Kepala Yogas mendadak pening. Kedua tangannya menghimpit kepalanya, menahan tekanan dalam otak. Ketika berdiri, pandangannya menjadi semakin buram dan membayang. Dengan menahan rasa candu, ia menarik langkahnya menuju ruangan Kuncoro.
"Berikan barang itu padaku. Aku tidak tahan lagi." paksa Yogas dengan menarik-narik lengan baju pria yang kini larut bermain game ponsel.
Dari kantung bajunya, Kuncoro lemparkan sebuah bungkusan ke hadapan Yogas. Seperti anak sapi yang berhari-hari terpisah dari puting susu induknya, Yogas merampas bungkusan di permukaan lantai dengan terburu.
Yogas berbicara dengan terisak sambil berjongkok, "Mengapa kau mempermainkanku? Kenapa narkoba itu kau masukkan ke dalam makananku? Kenapa!"
Kuncoro yang semula duduk bersandar kini duduk tegap. Ia mengacungkan telunjuk ke Yogas, mengutuknya dengan keras. "Polisi? Kau polisi bukan? Kau datang kemari untuk menyerangku. Mengakulah!"
"Bukan. Aku bukan polisi. Sudah kubilang aku pegawai swasta!" Yogas masih bersikeras dengan argumennya.
"Kau tahu? Hampir semua sipir di lapas ini adalah mata dan telingaku. Jangan berbohong!" Lalu Kuncoro merunduk dan mengangkat kepala Yogas ke atas dengan tangannya. Sekejap, kedua mata mereka saling bertatapan. Kuncoro menyorot kuat pria di hadapannya. Membaca matanya. Bola mata Yogas yang goyah menandakan bahwa dia sedang berdusta.
"Siapa yang mengirimmu kemari? Katakan!" lantang Kuncoro kencang.
Kuncoro mengacungkan jari telunjuknya ke atas, memberi tanda kepada anak buah di belakangnya untuk beraksi. Tanpa menunggu lama, body guard-nya itu lekas memukul leher Yogas. Pria itu pun terkapar tak berdaya, terkulai lemah di atas permukaan lantai.
***
Yogas menyibak kedua tirai matanya. Pandangan buramnya menyorot lepas ke depan, menerjang bentangan tembok putih kaku. Yogas terbeliak sekejap, setelah menyadari bahwa kedua tangannya dibelenggu. Begitu pula dengan kedua kakinya, mereka ikut didekap sebuah borgol besi. Kini, ia dipaksa duduk di bangku kayu tua di ruangan tersembunyi di Lapas Kali Duren.
Sorot matanya yang semula samar, lambat laut makin menyeruak jelas. Dari arah kanan, pada pantulan permukaan keramik putih, dilihatnya seburam bayangan mulai mendekatinya. Lirikan mata Yogas melesat ke pintu ruangan, lalu menangkap segurat raut pria berambut ekor kuda. Sekujur tubuh Yogas bergetar kaku. Jantungnya berdentam keras dengan kedatangan pria itu.
"Katakan, siapa yang mengirimmu? Atau pacarmu akan..."
Jiwa Yogas terguncang. Wajah Amira mendadak tampil dalam layar benaknya. Dia takut jika Amira terluka, terjerat dalam rantai belenggu Kuncoro karena kesalahannya.
Sebelum menuntaskan kalimatnya, perkataan Kuncoro dipenggal oleh Yogas, "Kumohon.. Jangan ganggu dia. Aku akan melakukan apapun yang kau suruh." pinta Yogas mengemis kemurahan hati.
Pikiran Yogas berkeliaran. Denyut otaknya berpikir gencar, memilih satu nama untuk dijadikan kambing hitam. Permana atau Roni, mungkinkah satu nama itu akhirnya akan mencuat dari mulutnya?
Sesekali, nama Permana muncul dalam memori otaknya. Pria yang telah merampas Salima dan kedua anaknya. Semenjak Permana menikahi Salima, perasaan risau mulai menyelimuti ruang hati Yogas. Baginya, Permana adalah orang yang membabi buta, tidak meminta izin pernikahan kepadanya. Meski sudah bercerai dengan Salima, namun Ratu dan Ratih tetaplah anaknya. Dia tidak ingin Permana pada akhirnya merebut hati kedua anaknya.
"Tidak, tidak bisa..." kepala Yogas menggeleng, ia berbisik dengan batinnya sendiri, "Permana berbuat begitu untuk melindungi keluargaku. Tidak seharusnya aku cemburu dengannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesta Dalam Penjara
Mystère / ThrillerSurga Biru, adalah organisasi yang menjual kemewahan di dalam penjara. Sehingga para koruptor dan napi berduit bisa menikmati fasilitas hotel di ruang selnya. Mereka bisa berjudi, menikmati narkoba, prostitusi, dan hal lainnya di balik jeruji besi...