Siang tadi Aya dan Aruna berpamitan untuk segera pulang kembali ke rumah masing-masing.
Malam kemarin setelah perdebatan antara Nindya dan Aya mereka berdua kembali seperti biasanya, karena tidak mungkin mereka marah atau bahkan bermusuhan karena hal semacam itu, apalagi itu karena membicarakan tentang laki-laki.
Setelah kepergian Aya dan Aruna, Nindya menghabiskan waktu liburnya ini untuk membaca novel. Sempat dia ingin belajar karena memang dirinya yang sudah kelas 12 pasti akan menghadapi banyak ujian di beberapa bulan ke depan, tapi entah kenapa rasa malas selalu saja muncul. Terkadang Nindya juga benci dengan dirinya yang bersifat seperti ini.
Setelah Nindya menghabiskan waktu selama hampir 1 jam membaca, sampai akhirnya dia juga merasa bosan. Biasanya jika seperti ini ada Rafaell yang selalu menemani walaupun hanya sekedar bertelepon ataupun berbalas pesan.
Nindya berada di rumah seorang diri karena Dania tetap ingin bekerja meskipun sudah Nindya larang karena kondisi tubuhnya yang belum benar-benar membaik.
"Sekolah males, libur juga bosen. Jadi, mau lo itu apa sih Nindya," ucapnya kepada diri sendiri.
Nindya menyimpan novel yang sedari tadi dia baca, memainkan ponselnya sebentar dan membuka aplikasi Instagramnya, kemudian beralih membuka WhatsApp dan membuka room chat nya dengan Rafaell. Dia membaca ulang chat-chat itu, sambil sesekali tersenyum dan tertawa karena isi chat yang menurut dia lucu. Nindya terpaku dengan satu pesan yang di kirim kan oleh Rafaell.
Nindya mengerti mengapa Rafaell mengirimkan pesan seperti itu. Rafaell tahu bahwa Nindya suka dengan dia. Nindya berpikir mungkin Rafaell mengatakan seperti itu karena tidak ingin Nindya terus menerus menyukai dirinya, karena Rafaell sendiri tidak bisa membalas perasaan Nindya.
"Mau mulai sama orang baru gimana kalau aku aja masih selalu kepikiran kamu, masih selalu nunggu kamu kak." Nindya menghela nafasnya lelah kemudian merubah posisinya menjadi tidur menyamping sambil memeluk boneka yang Rafaell berikan.
"Pasti ada saatnya aku juga bakal cape nunggu kamu terus kak, 2 bulan lagi aku ulang tahun, aku berharap kamu balik. Kalau pun enggak, aku bakalan nyoba buka hati aku lagi buat orang lain."
******
Setelah libur di hari kemarin, seperti biasa Nindya menjalani hari-hari nya untuk kembali bersekolah. Sore ini hujan sedang mengguyur kota Jakarta. Nindya yang saat ini sedang berteduh di depan halte sekolahnya karena sedang menunggu hujan reda, ada beberapa orang juga disana yang Nindya tidak kenal sementara teman-temannya sudah pulang terlebih dahulu. Seperti biasa Aya yang membawa motor dan Aruna yang selalu ikut pulang bersama karena rumahnya yang satu arah dengan Aya.
Nindya memutuskan untuk memainkan handphone-nya, mengeluarkan earphone di dalam tas dan mendengarkan lagu sambil menunggu hujan reda. Beberapa lagu Nindya dengarkan sampai tak sadar langit yang semakin gelap, melihat jam yang ada di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 17.15. Tak terasa ternyata sudah hampir satu jam dia menunggu disini dan dia juga baru menyadari hanya tinggal beberapa orang lagi disini.
"Ini kapan berenti nya ya, mama takut nyariin," ucapnya dalam hati.
Setelah Nindya menunggu beberapa menit lagi hingga akhirnya memutuskan untuk menerobos karena hujan yang sedikit agak reda. Nindya berjalan meninggalkan halte untuk mencari angkutan umum dan tidak lupa melepaskan earphone yang dia pakai dan memasukkan nya kembali ke dalam tas bersama ponsel yang sedari tadi dia genggam.
Berjalan seorang diri di temani oleh rintik-rintik hujan yang membasahi permukaan kulitnya. "Dulu kalo hujan kayak gini pasti papa selalu jemput," gumamnya tersenyum getir. Nindya terus berjalan karena tidak ada satupun angkot yang lewat, mungkin karena hari sudah terlalu sore.
