PALETTE 14 : TERLUKIS JINGGA

75 24 39
                                    

"Berdua?!" Tanya Nara kaget kepada lelaki berbalut jas hitam yang duduk di seberang meja.

"Iya, berdua." Ucap Sir Heri seraya menyurukkan kertas pendaftaran ajang pameran kesenian.

Melihat kertas itu membuat mood hari kamis siangnya semakin menurun drastis. Padahal baru saja ia mengumpulkan kembali nyawa-nyawa kebahagiaan yang mengawang saat di perpustakaan tadi.

Gadis itu memijit pangkal hidungnya sambil memejam. Kemudian menoleh ka arah kiri hanya untuk mendapati wajah Gio yang tak menunjukkan ekspresi apapun.

"And it will begin next month. Tapi kamis depan harus sudah 30% selesai, agar saya bisa memonitornya."

"Jadi sebelum di pamerkan masih bisa di perbaiki jika menurut saya kurang pas."

"Tapi Sir, kenapa harus saya?, kenapa bukan Gio aja sendiri?" Nara menolak terang-terangan.

"Atau Gio sama Alan, atau sama Dipta?"

"Mereka kan juga mahir Sir?" Ujar gadis itu bernegosiasi.

"Tidak ada yang lebih baik dari kamu untuk urusan detail warna."

"Yah, Sir kan masih ad-"

"Pokonya kamu dengan Gio." Potong Sir Heri dengan sorot intimidasi.

"Tidak ada penolakan, atau minus lima puluh untuk ujian bahasa inggris besok."

Gadis itu hanya mampu menghembuskan napas berat untuk apa yang baru saja terjadi. Hatinya memohon untuk di kuatkan sebab sekali lagi ia harus satu kelompok dengan Gio.--___

"Jangan di paksa, gue bisa sendiri."

Ujar Gio pada Nara yang berjalan berdentum-dentum mendahuluinya setelah mereka keluar dari ruangan Sir Heri. Nara memutar bola matanya malas. Jika bocah itu Eza, maka ia sudah pasti akan menghantukkan kepala bocah itu ke dinding.

Lantas ia menghentikan langkahnya dan berpaling ke arah Gio. Matanya menuntut penjelasan pada anak lelaki yang masih berdiri di depan ruangan Sir Heri itu.

"Gak sekalian tahun depan lo bilangnya?" Ia mencibir jengkel.

Gio yang mengerti maksud ucapan Nara itu kemudian bertutur, "Percuma. Beliau orang yang ga bisa di batah." Gadis itu kontan melengos dan tertawa sengak.

"Atau lo bisa bilang gue yang ga mau satu kelompok sama lo, biar nilai minus itu jadi punya gue." Tambah Gio lagi seraya berjalan mendekati Nara.

"Dan lo bakalan masuk list 'buronan' nya Sir Heri?" Tanya Nara frontal kala Gio berdiri tepat di hadapannya.

"Terus setiap ulangan lo bakalan selalu minus lima puluh sampe lo ga bisa ikut ujian praktek akhir,"

"Dan kalau lo ga bisa ikut ujian praktek akhir, lo ga lulus?, hanya karena pameran doang?" Alisnya reflek bertaut dengan mata menyipit, " Lo ga tau Heri Widjayanto itu segila apa?, Ha?" Tanya Nara serius.

Gio hanya mengedikkan bahunya santai. Sedangkan Nara lagi-lagi hanya mampu mendengus frustasi.

"Denger ya Ergio Karel Jayandra,"

"Gue ga se jahat itu buat ngejatuhin orang lain hanya karena mementingkan diri gue sendiri."

Anak laki-laki itu membisu dan menatap dingin ke arah Nara. Tatapan yang mampu Nara terjemahkan menjadi kalimat "Omongan lo gak akan mengubah apapun." Spekulasi yang membuatnya kembali menghela napas kasar. Kemudian mengacak rambutnya sendiri dengan penuh rasa tertekan.

"Oke!" pekiknya.

"Minggu. Jam lima sore." Ucap Nara singkat dan meninggalkan Gio sendirian di koridor. Masih tiga langkah ia berjalan, namun sudah kembali berhenti setelah Gio mengucapkan "Gue ga bisa."

San chróma Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang