Happy reading.
Sinar matahari kini berada tepat di atas kepala tertinggi dilangit cakrawala. Menunjukkan waktu siang hari pada bagian bumi yang bertepatan dengan garis bumi khatulistiwa. Jarum jam telah bergerak kearah pukul setengah dua siang, bersamaan dengan bel sekolah yang berbunyi di SMA Negeri Maksmana hari ini, menandakan jam belajar di sekolah tersebut sudah usai.
Terlihat banyak siswa maupun siswi berseragam tampak keluar berhamburan dari ruang kelas, entah akan pulang ataupun mampir ke suatu tempat, para pelajar itu telah menyelesaikan tugas kewajibannya sebagai seorang penerus generasi muda bangsa.
bruk! bruk!
Suara buku yang berjejer dalam genggaman dua tangan tampak bertubrukan dengan permukaan datar meja. Dalam perpustakaan sekolah yang senantiasa terjaga kesunyiannya, seorang remaja laki-laki di meja penjagaan sedang terlihat merapikan beberapa tumpukan buku yang baru saja pada jam istirahat sekolah dikembalikan padanya.
"oke! buku novel udah ada ditempat yang bener, sekarang buku ilmiah lagi yang belum dirapiin." gumamnya sesekali sembari dirinya menghela napasnya lega, dia bersyukur karena tugas penjagaan perpustakaannya telah akhirnya selesai.
"Aldrich! lo udah selesai belom? katanya mau ke toko buku bareng buat beli buku latihan SNBT!" salah satu temannya memanggil nama remaja laki-laki tersebut 'Aldrich' dan terlihat duduk sambil menumpukan dagunya secara bosan.
Aldrich Gavril. Seorang remaja laki-laki berumur 18 tahun yang duduk di bangku SMA tahun ketiganya yang segera masuk dalam proses menuju kelulusan. Dia adalah siswa jurusan IPS yang dikategorikan sebagai siswa teladan dan berprestasi, terkenal dengan garis keras sifatnya yang cenderung selalu tampil ramah, dewasa, dan penyabar yang menjadi siswa favorit para guru maupun siswi di SMA Negeri Maksmana.
Hal ini bukan berarti dia menyukainya. Meskipun demikian kehidupan sekolahnya merupakan kehidupan yang sempurna tanpa ada orang yang mengganggunya, kenyataan pahitnya dia bukanlah termasuk "orang pilihan" Tuhan yang diizinkan untuk merasakan cinta keluarga selama hidupnya sepanjang waktu. Bagaikan dipukul oleh palu takdir, dia harus kehilangan kedua orang tuanya pada saat umurnya menginjak umur 14 tahun.
Sekarang Aldrich hanya dapat berusaha keras untuk bangkit kembali dari titik terendah kehidupannya yang sempat dia anggap hancur. Sehingga sejauh ini akhirnya dia rela melakukan apapun untuk tetap bertahan hidup seorang diri, seperti bekerja paruh waktu setelah sekolahnya selesai.
"Yaah... Aldrich, gimana nih? toko buku yang jadi tempat langganan kita yang biasa lagi tutup hari ini." ucapnya Ara. seorang perempuan remaja yang merupakan teman akrabnya Aldrich. Dia mengeluh tatkalanya keduanya telah sampai di sebuah ruko yang sedang tutup di pinggiran jalan raya.
"Ya udah gak apalah, kita cari aja di mall. lagian di toko langganan biasa yang ini juga gak lengkap jenis bukunya.". jawab Aldrich memberikan saran. Buku yang terjual di mall biasanya memiliki harga yang lebih mahal, akan tetapi sepertinya Aldrich tak terlalu mempermasalahkan harga buku tersebut.
"hah? beneran? yeaay!! oke, langsung gass kuy! sekalian gue juga mau main Timezone ama belanja skincare nih!" seru Ara. dia seketika mendengar ajakan sahabat laki-lakinya yang mengajaknya pergi mengunjungi Mall di salah satunya lokasi di Jakarta.
'Ternyata diem-diem Ara kecanduan main Timezone mulu rupanya.' batin Aldrich yang tersenyumlah dengan masam. laki-laki itu hanya dapat berharap Ara tidak meminta uangnya untuk bersikeras memenangkan permainan mesin capit boneka.
Perjalanan Aldrich dan Ara berlangsung selama 15 menit dengan menaiki bus kota di halte hingga akhirnya keduanya telah sampai di salah satu Mall besar di Jakarta. Disana terdapat banyak orang baik pelajar yang masih berseragam, mahasiswa, maupun orang dewasa terlihat ramai masuk dan keluar berlalu lalang di dalam Mall dan tanpa banyak menghabiskan waktunya lagi mereka masuk kedalam Mall untuk mencari toko buku.
"Buku SNBT disini banyak, kita cari aja buku yang lengkap tapi seenggaknya harganya murah." ucapnya Aldrich lalu berpisah dengan Ara untuk mencari buku latihan yang di carinya. Dia pun berjalan disepanjang rak yang berjejer memenuhi sisi kanan dan kirinya, dia juga sesekali mengalihkan perhatiannya ke kanan dan ke kiri menatap lekat buku buku latihan soal yang sangat tebal tersebut.
'Oh, yang satu ini murah nih.'
Aldrich mulai menundukkan tubuhnya dengan sedikit rendah. Menyamakan tingginya dari sebuah buku latihan soal yang berhasil menarik perhatiannya di salah satu rak ujung. Dia mengambil buku yang masih dilapisi oleh plastik tipis dan ketat itu, selagi mengecek harga dia juga melihat detail paket lengkap yang disediakan buku latihan tersebut.
"Lo udah selesai milihnya gak Al?" Ucap Ara berjalan menuju kearah aldrich.
"Udah. Tapi mumpung banyak jenis buku disini gue juga jadi pengen beli novel lagi nih."
"Hah! Lo gila Al, masa lo mau beli buku lagi. Ini udah ke 50 kalinya. Lo mau buat rumah Lo jadi perpustakaan gitu?"
"Enggak gitu Ra, Lo tau sendiri kan kalau gue itu hobi membaca. Harusnya Lo tau sendiri sebagai teman dekat gue"
"Hehe sorry Al, yaudah Lo ambil lagi saja. Gue tungguin Lo disana deh." Ucap Ara melihat sekitar dan menemukan tempat untuk menunggu. Dan mengarahkan jarinya mengarah ke tempat tersebut.
"Oke tungguin gue ya, ingat! Terakhir kemarin Lo ninggalin gue."
"Iya maaf Al, yaudah gue kesana dulu." Lalu berjalan meninggalkan aldrich yang masih sibuk memilih novel, berjalan menuju ke tempat duduk tersebut.
Aldrich berjalan menelusuri tempat bagian rak novel tersebut. Dan berharap dia bisa menemukan novel yang menurutnya seru, karena novel yang ada dirumahnya sudah habis dia baca. Gimana gak habis coba? kalau selepas pulang sekolah langsung belajar atau membaca novel.
Selang beberapa menit akhirnya aldrich menemukan novel yang menarik perhatian baginya berjudul " ALASKA" lalu membuka buku itu. Sambil membaca sinopsis dari cerita tersebut.
" Akhirnya gue nemu cerita menarik nih."
40 menit kemudian
Aldrich segera menghampiri Ara, dilihat dari raut wajahnya aldrich tau kalau Ara kesal kepadanya.
"Lama banget si Al, gua udah kek nungguin sapi bertelur aja." Kesel Ara sambil melihat kearah aldrich, niatnya Ara ingin segera pulang namun aldrich kalau sudah bersangkutan yang namanya novel pasti lama milihnya jadi maklumi saja.
"Elo kan tau sendiri kalo ada novel gue milihnya lama, udah deh mending kita segera pulang udah mulai sore nih." ajak aldrich sambil menarik tangan ara, namun Ara yang duta suka ngambek gak mau berdiri, dia tuh masih kesel sama aldrich.
"Hah... Yaudah deh gue traktir deh Lo mau beli apa? Sudahlah marahnya capek gue ngeladeni elu yang ngambek mulu." aldrich pasrah sahabatnya ini kalo ngambek harus dikasih traktiran, Ara yang mendengar kata traktir jelas mau. Dia pun berdiri dan menarik tangan aldrich dengan semangat. Dan segera menuju meja kasir untuk membayar novel yang sudah dipilih oleh aldrich. Sambil melihat kanan kiri menatapi semua orang berlalu lalang mencari buku. dimeja kasir aldrich segera membayar buku tersebut. Namun belum sempat mengucapkan terima kasih dia sudah ditarik dulu oleh Ara. Karena terlalu bersemangat mendapatkan traktiran.
Sesampainya didepan dipintu keluar, Ara langsung menarik aldrich sambil melihat sekitar terdapat sebuah makanan khas jepang, setelahnya mereka masuk ke tempat tersebut.
Setelah acara makan sudah selesai akhirnya mereka memutuskan untuk pulang kerumah masing -masing.
"Al gue pulang dulu ya, udah malem juga."pamit Ara kepada Aldrich.
"Iya Ra, hati hati lu, sorry gue gabisa nganterin!"
Balas aldrich dengan sedikit berteriak.Aldrich pun memasuki pekarangan rumah dan segera menuju kamarnya, tidak sabarnya karena sudah penasaran dengan cerita yang sudah dibelinya, dia pun segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan badannya terlebih dahulu.
Setelah selesai Aldrich menuju tempat kasur kesayangannya, dan segera membaca buku novel yang dia beli tadi di toko buku tersebut.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
My Papa
RandomCerita pertama Aldrich Gavril, seorang murid sma yang tinggal sendirian karena kedua orang tuanya yang telah meninggal saat ia masih berumur 15 tahun, namun ia tidak menyerah akan kehidupannya. Ia memilih untuk melanjutkan sekolah sambil bekerja, hi...