BAB 29

252 25 3
                                    

Marsel menggerakkan kepalanya saat rasa sakit semakin menggerogoti dadanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Marsel menggerakkan kepalanya saat rasa sakit semakin menggerogoti dadanya. "L-lui, s-sakit."

Mendengar sirene ambulan yang semakin kencang, Louis berkata. "Ambulan udah ada disini. Lo harus bertahan demi Rain dan yang lain nya, paham?"

Marsel mengangguk cepat. Dengan mata yang menatap Louis dalam dan bibir pucat pasi yang bergetar ia menjawab. "P-pasti. G-gue kan j-janji bakal te-tetap terus a-ada di samping Rain."

Suasana semakin tak kondusif begitu suara mobil sport memenuhi gendang telinga. Louis tahu siapa yang datang. Rain dan sahabatnya yang lain pasti berkendara dengan cepat agar bisa menuju kesini.

"Ini ada apa____KAK MARSEL?!" Rain berteriak kencang. "Kakak kenapa?!" Seru Rain dengan nafas memburu.

Hatinya seketika mencelos, ia menjatuhkan lututnya tepat dia samping Marsel. Menyentuh pipi Marsel lembut seraya mengusap nya.

"K-kak Marsel k-kenapa? Kenapa bisa begini?"

Langit melayangkan tatapan beribu tanya pada Louis yang tak bisa laki laki-laki itu jelaskan. Semua kejadian ini begitu pelik.

Ucapan teriakan, dan bantahan tak Terima dilontarkan oleh Rain. Rain berusa untuk menyadarkan Marsel yang tergeletak lemah di sana.

"Kak, kakak jangan tinggalin aku, kak! Kakak janji bakal terus ada di samping aku kan-"

"Kakak bangun..." Ucap Rain lirih seraya mengguncang guncangkan tubuh Marsel.

"Korban atas nama Marsel Aroon Wichapas akan kami bawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapati penanganan medis secepatnya." Jelas polisi yang datang bersama dengan ambulan itu.

Rain tak bisa berpikir jernih, tubuh nya sangat lemas sekarang. Tak bisa mencerna apa yang terjadi di hadapannya. Apalagi harus melihat polisi yang dan petugas medis yang bergegas untuk mengangkat tubuh Marsel.

"Apakah ada wali yang bisa ikut di ke dalam ambulan?"

Rain mengangguk cepat, kemudian mengikuti arah petugas dan masuk ke dalam ambulan itu.

***

Suasana mencekam dan menengangkan dirasakan oleh Rain dan sahabat Marsel yang menunggu di ruang tunggu operasi. Tak ada satupun dari mereka yang dapat berdiam tenang. Apalagi Rain.

Langit berdiri di dekat pintu dengan kedua tangan yang dimasukkan kedalam saku celana. Sesekali Langit mengintip dengan rasa cemas yang berusaha ia tutupi.

Lain halnya dengan Starsa yang masih berusaha menenangkan Rain yang terlihat begitu kalut dan berantakan. "Kak Marsel lagi berjuang di dalem sana. Lo jangan kayak gini Rain. Kak Marsel, dia gak selemah itu."

Rain menyatukan kedua tangan untuk menenangkan jemarinya yang gemetar. Melirik Starsa yang juga sedang melirik nya, Rain menghela nafas berat. "S-sa, Kak Marsel pasti selamat kan?"

langit untuk starsa (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang