13. Isla dan Orang Sombong

53K 5K 129
                                    

Tak ada yang lebih nyaman bagi Pargata saat dirinya sedang sendirian. Duduk santai di kursi, di atas balkon kamar pada malam hari di temani sebatang produk tembakau yang menyala. Kepalanya bersandar pada tembok di belakang dan punggungnya bersandar pada kepala kursi. Sesekali Pargata menghisap rokoknya, mengepulkan asap ke udara sebelum tersenyum seperti orang idiot.

Mata pemuda itu berbinar memandang langit malam. Bulan tampak menyebul kecil bersama para taburan bintang-bintang yang seperti ketombe.

Sudah satu tahun agaknya Isla terus ada dalam benaknya. Pargata tahu ada manusia aneh macam Isla karena mimpinya yang sangat kurang ajar. Pargata tak tahu apakah ini sebuah kebetulan atau tidak, tapi yang jelas ketika mengingat mimpi itu, Pargata tak bisa berhenti untuk tak memikirkan segalanya tentang Isla.

Sebelum ia masuk ke SMA Dewantara tahun lalu, malamnya Pargata mendapatkan mimpi basah secara tiba-tiba. Dalam mimpi itu, ia sering menyebut nama 'Isla' tanpa sebab, dan sebenarnya Pargata tidak tahu kenapa mulutnya bisa menyebut nama asing itu. Selain itu, ia ingat samar-samar wajah Isla menatapnya sambil tersenyum manis, yang Pargata sendiri belum pernah melihat senyuman manis Isla sampai saat ini.

Ketika menemukan perempuan yang mirip dengan orang di mimpinya, Pargata terkejut. Jantungnya langsung berdetak kencang sekali. Bayangan mimpinya kembali terbayang. Sebisa mungkin Pargata tak berlebihan mengamati hidup Isla, namun nyatanya tak bisa segampang itu. Ia ingin mengenal Isla, lebih dalam. Pargata ingin menyelam ke dasar nayanika Isla yang terlihat tak pernah berbinar.

Tatkala otaknya mulai memikirkan yang tidak-tidak, Pargata menjedotkan kepala bagian belakangnya ke tembok dengan mata terpejam sambil tersenyum tipis.

Bukannya berhenti, otaknya malah memutar kejadian sewaktu di UKS tadi pagi. Sumpah demi apapun, Pargata rasanya ingin sekali mengobrak-abrik isi kamarnya. Pemuda itu tak dapat menahan semu di wajah dan telinganya untuk tidak muncul. Isla sangat manis.

Pargata membuka kelopak mata perlahan, menggigit bibir bawah menahan gemas tingkat atmosfer bumi. Sosok Isla di mata Pargata itu berbeda dengan perempuan kebanyakan. Isla memiliki daya tarik dan pikat sendiri.

Ia menggeram, menjilati bibirnya berharap rasa mint bekas bibir Isla masih ada. Menghela napas, Pargata langsung memijat pangkal hidungnya saat merasa tak waras.

"Shit. Shit. Shit."

Pargata berjanji suatu saat dia akan membuat Isla jatuh cinta pada dirinya begitu dalam. Pargata akan membuat Isla menjadi miliknya.

-'- -'- -'- -'- -'-

Di sisi lain di waktu yang sama, Isla duduk di atas kasur bersandar pada bantal. Netra tak berbinarnya menatap tanpa makna lurus ke arah depan. Gadis berkaus hitam itu memejamkan mata seraya mengambil napas, membuangnya kembali secara perlahan. Sebelum matanya terbuka, Isla mengambil ancang-ancang seperti orang yang mau muntah kala mengingat bibir Pargata menyentuh bahkan bergerak di bibirnya tadi pagi.

Demi apapun, nyatanya ini sangat amat menjijikan. Tak seperti di novel ataupun drama yang terlihat romantis.

"Kayaknya gue harus nyuci bibir pake air kembang tujuh rupa," gumamnya lalu bergidik.

Sorot mata Isla berubah menajam, ia berdecih lirih. "Bener kata orang, yang baik belum tentu baik. Cowok anjing!" Rautnya sedikit melemah. "Lo udah lecehin gue," lirih Isla dengan wajah menyedihkan.

Dua tangannya terkepal menahan amarah, ingin sekali ia melenyapkan eksistensi Pargata dari dunia ini. Demi Tuhan, Isla ingin Pargata tak muncul lagi di dunia mulai besok.

Alasan atas rasa benci Isla pada Pargata bertambah. Pertama, pemuda itu mengambil kursi peringkat satu. Kedua, dia sudah berlaku tak menyenangkan padanya. Ketiga, Pargata tak sebaik yang orang lain kira, busuk dan bermuka dua.

Isla & the Two-Faced BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang