengalihkan topic pembicaraan dengan tergugu.
" U- udah ket- ketemu- Elli?"
"Belum." Sahut lelaki itu singkat.
" Gue udah bilang sama dia, katanya lo ga usah takut buat jumpain dia."
Demikian atensi Eza teralihkan dengan mendongakkan kepalanya ke arah Nara. Air muka nya yang dingin berubah seketika, setelah matanya yang tanpa di perintah itu tertuju begitu saja pada hidung Nara-- yang duduk di seberang meja. Dadanya berdegup kencang, dan memori tentang kejadian satu tahun lalu terlintas secepat kilatan cahaya dalam kepala, hingga degupan dalam dadanya semakin melonjak.
"Ah! Elli juga bilang katanya lagu nya ga susah kok, ga jauh dari apa yang sering jadi bahan latihan kalian waktu kelas Ms. Anna. Terus juga katanya Ms. Anna bakalan bantuin Nada awal kalian, jadi lo gausah takut kalau ......"
Eza berjalan mengitari meja tanpa mendengarkan ucapan gadis itu sedikitpun. Ia duduk di samping Nara, dan melepaskan headphone hitamnya. Kemudian, mengambil tisu yang ada di depannya, dan mengelap hidung Nara dengan penuh ke-hati-hatian. Bercak merah yang tertinggal pada tissue itu membuat mata Nara melebar. Gadis itu kaget setengah mati.
Tangannya langsung memastikannya sendiri. Dan benar saja, sisa darah yang masih ada di sana kini menempel pada jari-jari-nya. Eza yang paham mengapa Nara mengalami itu, hanya terus mengelap bagian yang terkena darah tanpa mengatakan apa-apa. Sedangkan Nara yang sedari tadi bicara, kini juga hanya diam saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
San chróma
Fiksi Remaja"Mungkin gue gabisa nuntasin masalah lo, tapi gue harap gue bisa nguatin lo Ra" "Gue harap gue bisa jadi kekuatan lo buat terus hidup..." Eza menangis sesegukan di samping Nara, sedang gadis itu tak tau harus berbuat apa. Prinsip aneh yang terus men...