******
Alfarez yang saat ini harus pulang terlambat karena adanya beberapa kegiatan yang harus dia lakukan dengan beberapa anggota osis lainnya. Menjadi wakil ketua osis yang membuatnya harus sedikit sibuk di sekolah tetapi meskipun begitu Alfarez senang melakukan nya. seharusnya dia sudah tidak aktif lagi di kegiatan osis karena sudah kelas 12, tetapi karena pembentukan ketua, wakil dan anggota osis yang baru belum di lakukan jadi dia harus tetap ikut serta.
"Rez gue duluan ya hujannya juga udah mulai reda nih," ucap Galang, ketua osis SMA TB. "Jangan lupa sama apa yang gue omongin tadi," menepuk pelan pundak Alfarez dan pergi dari sana. Alfarez hanya menganggukkan kepalanya singkat untuk menanggapi.
Disana hanya tersisa dirinya sendiri karena anggota lain yang sudah pulang terlebih dahulu. Dia memutuskan untuk pulang juga karena hari yang semakin sore. Alfarez mengenakan jaket hitam kesayangannya kemudian berjalan ke arah parkiran untuk mengambil motor, memakai helm dan melaju meninggalkan area sekolah.
Saat di perjalanan dia melihat seseorang yang sama mengenakan seragam yang dia pakai, Alfarez kenal seseorang itu. Nindya, iya Nindya. Pasti dia baru pulang karena menunggu hujan reda, pikirannya.
Alfarez menghampiri Nindya dan memberhentikan motor tepat di sebelahnya. Nindya yang melihat itu menatap bingung karena Alfarez yang memakai helm full face sehingga Nindya tidak dapat mengenalinya.
Alfarez membuka helmnya, "Kenapa lo jalan kaki gini? naik gue anter," titahnya.
Melihat orang itu yang ternyata Alfarez Nindya menjawabnya dengan ketus "Bukan urusan lo." dan berniat untuk meninggalkan nya saja, tetapi tiba-tiba tangannya yang di cekal membuatnya berhenti. "Udah jam segini bakalan nggak ada kendaraan yang lewat lagi, sekarang udah mau malem lo cewek nggak baik juga jalan sendirian cepet naik gue maksa."
Nindya menghempaskan tangan Alfarez yang mencekal tangannya dengan pelan. "Gue nggak mau mendingan lo pergi aja."
"Ketus mulu lo sama gue, kalo gue ada salah gue minta maaf deh," ucapnya terus membujuk.
Sebenarnya Alfarez tidak salah, Nindya juga merasa tidak enak selalu bersifat seperti ini kepada Alfarez. Tapi semenjak Nindya mengetahui bahwa Alfarez suka padanya maka dari itu dia bersifat seperti ini. Nindya hanya merasa tidak pantas di sukai oleh Alfarez, maka dari itu dia pikir dengan bersikap seperti ini Alfarez akan berhenti menyukainya.
Nindya yang terus menolak dan Alfarez terus membujuk sampai akhirnya hujan yang tiba-tiba turun lagi. "Ck ternyata lo batu banget liat hujan lagi kan." Alfarez berdecak pelan karena sedikit kesal mendapat penolakan terus menerus.
"Oke gue naik," putusnya, langsung menaiki motor dan Alfarez yang melihat itu tersenyum kecil.
Alfarez Menarik tangan Nindya dan melingkarkan tangan itu ke pinggangnya "Pegangan gue mau ngebut." Nindya tentu saja terkejut, tetapi dia tetap melingkarkan tangannya itu karena memang Alfarez yang melajukan motornya dengan sangat cepat, mungkin karena takut hujan nya kembali menjadi deras.
Sore itu di bawah guyuran air hujan untuk pertama kalinya Alfarez yang berhasil untuk pulang bersama Nindya membuatnya senang. Sedangkan Nindya dia malah berpikir lain.
"Andai dia ini lo kak pasti gue bakalan seneng banget."
******
Kira kira kalian kalau jadi Nindya bakalan gimana? di deketin cowok yang lumayan populer di sekolahnya bukan nya mencoba untuk membuka hati tapi malah stuck terus menerus di masa lalu virtual lagi. aneh, tapi namanya juga Nindya.
Jangan jadi silent readers ya manteman 💙💙
KAMU SEDANG MEMBACA
ANAFAEL
Teen FictionSingkatnya Nindya yang akhir-akhir ini menjadi sorotan di sekolah karena Alfarez yang gencar mendekati Nindya secara terang-terangan. Dan Nindya yang tetap menunggu Rafaell kembali, laki-laki yang Nindya temui secara virtual dan tiba-tiba menghilang...