"Yaudah bi, aku berangkat dulu ya!"pamit Amora sembari menyalami bi Inah.
" iya non, hati-hati ya!"ucap bi Inah sembari tersenyum hangat.
Amora berhenti saat lampu sudah menjadi warna merah. Di tengah-tengah Amora sedang menunggu lampu berubah menjadi hijau. Tiba-tiba ada seseorang yang ngelakson dari arah samping.
"Lah, tumben lu baru berangkat sekarang, " ucap Amora kepada laki-laki yang ternyata adalah Varo.
"Ada kendala tadi," jawab Varo datar.
"Pasti ada masalah lagi ini anak, " batin Amora sembari menatap Varo.
"Woy! Itu lampu udah hijau, gamau jalan lu? " tanya Varo sembari ikut menatap Amora.
"Oh iya, " sahut Amora yang baru menyadari kalau lampu sudah hijau.
Amora dan Varo akhirnya berangkat berbarengan. Sesampai di kampus mereka langsung menuju kelas.
Saat di kelas Varo terlihat sedang ngelamun. Entah masalah apa lagi yang dia hadapi sehingga membuatnya ngelamun seperti ini.
"Are you oke?" tanya Amora sembari menarik kursinya agar bisa duduk di samping Varo.
"Emm, oke kok, "jawab Varo sembari tersenyum tipis.
"Tentang keluarga lu lagi? kenapa keluarga lu begitu?"tanya Amora penasaran.
Amora sebenarnya tidak terlalu begitu perduli dengan orang. Tapi entah kenapa saat melihat Varo hatinya seakan-akan menyuruhnya untuk mendengarkan keluh kesah Varo. Amora juga merasa kalau Varo tidak memiliki teman untuk bercerita, itu sebabnya dia ingin mendengarkan cerita Varo.
"Ya karena gue cuman anak adopsi mereka, mereka menjadikan gue sebagai pancingan agar bisa memiliki anak kandung, dan setelah mereka mendapatkan anak kandung gue seakan-akan di buang begitu saja, " sahut Varo sembari tersenyum hampa.
"Lah anjir, seharusnya walaupun mereka udah punya anak kandung, mereka harus tetap memperlakukan lu sebagai anak mereka juga dong, " sahut Amora sembari menatap Varo.
"Ya mau gimana lagi?" Varo tersenyum tipis sembari mengangkat kedua bahunya.
"Hmm, yang sabar ya! Lu pasti bisa kok ngadepin ini!" Tutur Amora dengan tersenyum ringan sembari memegang bahu Varo.
"Btw, tumben banget lu kayak gini? " tanya Varo mengalihkan pembicaraan.
"Serah gue lah, gamau? yaudah, " cetus Amora memutar mata malas.
"Dih, dasar bocil ambekan!" sahut Varo sembari menuyur kepala Amora.
"Anjirr, rambut gue rusak ini! " teriak Amora dengan kesal namun tak di perdulikan oleh Varo yang sudah keluar dari kelas.
"Kok gue senang ya? kalau sifat Amora kayak gini, " batin Varo sembari tersenyum ringan.
"Dasar anak kurang ajar! Udah di dengerin ceritanya, malah ninggalin, " oceh Amora sembari keluar dari kelas.
Amora berjalan menuju taman kampus untuk menikmati suasana sejuk di pagi hari ini. Di tengah-tengah Amora menuju taman kampus tiba-tiba ada seniornya yang menghampiri.
"Kasian udah jadi anak yatim, upss! " ejek senior itu sembari menutup mulutnya pakai tangan.
Mendengar itu raut Amora menjadi sangat merah, dan ingin langsung menghajar seniornya itu.
"Jadi anak brokenhome aja belagu, " celetuk Varo kepada senior itu sembari merangkul Amora dan membawa Amora menjauh dari sana.
"Varo!" teriak seniornya itu dengan sangat kesal.
"Kok lu tau dia anak brokenhome?" tanya Amora saat mereka sudah duduk di kursi taman.
"Tau lah, orang nyokapnya kerja sama dengan bokap gue, bahkan gue sempat mau di jodohin sama dia," jelas Varo yang berhasil membuat Amora tertawa.
"Terus? lu terima kah? " tanya Amora dengan nada mengejek.
"Najis, mending gue ga nikah sama sekali daripada gue harus nerima itu orang, " sahut Varo sembari berkedik.
Lagi-lagi jawaban Varo berhasil membuat Amora tertawa. Varo yang baru pertama kali melihat Amora bisa tertawa selepas itu ikut tersenyum.
Jam sudah menunjukkan jam 07.00. Amora dan Varo pun langsung kembali ke kelas mereka.
"Selamat pagi! Hari ini pa Angga tidak bisa masuk karena lagi sakit, itu sebabnya saya yang akan menggantikan beliau, "jelas Zidan sembari menyapa anak didiknya.
" selamat pagi, "sahut serentak anak didiknya.
Zidan menjelaskan materinya dengan serius. Seusai Zidan menjelaskan materi, Zidan memberikan tugas merangkum kepada anak didiknya.
Amora sebenarnya paling malas kalau urusan merangkum kayak gini, tapi apa boleh buat? mau gamau dia harus tetap mengerjakannya. Saat Amora ingin memulai menulis tiba-tiba pulpennya jatuh. Amora pun langsung mengambil polpen yang terjatuh ke lantai itu. Zidan yang menyadari kepala Amora akan terpentok meja saat kembali mengangkat kepalanya langsung menghampiri Amora dan memegang sisi meja dengan tangannya agar kepala Amora tidak kepentok dengan meja.
" Bukhhh, "
Benar saja, kepala Amora terpentok ke meja itu, untung saja ada tangan Zidan yang menutupi sisi meja itu. Jadi kepala Amora tidak terlalu sakit.
"Ngapain lu?" tanya Amora datar saat melihat Zidan ada di mejanya sembari memusut kepalanya.
"Ya mau bantuin mememegang sisi meja ini lah, kalau saya tidak pegang yang ada kepala kamu akan langsung terbentur sisi meja ini, " jawab Zidan sembari tersenyum tipis.
"Ohh, " sahut Amora singkat.
"Bukannya terimakasih malah jawab oh doang," tutur Zidan datar.
"Yang nyuruh lu bantuin siapa? orang itu kemauan lu sendiri, " cetus Amora sembari menyingkirkan tangan Zidan yang ada di mejanya.
"Yaudah, serah kamu! Sekarang lanjutin ngerangkumnya!"suruh Zidan dengan nada datar sembari kembali ke tempat duduknya.
"Waktu kalian ngerjain 30 menit lagi ya!"tutur Zidan saat dia sudah berada di tempat duduknya.
HAPPY READING GUYS
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN
KALAU KALIAN SUKA CERITA AKU
KAMU SEDANG MEMBACA
Amora(revisi)
Teen FictionSebelum membaca follow dulu yok guys>>NO PLAGIAT PLAGIAT CLUB😎