16. Virtual itu gimana?

35 8 0
                                    

Siang hari ini di salah satu Universitas Bandung ternama, tepatnya di kantin Fakultas Ilmu Komunikasi, di salah satu meja yang terdapat 3 orang laki-laki dan 2 perempuan, dan salah satu laki-laki itu adalah Rafaell Askara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siang hari ini di salah satu Universitas Bandung ternama, tepatnya di kantin Fakultas Ilmu Komunikasi, di salah satu meja yang terdapat 3 orang laki-laki dan 2 perempuan, dan salah satu laki-laki itu adalah Rafaell Askara.

"Eh Ell kita ke Cafe lo aja yuk, nongkrong disana atuh, view nya juga enakeun," celetuk laki-laki yang berambut gondrong, dan kulitnya yang sawo matang. Panggil saja Arka, si kasep saBandung Raya cenah.

"Punya ayah gue itu," jelas Rafaell, menyeruput minuman kesukaan nya.

Rafaell biasa di panggil Ell oleh teman-temannya, agar mudah katanya. Padahal, memanggil nama Rafaell tidak sesusah itu.

"Iya Ell ayo lah aku juga mau kesana," timpal cewek berambut sebahu agak kecoklatan. Meira Zhevanya, cewek yang beberapa minggu ini di gosipkan dekat dengan Rafaell. Padahal awalnya hanya teman kelompok, tapi berlanjut hingga suka menongkrong bareng.

"Hayu atuh gas, matkul kita ge udah beres kan nya," sahut Shaka, si paling tinggi diantara Rafaell dan Arka.

"Hayu atuh, nanti aku nebeng jeung kamu nya Arka," sahut cewek satunya lagi, Mora, sahabat Meira. Si kembar, udah kayak perangko, selalu kemana-mana berdua.

"Ya udah atuh boleh lah," putus Rafaell, beranjak dari duduknya, di ikuti oleh teman-temannya yang lain.

Posisinya sekarang adalah, Rafaell dan Meira yang berboncengan, Mora dan Arka, dan Shaka yang sendiri.

Jarak dari kampus ke Cafe tidak terlalu jauh sebenarnya, hanya membutuhkan waktu 5 menit.

Tama, ayah Rafaell memang sengaja membeli bangunan yang dekat dengan kampus Rafaell juga dekat beberapa bangunan sekolah karena pikirnya pasti akan ramai. Dan sekarang ternyata terbukti, Cafe nya selalu ramai, bahkan bukan dari sekolah dan kampus itu saja, banyak juga anak muda lainnya yang menongkrong disitu.

"Ell," panggil Meira. Mencondongkan kepalanya sedikit agak kedepan agar terdengar oleh Rafaell.

Untungnya siang ini tidak terlalu padat kendaraan sehingga jalan nya mulus lancar tanpa hambatan

"Kenapa Mei?" jawab Rafaell, sedikit mengeraskan suaranya.

"Mau lagi dong main ke rumah kamu,"ungkap Meira.

"Mau ngapain?"

"Ya main aja, ketemu adik kamu Ririn."

"Ya udah nanti aja,"

Meira yang mendengar itu mengulas senyum senang, mundur kembali menegapkan tubuhnya seperti semula.

Setelah menempuh perjalanan dari kampus ke cafe, akhirnya tiba lah juga mereka di cafe ayah nya Rafaell. "Nielma's Cafe"

Setelah riset Nielma's Cafe itu termasuk Cafe yang menjadi incaran para anak muda, di lihat dari lokasi nya yang strategis, parkiran yang lumayan besar, harga yang terjangkau, dan menu nya yang jangan di ragukan lagi karena sudah pasti enak-enak. Ada live musik setiap malam, bahkan Rafaell sendiri yang terkadang menyanyi disana.

Meira turun dari motor Rafaell, dia merapihkan rambutnya sebentar, kemudian menunggu Rafaell yang memarkirkan motornya berbarengan dengan Shaka dan Arka.

Mereka berlima memasuki Cafe, duduk di meja yang menghadap ke arah halaman belakang Cafe tersebut.

Salah satu waiters datang menghampiri mereka, kemudian tersenyum ke arah Rafaell, "Siang pak," sapa nya.

Biasanya orang yang datang langsung mengantri ke kasir untuk pesan, tapi karena waiters ini tahu bahwa Rafaell ini anak yang punya Nielma's Cafe, jadi dia harus melayani nya dengan baik bukan?

Orang yang bekerja disini pasti selalu memanggil Rafaell dengan sebutan 'Pak' padahal Rafaell sendiri sudah bilang untuk tidak memanggil dirinya dengan sebutan itu, karena Rafaell masih muda. Tapi apa boleh buat, mungkin orang-orang yang bekerja disini itu merasa sungkan jika memanggil Rafaell dengan sebutan 'Kak'.

Setelah waiters tadi memberikan buku menu kepada teman-teman Rafaell, lalu mencatat apa saja pesanan mereka, waiters itu segera kembali ke belakang untuk menyampaikan pesanan kepada koki disana.

"Cielah pak," ledek Arka.

"Ell tuh banyak duit, tapi kayak orang biasa yang nggak punya duit ya," celetuk Mora.

"Si paling sederhana nggak mau keliatan kayak orang kaya," kata Shaka.

Rafaell yang mendengar perkataan teman-teman nya hanya terkekeh ringan, menggelengkan kepala nya kecil, "Ya biasa aja lah, lagian juga ini punya bokap bukan punya gue," jawab Rafaell.

Mereka kembali mengobrol-ngobrol kecil, membicarakan tentang kuliah, cita-cita, bahkan Arka yang tiba-tiba membahas tentang pernikahan, random sekali lah mereka itu.

"Eh anjir urang tuh suka bingung, naha nya aya orang nu gamon ku virtual nu bahkan can pernah katemu kitu," celetuk Arka lagi tiba-tiba.

"Nya orang tuh beda-beda atuh Ka, ciri-ciri nu teu mandang fisik tah kitu bagus, " jawab Mora.

"Nya tetep weh bener oge kata si Arka, aneh. Virtual effort na naon sih? bisa jadi maneh na tuh sok ngabohong diditu, bebejana naon tapi asli na malah keur naon," timbrung Shaka.

(Ya tetep aja bener juga kata Arka, aneh. Virtual effort nya apa sih? bisa jadi dia suka bohong disana, bilang nya apa tapi asli nya malah apa)

Rafaell yang mendengar ucapan teman-teman nya terdiam, tiba-tiba teringat dengan Nindya. Bagaimana keadaan Nindya sekarang? apakah dia sudah baik-baik saja? atau mungkin, Nindya bahkan tidak pernah mengingat nya lagi.

"Tapi kalo menurut gue, mau pacaran virtual atau real life pun sama aja," timbrung Rafaell yang beberapa menit tadi terdiam.

"Kenapa gitu Ell? padahal kalo menurut aku, pacaran virtual tuh nggak enak, nggak bisa ketemu gitu loh, kayak dari komunikasi nya juga pasti kurang, karena kan nggak 24 jam pegang hp gitu loh, kalo semisal pun jarang chattingan juga kalo ketemu misalkan 1 minggu sekali tuh kayak udah cukup." Meira menjawab perkataan Rafaell, sambil memutar-mutar sedotan yang ada di gelasnya.

"Nah be-,"

Arka yang ingin menjawab ucapan Meira tiba-tiba di potong oleh Rafaell, "Ya pacaran virtual tuh cuman buat orang-orang yang kuat aja, karena pasti sebelum nya mereka juga udah mikirin ini baik-baik gimana kedepannya, mungkin emang kalo virtual-virtual kayak gitu di kalian nggak cocok," sela Rafaell.

"Pinter banget jawabnya, udah pernah ngalamin ya Ell?" tanya Mora.

"Apa?" jawab Rafaell.

"Pacaran virtual," lontar Mora.

"Belum,"

"Ah masa?" timpal Shaka.

"Gue nggak maksa lo buat percaya," jelas Rafaell, mengedikan bahu nya acuh.

******

Haii selamat malam minggu! selamat membaca kembali kisah Anafael!!

Jangan lupa untuk vote dan komen nya yaaaa, jangan lupa juga untuk mampir ke akun tiktok ku @luvsbellsie

ANAFAELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang