Bab 2. Rumah tua

238 18 5
                                    

Hari Rabu pagi pun tiba. Inilah momen yang paling kutuunggu sepanjang semester ini. Sebelum berangkat ke telaga desa terpencil aku bersolek di depan cermin. "Semoga saja nanti Bisma menyatakan cinta di telaga itu, ah pasti sangat romantis." Gumamku di depan cermin.

"Assalamualaikum Laras."

"Waalaikumsalam. masuk Mayang tidak dikunci."

Pintu terbuka Mayang menatapku dengan tajam. "Ya ampun dari tadi belum apa apa. Tuh si Bisma sama yang lainnya udah sampai didepan." Cecar Mayang.

"Iya ini sudah selesai kok."

Kupandangi Mayang dari atas sampai bawah benar benar perfect tidak ada satupun kekurangan yang ada dalam dirinya, tidak seperti diriku yang banyak kekurangan. Semoga saja jodohku menerimaku apa adanya.

"May gimana tadi malam, sudah gak diganggu lagi kan? Oh ya semalam kamu belum ceritain semuanya kan." Tanyaku dengan menuruni anak tangga dengan hati hati.

"Setelah baca doa mau tidur sudah gak diganggu. Kalo soal ceritanya kayak tidak perlu diceritain lagi deh Ras." Ujar Mayang.

Sosok Bisma keluar dari mobil. Dia menatapiku tanpa berkedip. Hati ini berdetak dengan kencang rasanya ingin sekali kupeluk dia.

"Cus berangkat." Ucap Mayang dengan membuka mobil yang sudah disewa Bisma.

"Sebentar kita tunggu mas Arya sama Rama dulu. Mereka sedang ada di toilet." Ujar Bisma dengan tegas.

Mas Arya kakak tingkat di kampus sekaligus kakak sepupuku dan mas Arya lah yang mengajaku untuk kuliah di universitas bergengsi ini. dia sosok yang pemberani, Dia juga sering naik turun gunung makanya Mas Arya punya segudang cerita tentang hal hal mistis tentang berbagai gunung diseluruh negri ini.

Rama aku tidak terlalu dekat denganya tapi yang jelas dia sosok yang menyebalkan, sok keren, sok ganteng dan tengil. Tapi aku bingung kenapa beberapa cewek cewek di kampus mengidolakannya. Mungkin juga karena sahabat karibnya Bisma jadi gantengnya ketularan.

"Laras barangnya sudah di bawa semaunya kan." Ucap Mas Arya yang tiba tiba datang dari belakang.

"Semuanya sudah kok mas, ayo berangkat. Rama tinggal aja." Ucapku dengan celingak celinguk mencari Rama.

Aku masuk duduk disebelah Mayang sementar mas Arya disebelah Bisma yang akan menyentir.

"Laras kamu duduk disini, ini kursiku. Sana kamu dibelakang." Oceh Rama yang baru membuka pintu mobil.

"Enak aja aku duduk disini dulu sama Mayang seharusnya lo yang ada dibelakang, lagian kamu tuh cowok." Sangkal Laras dengan membabi buta.

"Memang kalian kaya minyak dan air gak bakal bersatu." Sahut Bisma dengan cengegesan.

"Laras kamu duduk dibelakang sama Mayang. Biar Rama yang disitu." Ujar Mas Arya.

"Gak bisa gitu dong mas." Aku masih belum terima ucapan mas Arya tapi tangan Mayang menutup mulut.

"Kita ngalah aja Ras. Kita gak bakal mungkin menang berdebat dengan Rama yang banyak ngomong, lagian kamu gak risih Rama dibelakangmu. Dia kan jahil banget sama kamu." Bisik Mayang ditelingaku.

Kupikir lagi benar apa yang diucapakan Mayang. Kusingkar tas ku kebelakang dan kulihat raut muka Rama dengan mata yang memincing dan bibir yang mengisyratkan kemenagan.

Bisma langsung menancap gas dengan kencang. Memang perjalanan kami lumayan lama bisa diperkirakan kami sampai ditujuan tengah malam. Aku ngantuk sekali sebab semalam aku tidak bisa tidur karena bayang bayang wanita mondar mandir dijendela kamar kost ku. Semoga saja liburan ke desa pelosok tidak menjadi petaka untuk kami.

Teror sinden (Liburan Telaga Tengah Alas)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang