Tatkala jarum pendek pada jam dinding tertodong ke arah angka empat, Isla keluar dari kamar dengan kemeja navy keungguan berbahan dingin berlengan pendek dan celana training hitam. Tungkai kakinya berjalan ke arah dapur. Membuka ricecooker untuk mengecek nasi yang mamanya masak pagi tadi. Hanya tersisa sekitar satu porsi, Isla menyendok nasi itu guna mencium baunya. Mungkin sebentar lagi nasi tersebut akan basi. Isla menelan saliva lalu menghela napas. Lapar, ia tak mau menunggu lebih lama untuk memasak nasi yang baru.
Lantas gadis itu memindahkan nasi itu ke piring, setelah semuanya pindah, ia kembali menutup ricecooker. Mendekat ke arah letak kompor, Isla mulai mengeluarkan garam, telur, dan cabai bubuk. Gadis itu meletakan wajan ke atas kompor yang menyala, menuangkan sedikit minyak kelapa. Membuatnya merata hampir seluruh permukaan wajan dengan spatula. Di rasa sudah panas, Isla meretakan telur ayam menggunakan spatula dan mengeluarkan isinya sebelum membuang cangkangnya ke tong sampah terdekat.
Dengan spatulanya, Isla mengacak-ngacak telur tersebut. Menaburkan nasi dan penyedap ke atasnya sebelum mengaduk-aduk perpaduan tersebut. Sejenak, Isla sedikit mendekatkan wajahnya guna mencium bau dari masakannya. Ga buruk, mungkin kalau gue diemin sampe kering bakal enak.
Isla pergi dari dapur meninggalkan nasi gorengnya untuk ke kamar mengambil gawai dan botol minumnya. Setelah itu, ia meletakan gawai dan botol minum tersebut di meja kecil ruang tamu yang sempit, lalu memencet tombol pengendali jarak jauh (baca: remot) hingga televisi berlayar hitam itu menyala.
Merasa meninggalkan masakannya terlalu lama, Isla kembali ke dapur, mematikan kompor dan menyajikan masakannya ke piring. Usai mengambil sendok, gadis itu ke ruang tamu dan duduk di sofa depan televisi. Dia mengaduk nasinya hingga kepulan asap tipis dari panasnya suhu makanan menguap ke atas. Sekali lagi, Isla kembali menghirup aromanya, merasakan sedikit bau basi. Namun dengan ketidakpeduliannya, Isla tetap memakan nasi goreng itu sambil menonton televisi.
Selesai makan dengan penuh perjuangan, Isla minum banyak air dari botol miliknya. Lalu ia meraih gawai, ketika baru saja Isla menyalakan data seluler gawai yang mati, pop up pesan tiba-tiba muncul. Tanpa ragu, Isla membukanya, takut kalau-kalau ada yang penting. Tapi pada kenyataannya, tak seperti apa yang Isla bayangkan, nomor asing tak berfoto profil yang kemarin kembali memberinya pesan. Tak hanya pesan, orang dibalik nomor itu mengiriminya gambar. Isla sontak melotot tak habis pikir melihat foto sebuah tato yang masih kemerahan di pundak kekar bagian depan kiri khas seorang laki-laki, dan di sana terdapat namanya. Jelas sekali. Tertato dengan tulisan yang indah.
+62736xxx
I keep my promise, My Juliet
(15.57)Isla terdiam dengan mulut sedikit menganga. Ia benar-benar tak percaya. Apakah orang di balik nomor yang mengirimi pesan padanya ini masih waras? Atau apakah dia pasien rumah sakit jiwa? Isla yakin jika orang ini benar-benar salah orang, salah kirim pesan sedari kemarin.
I realized that maybe the person with the name Isla wasn't just me
(16.17)
(Gue sadar mungkin orang yang bernama Isla bukan cuma gue)But I think, it looks like you really sent the wrong message
(16.17)
(Tapi gue pikir, kayaknya lo bener-bener ngirim pesan yang salah)I told you, I didn't text the wrong person!
(16.18)
(Udah gue bilang, gue enggak ngirim pesan ke orang yang salah)I AM NOT A FOOL
(16.18)Membaca balasan yang kilat dari nomor tersebut membuat Isla menelan ludahnya tegang sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Isla & the Two-Faced Boy
Ficção AdolescenteSebenarnya, hidup Isla simple-simple saja. Menyendiri, baca buku, mendengarkan musik, belajar, dan melakukan hal lain yang dilakukan seorang introvert pada umumnya. Sampai Isla mendapatkan sebuah pesan aneh dari nomor anonim. Setiap Isla memblokir n...