suara kematian

117 14 5
                                    


Sebelum membaca follow akunku dan vote ya.
***

Napasku sangat tidak teratur, kakiku tidak kuat berlari lagi. Kami di bawa ke sebuah rumah tua reot di tepi hutan pinus.

Laras  terus saja menangis memangil mangil nama Mas Arya namun Rama menguatkan hati nya yang rapuh.

"Ram, gimana aku jelakan kepada Paman dan Bibi. Harusnya kita tadi tarik tangan Mas Arya bukan nya ningalin nya sendiri. Jika saja Kakak sepupuku itu ada di posisi kita tidak mungkin dia mau jalan sendiri." Kata Laras yang terisak isak.

"Laras. Dengerin saya! Mas Arya pasti selamat kok. Aku janji." Jawab Rama dengan membelai rambut Laras yang sudah acak acakan.

Di sisi lain Mayang terus berbicara dan menanyai anak kecil yang membawa kami keluar dari hutan angker dan seorang pria terduduk di atas batu besar dengan mata tertutup seperti orang semedi. Ia juga ikut menyelamatkan kami.

"Dilihat lihat dia bukan orang desa, pakain nya saja khas banget anak kota." Desisi ku dengan pelan.

Tiba tiba Pria itu membuka matanya selanjutnya berjalan ke arah Mayang dan anak kecil yang pucat pasi itu.

"Rebeca makasih ya sudah mau bantu  kakak menemukan jalan keluarnya. Sekarang kamu kembali ke pasar sebelum kakak Lakmi pulang dari hutan." 

"Iya kakak. Rebeca main dulu di pasar ya." Ucap Rebeca lalu berlari dengan ketawa ketiwi seperti anak seusianya.

Pria muda itu berjalan menuju ke diriku dan Rama. Wajahnya sangat serius sekali  dengan membawa sebatang rokok yang mungkin dia akan hisap dan berkata.

"Kenalin aku Aldo, teman nya Arya. Aku sudah mendegar tentang Sinden itu darinya, makanya aku ke sini untuk memberitahu kalian untuk tidak datang menemui Sinden itu, eh tau tau nya kalian malah terkena jebakan anak buah Sinden itu."

Mendegar itu seketika Laras berdiri, "jadi kamu bisa bantu kami dong, untuk nyelamatin Mas Arya."

"Saya tidak berjanji namun akan ku usahakan. Bagiku Arya bukan hanya teman dia sudah seperti saudara."

"Lalu kapan kita akan ke pasar sana lagi?" Ucapku dengan bersender di tembok kayu.

"Kata Rebeca. Laksmi akan membuat pesta besok malam di telaga. Apa mungkin  untuk perayaan karena sudah mendapat budak baru?" Kata Mayang.

"Entahlah aku juga tidak tahu, namun itu bisa saja terjadi. Kita akan bawa balik Arya apapun resikonya. Ya sudah malam ini kalian beristirahat di gubuk milik pak kades, tenang saja aku sudah minta ijin sama beliau. Satu lagi kalian buang aja tuh gelang hitam, karena gelang itulah kalian bisa terpengaruh dengan mudah oleg ucapan dukun itu." 

"Ouh jadi ini." Ucap Rama dengan melempar gelang di susul aku, Laras dan Mayang.

Akhirnya kami berempat beristirahat di rumah tua yang sempit ini. Hatiku masih saja tak tenang karena ulahku yang mengambil selendang itu semua jadi berantakan. "Mending aku ambil air wudhu, biar tenang hati ku." Ujarku dengan keluar dari kamar.

Ku pastikan Laras dan Mayang sudah tertidur sebelum aku ambil wudhu di toilet belakang. Angin berhembus dengan kencang diluar rumah untung saja aku membawa jaket tebal, bisa bisa aku  mati kedinganan di sini. Jarak toilet dari pintu belakang sekitar 100 meter jadi mau tidak mau aku harus menembus gelapnya hutan pinus.

"Ya Allah kenapa merinding sekali tubuhku. Bisma jangan takut begitu ah, kan ada Allah." Gumamku dengan membuka pintu kamar mandi.

Jantungku berdetak dengan cepat, ku ambil air wudhu dengan cepat meskipun terburu buru aku tetap mematuhi tata cara berwudhu dengan tepat.

Teror sinden (Liburan Telaga Tengah Alas)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang