Lampu-lampu di setiap gerai sepanjang jalan sudah menyala berkilauan meski hari masih menginjaki sore hari. Namun hari ini langit sore di sana nampak redup mendung. Putih dan mengabu saling membaur namun tak menyatu. Keadaan langit seperti sehabis hujan pada umumnya, namun sayangnya--akan lebih elok jika langit itu memunculkan semburat senja dan pelangi. Di kanan dan kiri gerai-gerai pertokoan yang menjual berbagai macam makanan berjajar sepanjang jalan. Tak sedikit orang yang mendatangi tempat ini. Namun meski begitu, tempat ini tak bisa di bilang sesak atau padat juga. Ramai, namun tak penuh sesak.
Sudirman Street Day and Night Market.
Isla pernah kemari. Dan terakhir dua tahun lalu bersama Alwi, Prima, Kak Najwa, dan Kak Johan. Isla masih ingat, dirinya kala itu sangat susah sekali diajak pergi kemari--penyebab paling utama adalah kemalasan. Para sepupunya itu bahkan perlu stok kesabaran ekstra untuk membujuknya.
Namun kini, Isla dengan secara sadar sukarela datang kemari lagi--bersama Pargata. Bahkan mereka masih memakai seragam sekolah. Isla hanya bisa pasrah kala pemuda itu memaksa ingin ikut. Dan kini, mereka berakhir berjalan berdampingan sambil menggenggam satu stik corndog masing-masing. Melangkah santai menembus bau-bau harum masakan lain. Dusta jika Isla bilang dirinya tak tergoda, namun apa daya, kata nabung, nabung, dan nabung terus berputar di dalam tempurung kepalanya. Ya meskipun nanti pada akhirnya Pargata yang memaksa bayar seperti tadi, tapi Isla cukup tahu diri untuk tidak lagi matre lebih jauh pada Pargata. Cukup untuk kejadian Pargata memberinya buku novel waktu itu. Isla tak mau menambah lagi dosanya.
"Ada banyak makanan. Nggak mau beli yang lain?" tawar Pargata seraya melirik sekitarnya singkat. Lalu ia menggigit corndog-nya.
Isla melakukan hal yang sama sebelum menggeleng. "Lo aja kalau mau. Gue nggak terlalu lapar."
Pemuda itu menoleh ke arah gadisnya yang sedang mengunyah. Segaris senyum tipis terpatri di bibirnya, Pargata menjulurkan ibu jarinya untuk mengusap noda merah saus sudut bibir Isla. Kemudian pemuda gila itu malah menjilat saus di ibu jarinya, membuat Isla memandangnya sinis.
"Bego, malah dijilat," lirihnya.
Pargata melebarkan senyumannya. "Biar romantis kayak di drama-drama."
Embusan napas keluar dari mulut Isla. "Lo suka nonton drama percintaan? Pantes tiba-tiba jadi green flag. Berarti sebelumnya lo sering nonton film thriller atau psikopat, ya?"
Pargata hanya terkekeh gemas menanggapinya, lalu menggerakan satu telapak tangannya untuk mengacak puncak kepala Isla. "Gemes banget sih pacar gue."
Spontan Isla menyingkirkan jauh-jauh tangan besar itu dari kepalanya. "Kita udah putus by the way." Dari ekor matanya, Isla mendapati tempat duduk kayu yang kosong. Tanpa menghiraukan Pargata, gadis itu melenggang pergi untuk duduk di sana.
Sementara Pargata yang mendapati kata-kata itu, lantas mengerucutkan bibirnya menatap punggung Isla. Ia segera menghampiri gadis itu. Lalu mereka duduk berdampingan di kursi panjang itu.
"Kapan kita putus?"
"Pikun? Gue waktu itu nembak lo, terus gue selingkuh dan otomatis kita putus karena lo nggak suka sama yang namanya perselingkuhan," papar Isla sebelum kembali mengunyah corndog-nya.
Pargata semakin membuat wajahnya sendiri semakin menyedihkan. "Ya udah, sekarang gue yang nembak lo. Kita pacaran! Lo harus nerima nggak mau tau. Kalau nggak terima, gue bakal langsung nikahin lo besok!" tegasnya tak mau dibantah.
"Kok maksa? Mana ada orang ngajak pacaran kayak rentenir nagih utang?" Isla mengerutkan dahinya lalu kembali mengunyah corndog.
Pargata melakukan hal yang sama--mengunyah corndog dengan wajah merajuk. "Terserah gue. Pokoknya lo nggak boleh nolak, titik."

KAMU SEDANG MEMBACA
Isla & the Two-Faced Boy
Fiksi RemajaSebenarnya, hidup Isla simple-simple saja. Menyendiri, baca buku, mendengarkan musik, belajar, dan melakukan hal lain yang dilakukan seorang introvert pada umumnya. Sampai Isla mendapatkan sebuah pesan aneh dari nomor anonim. Setiap Isla memblokir n...