Andong Sinden

120 16 0
                                    

"Ini kita benar mau ngikutin dia, kalo bapak bapak ini anak buahnya sinden itu gimana?" Tanya Laras dengan berbisik.

"Iya iya bener, kamu diam saja Laras nanti dia tau kalo kita ngikutin dia." 

Aku terus memperingatkan mereka untuk selalu berhati hati berjalan agar dukun yang kami ikutin tidak sadar kalau kami mengikutinya . Bapak bapak itu terus berjalan sangat cepat seperti takut pada sesuatu, kulihat jam tanganku yang menunujukan hampir jam 12 malam.


Lorong yang kami lalui semakin menyempit, bau kemenyan tercium sangat tajam dari tas yang di bawa Bisma. 

"Bisma semoga elo gak bawa barang aneh aneh dari pasar ini." Gumamku dengan lirih. Suara jeritan minta tolong sangat terdengar ditelingaku.

"Aaaaaaa... sakit, kami ingin keluar juga." 

"Mas kamu kenapa? Aku takut banget sama bapak bapak itu." Bisik Laras kepadaku.

Aku hanya mengeleng gelengkan kepala dan terus membaca dzikir, semua orang tidak merasakan apa yang ku rasakan. Kabut tebal mulai terlihat di dalam pasar lalu dukun itu hilang di telan kabut.


Kami berhenti dan ragu untuk masuk kabut itu tapi aku yakin kan mereka untuk tidak takut.

"Ayo! Itu jalan keluarnya, aku yakin itu."  

Suara jeritan semakin terdengar jelas di telingaku, seketika wajah Rama dan Mayang pun berubah dengan sangat tegang.

 

"Udah jangan diem gini. Aku gak mau tinggal di sini selamanya, ayo Laras kita maju dulu." Ujar Rama dengan menarik tangan Laras.

"Bisma Mayang kalian jalan dulu." 

Aku berjalan paling belakang sendiri, saat aku mau menembus kabut tebal itu sosok Sinden cantik itu terlihat di belakangku kemudian menarik tubuhku dengan kasar.

"Arya jangan tinggalin aku lagi." 

"Kita beda alam Laksmi, aku mau pulang ke kota." 

Tiba tiba Sinden itu sangat marah kepadaku dan terus mengancam akan membunuhku. Aku sendiri tidak ingat dengan sosok Laksmi dan grup Sinden nya, aku tidak pernah berbuat salah dengan orang.

"Lancang kau Arya, aku akan membunuhmu dan akan menerormu dan seluruh temanmu setiap malam" Ucap Laksmi dengan suara berat.

Tubuku seakan kaku. Kaki ku sangat berat untuk melangkah. Semua teman temanku sudah tidak terlihat lagi karena sudah melewati kabut.

"Tolong..." teriaku namun suara ini hanya sampai tenggorokan.

"Mas Arya Ayo! Kok diam." Teriak Bisma yang kembali lagi. 

Bisma tidak melihat sinden itu karena dari raut wajahnya yang tidak panik. Aku angkat tanganku. "Bisma tarik tanganku." Ucapku dengan suara yang sudah kesakitan. 

Bisma menariku dan masuk kedalam kabut. Di dalam kabut suara teriakan minta tolong semakin banyak, aku hanya diam tidak berani berkata apapun.

Akhirnya kami keluar dari kabut dan masuk hutan bambu yang melengkung seperti terowongan.

"Yess, akhirnya kita bisa keluar. Ini kan terwongan itu Ram, kamu masih ingat Ram."

"Iya Laras. Ayo kita kembali ke desa." 

Kami memang sudah keluar dari pasar. Namun hatiku tidak tenang seperti ada yang tidak beres dengan semua ini. Apa aku harus ke dukun itu ya untuk menanyakan ke gelisah hatiku, Tidak Arya  itu bukan opsi yang bagus, sekarang yang penting aku harus memulangkan semua anak anak kota ini dan mencari tahu kenapa Sinden itu mau membunuhku.

Teror sinden (Liburan Telaga Tengah Alas)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang