Buronan

6 1 0
                                        


"Perempuan itu. Kau saja yang urus!" Permana memerintahkan Arya segera mengevakuasi raga Anya. Sementara dia, kembali menelusup ke penjara untuk menyibak tambang milik Kuncoro. Permana silau, matanya sangat berkilau untuk lekas menggiring uang-uang itu ke kantung pribadinya. Jika saja emas-emas dalam penjara ia miliki, mungkin ia akan menjadi orang paling kaya di negeri ini.

Permana berlari kencang, menembus pilar-pilar penopang atap penjara. Arah pikirannya melesat ke kamar Kuncoro. Ia menduga Kuncoro mengubur hasil keuntungan dari berbisnis gelap disana. Saat kakinya berlabuh di lantai teratas, lantai kelima, Permana terusik pada keenam polisi yang masih melakukan inspeksi. Mereka berenam mengidentifikasi sel isolasi para koruptor paling kakap di penjara ini. Banyak orang menyangka, lantai kelima ini sebagai lantai paling puncak di Gedung B. Padahal, di atas lantai ini terdapat lantai rahasia. Lantai yang tersembunyi, lantai dimana kamar Kuncoro menyimpan banyak kemegahan layaknya tinggal di hotel berbintang lima.

Permana ingin naik ke satu lantai di atas lantai ini. Tetapi, niatannya itu diganggu para polisi yang tengah mengendus bau janggal di sekujur ruang isolasi. Tiba-tiba Arya muncul, rupanya tugasnya untuk mengevakuasi Anya sudah selesai. Dia tiba untuk menyingkap kembali rahasia di balik penjara ini. Sama seperti Haikal, dia memiliki intuisi yang tajam layaknya seorang detektif. Firasatnya mengarah ke tabung emergency yang tertanam pada tembok di luar sel isolasi. Permana menggeram, memendam kejengkelan di hati, melihat pria yang terus menyibak rahasia Surga Biru. Ya, sebab bila tabung itu ditarik, maka pintu menuju kamar Kuncoro juga akan ditemukan.

"Jangan tarik tabung itu. Bisa jadi itu ranjau!" teriak Permana memerintahkan Arya. Dia sengaja berkata demikian karena tidak ingin kamar Kuncoro diketahui oleh siapapun selain dirinya.

Namun Permana terlambat, Arya sudah terlebih dulu menarik si tabung dari tempatnya. Saat tertarik, pintu di balik tabung itu tersingkap. Semua polisi disitu tersentak setelah menemukan secarik rahasia lagi. Mereka pun masuk, melintasi anak tangga menuju ke atas. Selagi berjalan ke lantai atas, tangan Permana mengepal pada tangkai pistol. Ingin sekali mencabut pistol dari sarungnya, lalu menghabisi Arya. Tapi, ia redam kembali emosinya. Gagang pistol itu perlahan dilepaskannya, "Sekali lagi kau melakukannya. Aku akan mengarahkan mulut pistol padamu!" gerutu Permana memendam perasaannya.

Akhirnya, mereka berpijak di lantai tertinggi. Lantai ke enam, sebuah lantai rahasia. Berbeda dengan lantai lainnya, lantai rahasia ini tidak memiliki mata jendela. Fentilasinya pun bukan dari tepian tembok, melainkan dari atas plafon. Karena tidak dibelai sorot mentari dari luar, semua ruangan di lantai ini dilengkapi lampu-lampu pemijar. Baik malam maupun siang, lampu-lampu itu tidak pernah padam. Bahkan ruangan ini juga tidak tercantum pada peta konstruksi gedung. Sengaja dihilangkan agar tidak ada orang yang tahu, kecuali pegawai Surga Biru dan beberapa konstruktor gedung.

Ketujuh polisi itu melirik ke kiri dan kanan. Bingung harus mengarah kemana terlebih dulu. Lorong di sebelah kiri menuju ke kamar Kuncoro, sedangkan berjalan ke kanan akan berakhir ke deretan kamar kaki tangannya, termasuk kamar Yogas, Anya, dan juga Joni.

"Arya, kau ke kanan saja!" lantang Permana mengoarkan perintah, supaya anak buahnya itu tidak merusak rencananya. Sementara dia dan kedua anak buahnya, pergi ke kiri untuk melacak apa yang ada disana.

Permana mendobrak pintu di depannya, pintu kamar milik sang koruptor pajak, Kuncoro. Kedua orang di belakang Permana terbeliak. Rahang mereka tumpah saat menapakkan kaki di ruangan besar itu. Lidah mereka seolah menjulur panjang-panjang, tergiur dengan barang-barang esklusif yang memanjakan mata. Bersama kedua bawahannya, Permana mulai mencari dan terus mencari bukti. Semua barang-barang di kamar itu dilucuti, melacak keberadaan timbunan emas tanpa henti.

Kuncoro memang pandai menyembunyikan uang-uangnya. Sehingga sampai saat ini, Permana belum menemukan satu koin emas pun untuk dipungut. Bahkan ketika senja telah tenggelam, tidak ada jejak apapun yang dapat dia ikuti. Permana jengkel. Dia merasa dibodohi oleh mantan pejabat perpajakan tersebut.

Pesta Dalam PenjaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang