BAB 30

247 22 0
                                    

"ENGGAK! GAK BOLEH, KALIAN GAK BOLEH KUBUR KAK MARSEL!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"ENGGAK! GAK BOLEH, KALIAN GAK BOLEH KUBUR KAK MARSEL!"

Mendengar Rain yang terus menolak dan tidak menerima kenyataan, suasana pun semakin berkabung. Tangis semakin kencang, seruan duka para sahabat bahkan kerabat Marsel pun terdengar nyaring.

Bahkan Starsa yang tadinya masih bisa menahan diri pun kini sudah tidak sanggup berdiri tegak. Langit memeluk dan merengkuh Starsa, pria itu mencoba untuk mengelus punggung Starsa, memberikan kekuatan untuk kekasih nya.

Membiarkan pria itu terisak isak di dadanya. Berkali-kali Starsa kesulitan bernafas sangking derasnya pria itu menangis. "Tarik nafas yang pelan ya, sayang." Bujuk Langit sambil terus mengelus punggung Starsa. Tapi sepertinya cara itu tidak berhasil karena Rain kini datang ke arahnya sambil menunjuk peti Marsel yang telah di timbun tanah.

"Sa, kita gak bisa ngebiarin orang orang itu ngubur Kak Marsel, Sa." Ujar Rain tak terima.

"Kak Marsel takut gelap, di-dia juga gak bisa sendirian, Sa. Kak Marsel butuh temen!!" Teriaknya sambil mencekal kasar tangan Starsa.

"SA! KITA GAK BISA NGEBIARIN KAK MARSEL DI KUBUR!! LO DENGER GAK SIH?! KITA___KITA GAK BOLEH NGEBIARIN KAK MARSEL TIDUR DI SITU SA." Seru Rain dengan suara tercekat.

"G-gue mau ikut kak Marsel_gue mau ikut!" Pinta Rain bersikeras sambil melangkahkan kakinya ke larah gundukan tanah tempat Marsel di kubur.

Keadaan semakin parah saat Rain terus memberontak bahwa dirinya bersihkeras ingin ikut Marsel ke dalam peti itu. Tangis mereka kembali pecah.

"ENGGAK LEPAS!!" Ucapnya kasar sambil menepis lengan Kael dan Time yang berusaha untuk menghentikan aksi gila Rain.

"Rain, jangan kayak gini." Kata Kael sendu.

"Rain, gue mohon lo berhenti, Rain. Cukup!" Ucap Time yang kini sudah mengeluarkan air matanya.

Hingga akhirnya usaha Time dan Kael mampu membuat Rain berhenti dari aksi gilanya. Rain jatuh terduduk lemas di samping gundukan tanah itu.

Mangelus tanah itu hampa, ia memeluk gundukan tanah itu dengan air mata yang terus mengalir deras.

Sementara di arah lain seorang anak kecil berlari menghampiri Geino. "A-aroon?"

"Uncle, Daddy Malsel sudah tidak ada ya?" Tanya anak kecil itu lirih.

Geino mengelus puncak kepala itu dengan lembut, "daddy sudah ada di surga . Tuhan lebih sayang sama daddy," Kata Geino dengan suara lembut.

"DADDY JAHAT! DADDY TINGGALIN ALOON SAMA BUNA!" Kata Aroon memberontak. Jika kalian bertanya kenapa Aroon sangat paham dengan situasi nya, jawabannya adalah karena Aroon sejak kecil memang telah tahu apa itu arti kematian.

Aroon ditinggalkan oleh kedua orang tuanya sejak ia kecil. Dan sekarang ia harus merasakan kehilangan itu lagi. Dan ini juga harus dirasakan oleh Rain. Bagaimana bisa ia merasakan hal yang menyakitkan terus menerus? Kenapa Tuhan terus memberikan cobaan yang tak bisa ia tanggung?

langit untuk starsa (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang