01. Sekolah

194 123 37
                                    

Sorakan-sorakan senang di kelas 12 IPA 2 itu sepertinya terdengar sampai keluar, pasalnya mereka baru saja mendapatkan pengumuman mendadak dari sang ketua kelas bahwa sampai jam istirahat pertama kelas nya akan jamkos karena guru-guru ada rapat da...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sorakan-sorakan senang di kelas 12 IPA 2 itu sepertinya terdengar sampai keluar, pasalnya mereka baru saja mendapatkan pengumuman mendadak dari sang ketua kelas bahwa sampai jam istirahat pertama kelas nya akan jamkos karena guru-guru ada rapat dadakan untuk membahas kegiatan yang akan di adakan di sekolah nanti.

Melihat yang lain asik keluar masuk kelas, dan ada juga yang berteriak-teriak, bernyanyi, bahkan sampai memukul mukul meja. Berbeda dengan Nindya dia malah asik membaca novel. Sambil memakai earphone di telinganya, mendengarkan lagu dari salah satu aplikasi yang berlogo warna hijau itu.

Nindya tidak mempunyai teman dekat di kelasnya, maka dari itu dia lebih suka menyindiri di kelas. Prinsip Nindya, jika ada yang mengajaknya dia ikut jika tidak ya sudah, sendiri pun tidak masalah. Bahkan dengan teman satu bangku nya pun dia jarang mengobrol, mengobrol pun hanya seperlunya saja. Sahabatnya hanya Aya dan Aruna yang sudah menemaninya sejak dia duduk di bangku sekolah dasar. Tapi sayangnya Aya dan Aruna yang berbeda kelas dengannya, mereka berdua berada di kelas 12 IPA 3.

Tetapi meskipun berbeda kelas, mereka akan tetap selalu bersama hanya untuk pergi ke kantin saat jam istirahat atau mereka berdua yang mendatangi kelas Nindya jika ada jam kosong.

Seperti sekarang ini di depan pintu sana Aya berteriak memanggil Nindya yang sayangnya tidak akan terdengar karena sedang memakai earphone di tambah lagi karena bisingnya kelas.

Teman-teman Nindya yang mendengar itu mengalihkan atensi nya kepada Aya, yang sudah tidak heran lagi bagi mereka Aya dan Aruna yang sering mendatangi kelasnya untuk mengajak Nindya istirahat bersama atau pun keluar kelas jika di jam kosong seperti ini.

Terkadang Nindya itu selalu di juluki pendiam oleh teman-teman sekelasnya. Berbanding terbalik dengan Nindya, maka Aya dan Aruna adalah sebalikannya, berisik dan tidak bisa diam. Mereka berdua juga lumayan populer di sekolah karena Aya yang merupakan salah satu anggota osis, dan Aruna yang pernah memenangkan lomba dance antar sekolah bersama rekan temannya yang lain.

Aya dan Aruna masuk begitu saja ke dalam kelas Nindya, dan menepuk pundak temannya itu yang sedang asik membaca. "Nin ayo kita ke kantin," ajak Aya.

Nindya menolehkan kepalanya ke samping saat merasa ada yang duduk di sebelahnya, lalu membuka earphone dan membalas senyuman mereka berdua. "Kantin ya?" tanya Nindya. Yang hanya di balas anggukan oleh kedua temannya.

Mereka bertiga meninggalkan kelas untuk menuju kantin karena jam istirahat juga sebentar lagi berdering. Mereka bertiga sedikit berbincang-bincang sambil berjalan, entah apa yang di bicarakan sampai-sampai mereka bertiga tertawa.

Ketika memasuki area kantin, melihat bangku yang ternyata sudah penuh Aya mengehela nafas kesal. Pikirnya kantin tidak akan penuh karena jam istirahat belum berbunyi, tapi ternyata dugaan nya salah. Mungkin karena rapat dadakan semua guru akhirnya para siswa langsung meninggalkan kelasnya masing-masing dan lebih memilih untuk pergi ke kantin mengisi perutnya yang kosong.

Aya mengedarkan pandangan, mencari temannya yang lain untuk ikut bergabung. Di ujung pojok sana terlihat ada teman-teman se-organisasinya. Salah satu teman laki-laki nya yang melihat Aya pun melambaikan tangan mengajak Aya untuk ikut bergabung.

"Kita gabung sana yuk sama temen-temen gue," ajak Aya sambil menarik tangan Nindya dan Aruna.

Nindya menggelengkan kepalanya, melepaskan cekalan tangan nya dari Aya "Lo aja sama Aruna gue mendingan ke kelas aja."

"Kenapa sih? apa gara-gara ada Arez? gapapa kali Nin ada gue kok," ucap Aruna, dan kemudian Aya yang menarik paksa tangan Nindya untuk menuju teman-temannya.

