Jam pulang sekolah telah berdering, semua siswa-siswi berbondong-bondong keluar kelas untuk menuju rumahnya masing-masing. Termasuk Nindya yang saat ini sedang membereskan alat tulisnya ke dalam tas.
Seperti biasa Nindya akan pulang menggunakan angkutan umum atau bus, sedangkan Aya yang selalu menggunakan motor dan Aruna yang selalu ikut pulang bersama Aya karena memang rumahnya satu arah.
Dulu itu yang dekat sekali dengan Aya adalah Nindya, tetapi meskipun begitu Aruna juga tetap dekat dengannya, tapi tidak seperti Nindya karena dulu ada sesuatu masalah yang memang membuat mereka menjadi sedikit agak renggang. Dan karena kelasnya yang sekarang berbeda dengan Nindya membuat pertemanan Aya dan Aruna kembali menjadi semakin membaik. Dan tentu saja, Nindya juga sangat senang.
Dulu hidup Nindya bisa dikatakan sebagai orang yang berada, tapi karena semenjak perceraian ayah dan ibunya hidup Nindya menjadi serba berkecukupan. Nindya tidak mempermasalahkan itu, meski hidupnya yang sekarang serba berkecukupan karena tinggal berdua dengan ibunya yang hanya bekerja di sebuah toko butik kecil, tapi Nindya masih sangat bersyukur.
Nindya bergegas keluar dari kelasnya untuk menuju halte depan sekolah menunggu angkutan umum. Saat melewati parkiran motor disana terlihat ada Aya, Aruna, Naya dan Freya yang saling berboncengan. Nindya bersikap seolah tidak melihat mereka dan memainkan ponselnya asal, tapi karena Naya yang memanggil Nindya membuatnya mau tidak mau menolehkan kepalanya tersebut.
"Nin ikut nggak," ucap Naya, motor yang dikendarai Freya sedikit melaju mendekati Nindya.
"Enggak Nay gue mau langsung pulang ke rumah aja." Nindya menjawab sedikit kikuk pertanyaan Naya, karena tidak terlalu dekat, Nindya juga sedikit malu.
Sedangkan Aya yang masih membelokan motornya, karena masih ada beberapa motor lain yang menghimpit motornya tersebut. Sambil menunggu Aya, Aruna berjalan menghampiri Nindya, "Ikut aja yuk nin udah lama juga nggak main abis sepulang sekolah," ajak Aruna.
"Kalo lo mau gue bisa telepon Alfarez buat jemput lo disini, karena kita emang mau nongkrong bareng sama mereka," tawar Naya.
Nindya bingung ingin menjawab seperti apa, dan karena Aya juga yang memaksa Nindya untuk ikut membuatnya tambah bingung. Dia ingin ikut tapi tidak jika harus dengan Alfarez, dekat saja tidak dan ini jika harus berboncengan dengan Alfarez Nindya tidak mau.
"Nggak usah deh kalian aja, gue udah janji sama nyokap mau nemenin dia ke rumah temennya," jawab Nindya akhirnya meskipun sedikit berbohong membawa bawa nama ibunya.
"Yah oke deh, next time ya lo harus ikut," ucap Freya.
Nindya hanya membalas singkat dengan menganggukkan kepalanya. "Iya," ucapnya sambil tersenyum.
Akhirnya mereka berempat meninggalkan Nindya di parkiran, Nindya hanya memandang mereka berempat dengan perasaan yang entah bagaimana dia sendiri juga tidak tahu. Apakah Nindya cemburu karena sahabatnya dengan yang lain?
Nindya meneruskan jalannya untuk ke halte depan sekolah, dan langsung menaiki angkot yang memang sudah berhenti dari tadi disana.
Satu tahun lebih sudah Nindya seperti ini, pergi dan pulang sekolah menggunakan angkutan umum, bus ataupun gojek. Ya meskipun awalnya memang tidak terbiasa jika harus menaiki angkot karena harus berdesak-desakan dengan banyak orang dan bau-bau tak sedap yang harus Nindya hirup. Tapi akhirnya Nindya bisa menjalani semuanya dengan sabar hingga akhirnya terbiasa dengan ini semua.
Saat ada salah satu orang yang memakai seragam sekolah sepertinya juga menaiki angkot, Nindya tersenyum untuk menyapa meskipun tidak kenal siapa orangnya. Nindya ini memang ramah sekali, murah senyum meskipun kepada orang yang tidak dikenal.
Setelah hampir 20 menit Nindya berada di dalam angkot, Nindya turun dari angkot tersebut dan tidak lupa membayar ongkosnya. Nindya memasuki gang yang lumayan besar untuk memasuki rumah barunya yang sudah ia dan ibunya tinggali setelah perceraian orang tuanya. Nindya memasuki rumah minimalis yang bercat abu muda tersebut setelah berjalan hampir 5 menit.
Terlihat rumahnya yang sepi karena memang di jam seperti ini ibunya belum pulang bekerja. Nindya memasuki kamar, menyimpan tas dengan rapi di tempatnya dan langsung merebahkan dirinya di atas kasur sana.
"Huftt cape banget," Nindya menghela nafas lelah, Nindya melihat sekeliling kamarnya dan kemudian terfokus pada boneka panda besar yang berwarna krem. Nindya mengambil boneka itu dan memeluknya erat, "Kangen banget."
Boneka panda ini adalah boneka pemberian laki-laki yang dia sukai. Entah mengapa Nindya malah menyukai sosok laki-laki yang dia kenal secara virtual.
"Kak Aell apa kabar ya," Nindya bermonolog, menerka-nerka sendiri bagaimana keadaan Rafaell sekarang. Padahal sudah hampir 2 tahun mereka mengenal tapi entah mengapa Rafaell yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar, bahkan semua akun sosmednya pun tidak ada yang aktif.
"Bandung itu luas, bahkan gue nggak tau detail alamat rumah lo kak."
Nindya mengambil ponsel nya yang berada di tas, kemudian membuka aplikasi Instagram untuk mencari akun Rafaell yang ternyata memang masih ada disana. Dia mencoba untuk mengirimi pesan kembali meskipun hasilnya pasti akan nihil tidak akan mendapat jawaban, karna sudah hampir 1 tahun lamanya dia menghilang dan selama itu pula pesan-pesan yang Nindya kirimkan tidak mendapat jawaban apapun.
Nindya menghela nafasnya kasar, kenapa bisa-bisanya setelah hampir 2 tahun berkenalan dia tidak tau alamat rumah Rafaell dimana. Nindya hanya tau bahwa Rafaell tinggal di Bandung, dan entah Bandung nya Bandung mana karena setiap Nindya menanyakan alamat Rafaell lebih detail pasti Rafaell akan mengalihkan pembicaraan nya.
"Kenapa dia ninggalin gue, apa gue jelek? atau dia nggak suka sama sikap gue, atau apa gara-gara dia risih karena dia tau gue suka sama dia ya?" Nindya terus saja bermonolog, memikirkan hal-hal yang seharusnya tidak Nindya pikirkan sebenarnya.
Nindya masih memeluk boneka panda yang di berikan oleh Rafaell, boneka yang berukuran besar sehingga tangannya yang tak sampai untuk memeluk penuh boneka itu. Entah karena apa dia memberikan boneka itu tiba-tiba.
Beberapa bulan setelah mengenal Rafaell, Rafaell tiba-tiba memberikan boneka panda itu kepadanya. Awalnya Nindya juga tidak percaya bahwa Rafaell memang akan mengirimkan boneka itu, karena Nindya pikir Rafaell hanya berbohong. Dan awalnya juga Nindya sempat ragu untuk memberikan alamat rumahnya kepada orang yang bahkan belum dia kenali secara lebih jauh dan tidak pernah bertemu. Tapi karena paksaan Rafaell dan karena Nindya percaya bahwa Rafaell adalah orang yang baik, tidak akan bermacam-macam, akhirnya Nindya memberikan alamat rumah nya.
Jika ada yang bertanya mengapa harus Rafaell, mengapa harus virtual jika ada yang nyata, yang bisa di genggam tanpa adanya jarak jauh yang menghalangi. Jawaban yang selalu Nindya berikan pasti karena Rafaell itu berbeda dari yang lain. Bersama Rafaell dia bebas mengeluarkan pendapat, mengeluarkan apa yang dia rasa dan Nindya pun merasa nyaman jika bercerita tentang hal apapun kepada Rafaell. Dan karena nasehat dan masukan dari dia lah yang membuat Nindya benar-benar kagum dan jatuh terhadap pesonanya.
Awalnya dia berpikir bahwa bersama Rafaell itu adalah hal yang mustahil, karena yang Nindya lihat dari sisi mana pun Rafaell lebih unggul darinya. Ibaratkan langit dan bumi, Rafaell terlalu jauh untuk Nindya dapatkan.
Dan ternyata memang benar, pikirannya tidak pernah meleset bahwa untuk bersama Rafaell itu memang hal yang mustahil. Buktinya Rafaell yang tiba-tiba pergi entah kemana mengilang tanpa kabar.
"Kira-kira kak Aell bakal balik lagi nggak ya," ucap Nindya.
******
Jangan lupa untuk vote dan komen yaa. Siapa yang penasaran dengan karakter Rafaell gimana? jangan lupa juga buat follow akun aku yaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
ANAFAEL
Teen FictionSingkatnya Nindya yang akhir-akhir ini menjadi sorotan di sekolah karena Alfarez yang gencar mendekati Nindya secara terang-terangan. Dan Nindya yang tetap menunggu Rafaell kembali, laki-laki yang Nindya temui secara virtual dan tiba-tiba menghilang...