"Widih Ayara, duduk-duduk sini Ay" ucap salah satu laki-laki yang tadi melambaikan tangannya kepada Aya. Dia, Emil. Emillio Prawardanu, ketua basket di SMA Taruna Bangsa.

Aya hanya tersenyum untuk menanggapi Emil. "Gue gapapa nih disini? sama temen gue juga," ucap Aya kepada yang lainnya.

Di meja sana ada Alfarez, wakil ketua osis SMA TB, Emil yang merupakan ketua basket dan anggota osis, Iden dan Arya yang merupakan sesama anggota basket, ada juga Naya dan Freya yang sama dengan Aya, termasuk anggota osis.

"Ya nggak papa dong Ay kayak sama siapa aja lo, temen lo ya temen kita juga" jawab Naya, yang di balas anggukan oleh yang lainnya.

Mereka lanjut berbincang, tidak lupa Aya yang memesan makanan nya dengan Nindya dan Aruna terlebih dahulu.

Nindya yang sedari tadi disana hanya berdiam, tentu saja Nindya kenal siapa mereka karena lumayan populer di sekolahnya. Dan lagi karena waktu itu Aya pernah memperkenalkannya secara langsung kepada dia dan juga Aruna. Meski begitu, ingin ikut mengobrol pun Nindya rasanya enggan. Apalagi ada Alfarez disini, dia terus saja menatap Nindya membuat dirinya menjadi sedikit risih. Berbeda dengan Nindya, Aruna malah asik mengobrol dengan mereka karena sudah akrab.

Saat makanan mereka telah tiba, mereka langsung menyantap makanannya masing-masing, sambil sesekali berbincang kembali.

"Diem mulu Nin ngobrol napa," ucap Iden kepada Nindya.

"Ini lagi lo kenapa liatin Nindya mulu sih rez?" tanya Naya.

Nindya yang mendengar ucapan Naya tiba-tiba tersedak, membuat tenggorokannya sedikit sakit dan perih akibat makanan yang Nindya makan pedas. Alfarez yang melihat itu dengan cepat memberikan minumannya kepada Nindya, yang langsung di terima olehnya.

Nindya meminum air pemberian Alfarez yang bahkan Alfarez saja belum meminum airnya itu sedikitpun, dan mengambil minuman di hadapannya lagi karena rasa perih yang masih terasa di tenggorokan nya.

Nindya menyimpan kembali gelas itu dan menatap yang lainnya dengan perasaan malu. Nindya merutuki dirinya sendiri mengapa bisa-bisanya tersedak saat sedang seperti ini. Dan kenapa juga Naya berbicara seperti itu, sehingga yang lainnya malah memfokuskan ke arah dirinya. Kalian bisa bayangkan kan bagaimana malunya Nindya? apalagi ini di hadapan teman-temannya Aya.

"Kalau makan itu pelan-pelan, buru-buru banget. Santai aja kali, " ucap Alfarez sembari terus menatap Nindya.

"Lo nggak papa kan Nin? udah baikan?" tanya Aya. Nindya mengabaikan ucapan Alfarez, dan membalas singkat pertanyaan Aya sambil menggelengkan kepalanya.

"Sorry gue izin ke toilet sebentar," ucap Nindya sambil beranjak dari duduknya, kemudian melenggang pergi.

Saat Nindya tidak ada lagi disana, semua orang yang ada di meja itu menatap Alfarez, terutama Naya yang memang sepupunya Alfarez.

"Gue tau akhir-akhir ini lo selalu deketin Nindya kan rez, bahkan temen-temen sekolah juga pada gosipin lo berdua," ucap Naya.

"Jangan bilang lo suka Nindya," timpal Iden dengan tatapan curiga.

Mereka semua menunggu jawaban Alfarez, Alfarez yang terus di tatap seperti itu hanya diam. 1 detik, 3 detik, 5 detik.... "Kalau gue suka Nindya emang kenapa?" jawabnya, menaikan sebelah alisnya ke atas dan menatap balik teman-teman nya itu.

BRAK

Iden yang mendengar jawaban Alfarez reflek memukul meja di depannya, membuat orang-orang yang berada di kantin mengalihkan perhatiannya ke meja mereka.

Yang lainnya kaget, kecuali Emil yang memang tahu betul bagaimana sifat dan gelagat Alfarez jika menyukai seseorang.

"Lebay banget lo den kayak yang nggak tahu Arez gimana aja," ucap Emil.

"Serius Nindya?" tanya Arya yang sedari tadi diam menyimak.

"Iya, emang kenapa?" jawab Alfarez sambil melirik Arya tak suka.

"Nay kirim kontak Nindya sekarang," ucap Alfarez, dan beranjak dari duduknya meninggalkan teman-temannya yang lain untuk menuju kelas.

"Jadi Arez beneran suka Nindya ya?"

******

Gimana? baru awal ya gaiss, semoga suka. jangan lupa komen sama vote nya yaaaa

ANAFAELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang